Uang Minyak Goreng Miliaran Belum Dibayar, Pengusaha Gregetan

Martya Rizky, CNBC Indonesia
12 June 2023 11:45
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey saat mendatangi kantor Kemendag membahas utang minyak goreng atau refaksi sebesar Rp 344 miliar. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)
Foto: Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey saat mendatangi kantor Kemendag membahas utang minyak goreng atau refaksi sebesar Rp 344 miliar. (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

Jakarta,CNBC Indonesia -  Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mempertanyakan keseriusan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan (Zulhas) dan jajaran nya untuk menuntaskan pembayaran utang rafaksi atau dana talangan minyak goreng.

Saat ini ternyata realisasinya masih berjalan di tempat dan hampir dapat diprediksi bakal dibiarkan berlarut larut tanpa adanya kepastian dan kejelasan pembayarannya. Peritel sempat mengancam akan tak menjual minyak goreng, sehingga potensi kelangkaan minyak goreng di pasar modern.

Ketua Umum Aprindo, Roy Nicholas Mendey mengatakan, dalam pertemuan terakhir (11/5/2023) di Kemendag yang dihadiri oleh Dirjen PDN Kemendag, Isy Karim didampingi Kepala Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasan dan Staff Khusus Mendag.

"Dirjen PDN, Isy Karim menyatakan sampai tanggal 11 Mei 2023 Kemendag masih menunggu proses Legal Opinion (LO) dari Kejagung tentang pembayaran Rafaksi Migor yang menurut Isy Karim dalam waktu dekat segera didapatkan," kata Roy dalam keterangan resminya, seperti dikutip, Senin (12/6/2023).

Roy menyebut pernyataan tersebut memperkuat pernyataan Kemendag yang diwakili oleh Mendag Zulkifli Hasan pada tanggal 15 Maret 2023 saat RDP Komisi VI DPR RI. Saat itu Mendag menyampaikan bahwa di saat itu sedang menunggu LO dari Kejagung karena Mendag 'ketakutan' dijerat oleh hukum bila menjalankan pembayaran rafaksi.

Namun demikian, lanjut Roy, sampai dengan saat ini belum ada keterangan resmi apapun, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dari Kemendag kepada APRINDO tentang telah diterimanya hasil LO dari Kejaksaan Agung. Padahal seperti telah dinyatakan oleh Dirjen PDN Kemendag, Isy Karim kepada awak media bahwa LO telah diterima Kemendag dan Kemendag wajib membayarkan utang Rafaksi Migor kepada pelaku usaha produsen Migor dan peritel modern anggota APRINDO.

"Sangat disayangkan kami hanya mendengar bahwa LO Kejagung yang memutuskan untuk Kemendag membayarkan Rafaksi Migor kami dapatkan dari awak pers seperti yang telah di rilis pada berbagai tulisan media," ujarnya.

Setelah secara jelas LO atau pendapat hukum dari Kejagung dengan perintah bahwa Rafaksi Migor harus dibayarkan kepada pelaku usaha, namun pada saat RDP Komisi VI DPR RI dengan kemendag (7/6/2023) Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan LO Kejagung tentang pembayaran rafaksi tidak cukup substantif sehingga perlu dilakukan klarifikasi dan pengecekan ulang kepada BPK Dan BPKP.

Roy mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan pernyataan Mendag ini padahal sebelumnya dia sudah mengatakan bahwa jika LO sudah keluar dengan perintah bayar maka akan segera dibayarkan.

"Jika memang ada ketidakcocokan data harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo, untuk apa data diverifikasi oleh BPK/BPKP," Lanjut dia.

"Jargon kalau bisa dipersulit untuk apa dipermudah sepertinya terjadi dalam kasus rafaksi ini. Kami memprediksi praktek mengulur waktu yang tidak dengan komitmen dan pertanggungjawaban jelas menjadi signal serius atau tidak nya Pemerintah melalui Kemendag hendak menyelesaikan hutang Rafaksi Migor kepada peritel modern APRINDO di seluruh wilayah Indonesia yang dengan tulus ikhlas dan telah taat menjalankan tugas yang diberikan melalui Permendag 3/2022 dalam menjual Migor satu harga apapun tipe dan kemasan nya bagi masyarakat, di saat harga Migor saat waktu tersebut mahal dan tidak terkendali," tambahnya.

Roy menduga Mendag saat ini enggan 'mencuci piring' atas peraturan Pemerintah yang bukan dibuat dan ditandatanganinya pada saat ini. "Mungkin Mendag agak lupa bahwa amanah yang diembannya dari Presiden bukan lah secara perorangan tetapi amanah yang diembannya adalah mewakili satu Institusi negara."

Roy berharap agar kasus rafaksi ini segera selesai, karena jika kasus ini tidak selesai akan menjadi preseden citra buruk pemerintah yang tidak mampu memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha yang nanti akan berdampak buruk terhadap iklim bisnis, investasi karena ketidakpastian hukum yang dapat saja mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

"Aprindo akan mengambil langkah yang signifikan, tegas dan terukur untuk kasus rafaksi yang belum selesai dan berlarut larut ini," tutup Roy.

Sebelumnya Mendag Zulhas mengungkapkan, ada sebanyak 54 pelaku usaha telah mengajukan klaim kepada BPDPKS, dengan total nilai Rp 812.720.437.220.

"Dari jumlah tersebut, Kemendag selaku pihak yang diharuskan melakukan verifikasi kemudian menunjuk Sucofindo, tetapi saya juga meminta kepada auditor negara. Auditor yang diakui negara untuk mengaudit," kata dia.

"Dan jumlah yang telah diverifikasi, Sucofindo mengatakan (angka yang harus dibayarkan BPDPKS ialah sebesar) Rp 478.888.176.039 atau 58,43% dari total nilai," kaa Zulhas.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Ritel Ancam Boikot Minyak Goreng, Migor Langka?

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular