Lega! Cuma 5 Perusahaan Ini yang Lolos dari Larangan Ekspor

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Kamis, 08/06/2023 12:35 WIB
Foto: (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia akan menjalankan kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah yang efektif mulai diberlakukan pada 11 Juni 2023. Hal ini sesuai dengan yang sudah tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Meskipun ekspor di larang, pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan terdapat 5 perusahaan yang masih bisa melakukan kegiatan ekspor hingga Mei 2024. Alasannya, karena pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang dibangun oleh kelima perusahaan tersebut kemajuannya sudah di atas 51%.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri ESDM, Arifin Tasrif, berdasarkan hasil verifikasi dari Verifikator Independen, terdapat 5 badan usaha yang telah memiliki kemajuan pembangunan smelter di atas 51%.


Lantas, perusahaan mana saja yang sudah mengantongi izin ekspor mineral mentah setelah pada 11 Juni 2023? Simak informasi berikut ini.

  1. PT Freeport Indonesia (PTFI), pemilik IUPK konsentrat tembaga.
  2. PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), dengan komoditas konsentrat tembaga.
  3. PT Sebuku Iron Lateritic Ores, pemilik komoditas besi.
  4. PT Kapuas Prima Coal, dengan komoditas timbal.
  5. PT Kapuas Prima Coal, dengan komoditas seng.

Walaupun mendapatkan relaksasi ekspor, Arifin menyebutkan kelima badan usaha tersebut akan mendapatkan denda atas keterlambatan pembangunan smelter tersebut. Adapun denda administratif yang dikenakan berupa 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral mentah tersebut ke luar negeri setiap periode.

"Pemegang IUP dan IUPK yang melakukan ekspor pada periode perpanjangan akan dikenakan dengan yang diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kementerian Keuangan (Permenkeu)," ungkap Menteri Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (8/6/2023).

Sementara untuk perusahaan bauksit, kata Menteri Arifin, dari 12 smelter yang ditargetkan, baru ada 4 smelter yang sudah beroperasi. Sementara 8 smelter masih dalam tahap pembangunan.

"Dengan hasil verifikasi dari independent tersebut, pada 7 lokasi masih berupa tanah lapang, walaupun dinyatakan dalam hasil verifikasi dilaporkan kemajuan pembangunan antara kisaran 30-66%," tandas Menteri Arifin.

Sebelumnya, Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo menilai pemerintah bisa saja memberikan relaksasi ekspor untuk komoditas bijih bauksit seperti apa yang telah diputuskan untuk konsentrat tembaga. Namun demikian, hal tersebut harus diawali dengan audit detail terkait peta jalan smelter yang dimiliki perusahaan.

Misalnya seperti progress terakhir pembangunan smelter, kekuatan keuangan untuk membangun smelter dan sampai kepada bagaimana pembebasan lahan telah dilakukan untuk pembangunan smelter. Berikutnya yakni audit teknikal dan finansial, bahkan audit sosial harus menjadi dasar kuat jika relaksasi harus dilakukan.

"Namun yang menjadi tidak tepat, langkah ini menjadi bagian langkah yang telah diamanatkan dalam UU Minerba dan sekaligus Presiden sendiri menginginkan untuk mempercepat hilirisasi demi kepentingan pendapatan negara yang lebih besar, termasuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja," kata dia kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/5/2023).

Sebagaimana diketahui, sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) pasal 170 A, disebutkan bahwa batas penjualan mineral ke luar negeri maksimal 3 tahun setelah UU Minerba diterbitkan, yakni hingga 10 Juni 2023.


(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:

Emas & Tembaga RI Tak Kena Tarif AS - RI Akan Tambah Ekspor LPG