Internasional

Apa Itu Referendum, 'Senjata' Prabowo Damaikan Rusia-Ukraina?

sef, CNBC Indonesia
07 June 2023 15:00
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto, menyampaikan pidatonya pada Dialog Shangri-La International Institute for Strategic Studies (IISS) ke-20, forum pertahanan dan keamanan tahunan Asia di Singapura, Sabtu (3/6/2023). (AP Photo/Vincent Thian)
Foto: Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto, (AP Photo/Vincent Thian)

Jakarta, CNBC Indonesia - Prabowo mengenalkan lima solusi perdamaian perang Rusia dan Ukraina. Salah satu yang menjadi perhatian adalah soal "referendum".

Berbicara dalam International Institute for Strategic Studies (IISS) Shangri-La Dialogue 20th Asia Security Summit di Singapura, akhir pekan, ia mengusulkan PBB mengorganisir dan melaksanakan referendum di wilayah sengketa kedua negara untuk memastikan secara objektif keinginan mayoritas penduduk dari berbagai wilayah sengketa.

"Setidaknya, mari kita coba ajukan beberapa rekomendasi konkret," katanya kala itu.

Namun, poin ini juga membuat masalah. Reaksi keras ditunjukan Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov.

"Kedengarannya seperti rencana Rusia, bukan rencana Indonesia," katanya.

"Kami tidak membutuhkan mediator ini datang kepada kami (dengan) rencana aneh ini," tegasnya.

"Di wilayah pendudukan, pasukan Rusia melakukan kejahatan perang, kejahatan pada kemanusiaan dan genosida. Sekarang Rusia berusaha untuk mengganggu serangan balik Ukraina," tambahnya lagi.

Memang Apa Itu referendum?

Mengutip website pemilu sejumlah negara, seperti UK Parliament dan Westrern Australia Electoral Commision, referendum diartikan sebagai pengambilan keputusan dengan menyerahkan ke suara publik. Referendum mirip dengan pemilu, di mana pada hari pemilihan, para pemilih datang ke kotak suara dan memilih keinginannya.

Referendum sebenarnya adalah contoh demokrasi langsung. Keputusan ya dan tidak langsung ditentukan pemilih.

Di RI, mengutip situs dpr.go.idreferendum dimuat dalam UU Tentang Referendum Tahun 1985. Dalam pasal 1 diartikan bahwa referendum adalah kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terutama untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.

"Referendum diselenggarakan dengan mengadakan pemungutan pendapat rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia," bunyi Pasal 3 ayat 1.

"Pemungutan pendapat rakyat dilakukan dengan menggunakan surat pendapat rakyat," kata Pasal 3 ayat 2.

Referendum yang Berat ke Rusia

Sebenarnya di 2014, Rusia dan Ukraina pernah "melakukan referendum". Ini terkait Krimea wilayah Ukraina yang kini dianeksasi Rusia.

Pada tanggal 4 Februari 2014, Presidium Dewan Tertinggi memprakarsai diadakannya referendum mengenai status semenanjung Krimea. Apakah ingin memisahkan diri dari Ukraina atau tidak.

Situasi panas karena ketidakpercayaan pada presiden kala itu, Viktor Yanukovych. Di tengah kerusuhan yang terus berlanjut, badan legislatif setempat menetapkan tanggal untuk mengadakan referendum tentang status Krimea

Proses pemungutan suara pun digelar pada 16 Maret 2014. Sebanyak 90% lebih disebut memilih Rusia, meski Ukraina menyebutnya palsu.

Sementara itu di akhir 2022, referendum juga dipakai Rusia untuk menguasai empat provinsi Ukraina. Hasil awal menyimpulkan, keempat provinsi yang memisahkan diri, yakni Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia sepakat menjadi negara independen dan bergabung ke Rusia sebagai subjek federal.

Diberitakan TASS, perhitungan awal dari referendum di Republik Rakyat Donetsk (DPR), Republik Rakyat Luhansk (LPR), Kherson, dan Zaporizhzhia menunjukkan, sebanyak lebih dari 90% menyetujui referendum aneksasi tersebut. Ukraina juga menegaskan asilo referendum tersebut dibuat-buat.

Tidak Menerima Solusi Lain

Sementara itu, dalam keterangannya, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin mengatakan sesungguhnya Ukraina menghargai perhatian RI. Namun, tegasnya, tampaknya RI telah menarik kesimpulan berdasarkan sejarahnya sendiri, terhadap masalah pemulihan perdamaian di Ukraina.

"Akan tetapi, tidak ada wilayah yang disengketakan antara Ukraina dan Federasi Rusia, sehingga tidak mungkin mengadakan referendum di sana," tegasnya.

"Setelah Federasi Rusia melancarkan agresinya, Rusia menduduki Krimea, sebagian wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson," jelasnya lagi.

Fakta ini, tambahnya, tercatat dalam dokumen resmi PBB. Di wilayah-wilayah yang diduduki, katanya, tentara Rusia melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.

"Rusia harus menarik pasukannya dari wilayah Ukraina, dan batas-batas teritorial Ukraina yang diakui secara internasional harus dipulihkan," jelasnya.

"Kami tidak menerima skenario lain selain itu," ujar Vasyl.

Bukan hanya referendum, usulan gencatan senjata Prabowo di mana pasukan mundur sejauh 15 kilometer dan pembentukan zona demiliterisasi juga, katanya, tidak akan berhasil. Menurutnya Rusia sedang mencoba segala cara untuk mengacaukan serangan balik Ukraina.

"Gencatan senjata tanpa adanya penarikan pasukan rusia dari wilayah Ukraina hanya akan memberikan Rusia kesempatan untuk mengulur waktu, menyusun kembali pasukannya, memperkuat posisinya di wilayah yang diduduki, dan mengumpulkan kekuatan untuk melancarkan gelombang agresi baru," tambahnya.

"Perdamaian jangka panjang di Ukraina berarti pembebasan seluruh wilayah Ukraina dari pendudukan Rusia. Inilah tujuan Formula Perdamaian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky," ujarnya.

"Kami mengundang Indonesia untuk bergabung dalam mengimplementasikan formula tersebut," tegasnya".


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sambil Nangis, PM Australia Ungkap Pertanyaan Soal Referendum

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular