Pabrik Sepatu Adidas Cs Cabut, Pindah ke Brebes & Kendal?
Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan hingga puluhan ribu buruh pabrik sepatu dari brand kenamaan dunia seperti Adidas Cs. melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Banyak pegawai terkena PHK khususnya yang berada di wilayah penyangga Jakarta seperti Tangerang.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menyebut ada perbedaan nasib antara industri di kawasan penyangga dan daerah baru. Jika pabrik di kawasan penyangga kesulitan menanggung biaya gaji yang mengikuti upah minimum yang tinggi, maka pabrik di kawasan industri baru bisa lebih berkembang karena upah minimum cenderung kecil.
"Kalau Jateng tumbuh industri barunya seperti di Kendal, Brebes, Jepara. Ada rotasi produsen sepatu, tapi yang tergerus di Banten dan Tangerang seperti yang besar Niko Mas beberapa waktu lalu PHK, Chingluh ribuan di Tangerang, kemarin Panarub jadi belum terlalu baik, khususnya Banten, Tangerang, Jabar," katanya kepada CNBC Indonesia, Sabtu (27/5/2023).
Baru-baru ini, pabrik sepatu Panarub yang merupakan produsen dari sepatu Adidas melakukan PHK terhadap ribuan pegawainya. Jika dikalkulasikan dengan pabrik lain sejak awal pandemi Covid-19, maka jumlahnya bisa mencapai puluhan ribu. Pabrik-pabrik yang melakukan ekspor umumnya dari perusahaan besar.
"Orientasi ekspor adalah pabrik yang besar untuk ekspor, pasarnya tergantung permintaan luar negeri dan itu terpengaruh ekonomi global. Lalu ada industri kecil menengah mayoritas untuk pasar lokal, tapi gak sedikit teman-teman IKM mampu melakukan ekspor," sebut Ristadi.
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di industri alas kaki dan tekstil masih berlanjut. Belum lama ini, kabar PHK massal datang dari produsen sepatu Adidas yakni PT Panarub Industry di Tangerang, Banten. Sebanyak 1.400 karyawan dikabarkan terkena PHK.
Kabar PHK tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Utama PT Panarub Industry Budiarto Tjandra. Dia mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini disebabkan oleh situasi global yang masih kurang baik, sehingga menyebabkan permintaan terhadap alas kaki buatan Indonesia menjadi berkurang.
"Jadi kalau untuk situasi global saat ini masih kurang baik, kurang bagus untuk industri alas kaki. Karena kan industri alas kaki kita itu mayoritas ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Jadi kita tahu kondisi ekonomi di AS dan Eropa juga belum pulih. Jadi terdampak dari sana," ungkap Budiarto kepada CNBC Indonesia.
(wur/wur)