Newsletter

Utang Pemerintah Lokal China Tembus Rp 230.000 T, Krisis?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
06 June 2023 06:00
China sahkan hukum keamanan nasional Hong Kong
Foto: China sahkan hukum keamanan nasional Hong Kong (AP/Kin Cheung)
  • Pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan awal pekan ini mencatatkan kinerja yang beragam. IHSG berakhir nyaris tak bergerak dan rupiah ditutup menguat melawan dolar AS
  • Wall Street yang ditutup di zona merah bisa menjadi sentimen negatif bagi indeks acuan Tanah Air
  • Tak lepas dari itu, ada beberapa data penting yang patut dicermati untuk memberikan dampak bagi pasar keuangan dalam negeri baik IHSG maupun rupiah utamanya dari China dan AS.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air mencatatkan kinerja beragam pada perdagangan awal pekan kemarin, Senin (5/6/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) nyaris tak berubah, sementara rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Dari sisi Indeks acuan Tanah Air ditutup hanya bertambah 0,17 poin alias tetap 0% dari perdagangan sebelumnya. Meskipun demikian, IHSG hari ini dibuka di zona merah kemudian bergerak fluktuatif hingga menyentuh titik tertinggi di level 6.663,71 sesaat sebelum perdagangan berakhir.

Kendati demikian penutupan hari ini setidaknya memutus tren pelemahan yang terjadi selama lima hari beruntun. Dalam lima hari perdagangan IHSG masih terkoreksi 2,16%. Selain itu, secara year to date (ytd) indeks membukukan koreksi sebesar 3,17%.

Pada perdagangan kemarin data pasar menunjukkan investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) senilai Rp 614,67 miliar di pasar reguler.

Melansir dari data Revinitiv, hampir seluruh sektor menguat, hanya sektor teknologi yang tetap melemah 1,85%.

Sementara dari negeri tetangga, bursa Asia-Pasifik malah terpantau pesta pora pada perdagangan awal pekan ini. Indeks Nikkei 225 Jepang bahkan mencetak rekor tertinggi dalam 33 tahun.Bursa menghijau menyambut perkembangan positif Amerika Serikat (AS).

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup di posisi 32.217,40. Indeks terbang 693,20 poin atau 2,20%.Posisi penutupan hari ini adalah yang tertinggi sejak 20 Juli 1990 atau 33 tahun terakhir.

Dari pasar keuangan lain, Rupiah menguat 0,67% melawan dolar Amerika Serikat (AS) menjadi Rp14.885,00/US$ di pasar spot.Rupiah menunjukkan hari terbaiknya pasca berhari-hari tak berdaya melawan dolar AS. Dengan ini secara tahunan rupiah masih mencatatkan penguatan hingga 3,73%.

Penguatan ini disinyalir berkat perbaikan fundamental dari rupiah, sehingga prospek ke depan masih akan menunjukkan penguatan.

Gubernur Bank Sentral Indonesia, Perry Warjiyo menyatakan bahwa Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan akan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan untuk memastikan pasar obligasi juga stabil.

Mata uang rupiah mampu menguat di tengah Dolar Amerika Serikat (AS) yang juga menguat dibanding beberapa mata uang Asia.

Rupee, mata uang India, terdepresiasi sebesar 0,22% ke level terendah dalam lebih dari seminggu, sementara mata uang Korea Selatan, Won, sempat melemah sebanyak 0,41%.

Tiga indeks utama Wall Street berakhir di zona merah pada perdagangan awal pekan, Senin (5/6/2023) waktu New York. Ini dipicu kekhawatiran akan arah suku bunga bulan ini yang terus membebani para investor.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup turun 0.59% ke posisi 33.562.86 sementara S&P 500 melemah 0,2 %ke 4.273,79, dan Nasdaq Composite juga ikut turun dengan koreksi tipis 0.09% ke 13.229,43.

S&P 500 berakhir lebih rendah mematahkan kenaikan sebelumnya yang membawa indeks acuan diperdagangkan pada level tertinggi harian dalam sembilan bulan.

Sementara itu saham Aple kehilangan sekitar 0,8%, jatuh dari posisi tertinggi sepanjang masa yang disentuh di awal sesi. Hal ini terjadi setelah pembuat iPhone ini meluncurkan headset realitas virtual yang sangat dinantikan dan banyak pembaruan perangkat lunak di Worldwide Developers Conference tahunannya.

Selain itu, saham Intel turun 4,6% karena Apple mengungkapkan chip baru, sementara Nvidia menarik kembali kekhawatiran penilaian setelah lonjakan baru-baru ini. JPMorgan Chase dan Goldman Sachs berjuang di tengah berita bahwa regulator sedang mempertimbangkan untuk menaikkan persyaratan modal di bank-bank besar.

Saai ini kondisi pasar "menarik napas" setelah reli pada akhir pekan lalu.

Wall Street menguat minggu lalu karena laporan tenaga kerja peridode Mei rilis pada hari Jumat memberi isyarat kepada beberapa investor bahwa resesi yang telah lama diantisipasi mungkin tidak lagi terjadi pada ekonomi, atau setidaknya ditunda hingga 2024. Pengesahan tagihan plafon utang juga meningkatkan sentimen investor.

"Apa yang dilakukan pasar ... saya pikir tepat, tetapi ada hal-hal yang belum kita ketahui dan masalah besarnya adalah The Fed," kata Mohamed El-Erian dikutip dari CNBC International.

Penasihat ekonomi kepala Allianz mencatat bahwa sementara utang besar dan ketakutan perbankan telah menghilang, apa yang terjadi selanjutnya bergantung pada target The Fed untuk menurunkan inflasi.

Terlepas dari pergerakan baru-baru ini, kekhawatiran tetap ada selama reli sempit pasar saham tahun 2023, dipimpin oleh hanya segelintir nama teknologi, dan apakah akan ada koreksi jangka menengah jika luasnya gagal membaik.

"Kami pikir selama ekonomi terus berjalan dan tidak menunjukkan tanda-tanda resesi yang sejauh ini belum pasar lainnya dapat mengejar ketinggalan, dan kita akan melihat beberapa sektor lainnya. tutup celahnya sedikit," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance.

IHSG dan rupiah yang masih bergerak tidak stabil tentu membuat pelaku pasar was-was. Perlu digarisbawahi bahwa kita belum terlepas dari kekhawatiran tingginya suku bunga.

Investor masih khawatir dan memasang mode wait and see serangkaian data ekonomi yang bisa memberikan sinyal kemana suku bunga akan berlabuh. Di tambah lagi ekonomi China yang kembali tertekan turut membuat pasar kita bergejolak.

Fokus utama investor masih berkutat pada ekonomi Amerika Serikat (AS), China, dan perkembangan data ekonomi penting dalam negeri yang kerap memberikan pengaruh terhadap pasar.

Dari China, tanda-tanda perlambatan ekonominya terus mencuat. Selama sepekan,  sejumlah data menunjukkan kemungkinan ekonomi negeri Presiden Xi Jinping mengalami penurunan.

Setelah sebelumnya data PMI Manufaktur China mengalami penurunan aktivitas pabrik China untuk periode Mei ini kembali menyusut lebih cepat dari yang diharapkan. Ini dipicu oleh melemahnya permintaan yang kian menambah tekanan pada pembuat kebijakan untuk menopang pemulihan ekonomi yang tidak merata.

Biro Statistik Nasional (NBS) pada Rabu (31/6/2023) melaporkan Indeks manajer pembelian manufaktur (PMI) turun ke level terendah lima bulan di 48,8 tercatat turun dari 49,2 pada April. Angka PMI ini juga mematahkan perkiraan kenaikan menjadi 49,4.

Angka ini benar-benar di luar ekspektasi analis, termasuk produksi dan investasi, meningkatkan kekhawatiran tentang momentum pertumbuhan China. 

Untuk diketahui, data PMI kerap digunakan untuk memahami ke mana arah ekonomi dan pasar serta mengungkap peluang ke depan.

Ekonomi Asia sangat bergantung pada kekuatan ekonomi China, yang sedang terhuyung-huyung karena pemulihan pasca-Covid kehilangan momentum saat ini.

Setelah mengalami lockdown ketat akibat Covid-19, perekonomian China ternyata belum jua pulih. Alih-alih mencetak pertumbuhan yang tinggi setelah pembukaan kembali, impor China justru mengalami kontraksi.

Selain aktivitas pabrik, beberapa kota di China kini juga dilaporkan tengah bermasalah dengan utang. Jumlah utang menembus US$ 15,3 triliun atau Rp229.500 triliun.

Wuhan, kota di Provinsi Hebei tempat pertama kali Covid-19 merebak misalnya, secara terbuka menyebutkan nama ratusan debitur dalam sebuah artikel surat kabar lokal. Biro keuangan lokal Wuhan mencetak daftar 259 entitas yang berutang lebih dari 300 juta yuan.

Otoritas itu bahkan agar perusahaan-perusahaan itu melunasi kewajibannya sesegera mungkin. Selain Wuhan dan Kunming, Guizhou, salah satu provinsi termiskin di China, secara terbuka mengakui kegagalan mengatur keuangannya. Bahkan, meminta bantuan Beijing untuk menghindari gagal bayar.

Kabar ini tentu saja memunculkan kekhawatiran seperti Amerika, meski belum begitu mencuat tetapi ini menjadi hal yang patut diwaspadai. Financial Review melaporkan, besarnya utang pemerintah lokal tersebut bisa menjadi kabar buruk bagi para eksportir yang mengirim barang ke China.

Dari Amerika, Investor saat ini juga cenderung memasang mode wait and see terkait kebijakan The Fed, 13-14 Juni mendatang. Meskipun sinyal kenaikan suku bunga terlihat jelas pasca rilis data tenaga kerja yang masih kuat pekan lalu.

Departemen Tenaga Kerja pada Jumat (2/6/2023) melaporkan daftar gaji di sektor publik dan swasta meningkat sebesar 339.000 untuk bulan tersebut, lebih baik dari perkiraan Dow Jones yakni sebesar 190.000 dan mencatatkan pertumbuhan pekerjaan positif selama 29 bulan berturut-turut.

Sementara itu, tingkat pengangguran berada di 3,7% dibandingkan perkiraan 3,5%, tepat di atas level terendah sejak 1969.

Data ini tentu saja menjadi hal yang penting untuk menjadi pertimbangan The Fed terkait kebijakan suku bunganya ke depan.

Angka klaim awal pengangguran yang masih terkendali itu menjadi indikasi bahwa ekonomi Amerika Serikat masih solid. Selain itu juga menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih akan baik ke depan, sehingga akan mempengaruhi laju inflasi.

tidak membuat para pelaku pasar meyakini Bank Sentral AS (Federal Reserves/The Fed) akan menaikkan suku bunga pada pertemuan 14 Juni nanti.

Berdasarkan perangkat FedWatch sebesar 72,7 investor optimis The Fed akan menahan suku bunga di 5,00%-5,25%.

Kalau ini terjadi, maka menjadi kenaikan suku bunga The Fed selama 11 bulan berturut-turut dan menjadi yang tertinggi sejak 2007. Keputusan ini dilakukan the Fed sebagai langkah menjinakkan inflasi yang masih jauh dari target.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen (IHK) Mei mengalami inflasi sebesar 4% (year on year/yoy). Inflasi ini lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 4,33%.

Adapun, inflasi bulanan sebesar 0,09% (month to month/mtm) dan tahun kalender mencapai 1,10% (year to date/ytd).

Hasil rilis inflasi ini sejalan dengan polling ekonom yang memperkirakan inflasi (year on year/yoy) menembus 4,20% pada Mei. Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan pada April yang tercatat 4,33%.

Inflasi melandai karena harga barang akan kembali normal setelah melonjak pada periode Lebaran.

Komoditas penyumbang utama inflasi bulanan di antaranya adalah bawang merah, daging ayam ras, ikan segar, telur ayam ras, dan rokok filter.

Sementara itu, komoditas penyumbang utama inflasi tahunan adalah bensin, beras, rokok kretek filter, tarif kontrak rumah, dan bahan bakar rumah tangga.

Tapi jangan mudah berbangga hati karena Inflasi Turun! Penurunan tajam juga bisa menjadi sinyal jika ada pelemahan daya beli. Terlebih, penurunan inflasi inti yang sangat cepat terjadi sejak menjelang Ramadan dan Lebaran pada Maret 2023.

Tanda-tanda melandainya belanja sudah tercermin melalui sejumlah indikator, termasuk Mandiri Spending Index (MSI).Mandiri Spending Index (MSI) per 2 April 2023 menunjukkan nilai belanja pada Ramadan tahun ini jauh lebih kecil dibandingkan pada Ramadan tahun lalu.

Nilai belanja pada Ramadan 2023 tercatat 133,5, jauh lebih rendah dibandingkan pada Ramadan 2022 yang tercatat 159,9. Volume belanja pada Ramadan 2023 tercatat 155,9. Volume belanja tersebut lebih rendah dibandingkan pada Ramadan 2022 tercatat 179,4.

Inflasi diperkirakan terus melandai ke depan. Selain karena berakhirnya periode Lebaran, tidak ada faktor yang diperkirakan akan mendongkrak inflasi ke depan.

Inflasi kemungkinan baru akan melonjak kembali menjelang akhir tahun.Bank Mandiri memperkirakan inflasi akan menyentuh 3,6% pada akhir 2023. Sementara itu, Bank Danamon memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 3,8%.Namun, Bank Danamon melihat ada risiko ke depan.

Bagi pergerakan rupiah, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah tetap stabil dan kuat sejak akhir 2022 hingga saat ini.

"Rupiah kalau kita lihat year to date (ytd) dari akhir tahun sampai sekarang menguat 3,85 % dari tingkat Desember 2022 dan ini lebih baik dari India, Thailand bahkan juga Filipina," kata Perry Warjiyo, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (5/6/2023).

Perry mengatakan BI akan terus memastikan stabilitas nilai tukar rupiah ke depannya. Namun demikian, Perry mengingatkan bahwa pergerakan dolar yang memang masih cukup kuat.

Namun persoalan plafon utang AS yang telah disetujui, justru juga menjadi perhatian yang akan diawasi BI, sebab hal akan mempengaruhi nilai tukar rupiah.

Selain itu, Aktivitas manufaktur Indonesia pada Mei 2023 menunjukkan adanya penurunan permintaan.

S&P Global merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada hari ini, Senin (5/6/2023).

PMI Manufaktur Indonesia untuk periode Mei 2023 berada di level 50,3. Angka ini lebih rendah dibandingkan pada April 2023 yang tercatat 52,7. Indeks 50,3 adalah yang terendah sejak November 2022 atau enam bulan terakhir.

Laju ekspansi menurun ke posisi terendah dalam enam bulan, namun tetap memperpanjang kondisi laju pertumbuhan saat ini menjadi satu tahun.

Angka penurunan headline PMI Manufaktur di Indonesia, menurut S&P Global disebabkan adanya penurunan permintaan.

Berikut beberapa agenda penting terkait data ekonomi yang akan rilis hari ini:

  • Rilis data penjualan retail Inggris RBC (06:01)
  • Rilis data pengeluaran rumah tangga Jepang (06:30)
  • Rilis data penjualan retail Zona Eropa (04:00)
  • Rilis IBD/TIPP economic optimism (09:00)

 Hari ini pelaku pasar akan disuguhkan dengan beberapa agenda bursa dari dalam negeri, diantaranya:

  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) ASRI
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) ELSA
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) ITTG
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) JGLE
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) LAPD
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) MCOR
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) SCPI
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) dan RUPSLB  RAKPI
  • Rapat Umum Pemegang Saham (RUPST) SMAR
  • RUPST dan RUPSLB BRAM
  • RUPST dan RUPSLB GTSI
  • RUPST dan RUPSLB PSSI
  • RUPST dan RUPSLB RANC
  • RUPST dan RUPSLB SCCO
  • Pembagian dividen tunai ELPI
  • Pembagian dividen tunai PBSA
  • Pembagian dividen tunai OMED
  • Pembagian dividen tunai SILO
  • Pembagian dividen tunai SPTO

Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular