Tadinya Kabar Baik, Eh Ternyata China Malah Bikin Buntung RI

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 06/06/2023 10:20 WIB
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Dibukanya kembali aktivitas ekonomi China ternyata belum begitu menguntungkan bagi Indonesia seperti yang diharapkan. Justru malah bikin buntung ekonomi Indonesia.

Aktivitas pabrik China setelah 'mati suri' akibat pandemi Covid-19 kenyataannya belum mampu membuat produktivitas cepat pulih.

Inventori perusahaan China masih sangat tinggi, sehingga perusahaan melakukan clearance sale. Clearance sale akan membuat produk China murah tetapi di sisi lain mengancam industri dalam negeri.


Ekonom senior BCA Barra Kukuh Mamia mengungkapkan, arus barang China terlihat dari data perdagangan Indonesia.

Dari 98 kategori barang, berdasarkan HS 2 digit, 41 barang mengalami volume impor dengan harga yang lebih murah, dibandingkan dengan kuartal I-2023.

"Dampaknya tampak paling jelas di sepanjang dua rantai pasokan. Salah satunya adalah logam, di mana China dikenal memiliki kelebihan kapasitas yang sangat besar, khususnya dalam pembuatan baja. Yang lainnya adalah tekstil," jelas Barra dalam laporannya China's warehouses are full, and it is spilling over to the global economy, dikutip Selasa (6/6/2023).

Industri tekstil Indonesia sangat kuat untuk apparel dan fiber buatan manusia. Namun, impor untuk fiber buatan tangan dan apparel justru naik. Impor untuk serat buatan manusia melonjak 14,2% (yoy) pada kuartal I-2023 tetapi secara harga atau ongkos turun 23,9%.

Barra menilai, bagi Indonesia peningkatan impor dari China mestinya harus diimbangi dengan pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan ekspor RI ke China paling kuat terjadi pada bahan mentah seperti batubara, CPO, dan karet.

Sayangnya harga komoditas dunia juga sedang anjlok. Sehingga tidak begitu menguntungkan bagi Indonesia. Tapi, kata Barra setidaknya volume ekspor yang tinggi pada komoditas tersebut dapat mengimbangi penurunan harga yang sedang terjadi.

Impor apparel dan rajutan melonjak 24,7% (yoy) pada Januari-Maret 2023 tetapi secara nilai turun 36,6%. Barra memperkirakan butuh waktu lama bagi perusahaan China untuk menguras inventori mereka.

Upaya tersebut juga harus ditopang oleh lonjakan ekspor atau naiknya permintaan dari dalam negeri. "Kenaikan impor seharusnya menjadi alarm bagi prospek industri ke depan," tuturnya.

Produk impor yang naik signifikan dari sisi volume lainnya adalah furnitur, boneka, dan spare part kendaraan. Data BCA juga menunjukkan jika reopening China hanya meningkatkan ekspor Indonesia dari sisi volume bukan nilai.

Produk Indonesia seperti keramik, aluminium, tembaga, alas kaki, peralatan elektrik, perikanan, ataupun mesin ambruk dari sisi volume dan nilai.

"Reopening China hanya mendatangkan sedikit keuntungan bagi manufaktur, seperti pulp dan paper," ujar Barra.

Dari data BPS, ekspor Indonesia pada Januari hingga April 2023 mencapai US$ 86,4 miliar atau turun 7,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Sri Mulyani mengungkapkan kekhawatiran akan kinerja ekspor Indonesia yang menunjukkan penurunan.

"Nilai ekspor kita (Indonesia) turun dan itu terlihat minus 29,4% (April)," papar Sri Mulyani di Komisi XI DPR, Senin (5/6/2023).

Mantan Menteri Keuangan RI yang juga Ekonom Senior Chatib Basri memastikan pelemahan kinerja ekspor Indonesia tidak akan membuat perekonomian Indonesia anjlok dalam hingga mengalami resesi.

Sebab, Chatib Basri menekankan, porsi nilai ekspor terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia hanya 25%.


(cap/cap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Ekspor Batu Bara RI ke China Turun Hingga 15%