
Bos BI Hapus Kata Ini di Rapat Dewan Gubernur, Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan akan mencapai 4,5% hingga 5,3%.
Namun, tak seperti proyeksi sebelum-sebelumnya, bank sentral kali ini tidak bisa memastikan apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 bisa mencapai titik tertinggi atau tidak. Bahkan, BI sempat menuliskan proyeksi 4,5%-5,5%.
Perry menjelaskan, pada kuartal I-2023 berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,03%, dan meyakini pertumbuhan ekonomi hingga kuartal II-2023 juga masih tumbuh positif.
Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2023 yang diproyeksikan tumbuh membaik tercermin pada pertumbuhan positif penjualan eceran, ekspansi Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur, dan kenaikan keyakinan konsumen.
"Kinerja ekspor pada April 2023 juga masih kuat, di tengah membaiknya perekonomian global. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan tetap dalam kisaran 4,5% hingga 5,3%," jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (25/5/2023).
Padahal, pada proyeksi-proyeksi sebelumnya, selalu ada kalimat 'pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan bias ke atas'. Kalimat ini yang kemudian hilang dalam Rapat Dewan Gubernur BI 24-25 Mei 2023.
Perry pun mengakui bahwa kalimat 'pertumbuhan ekonomi diperkirakan bias ke atas' tersebut ditiadakan, karena sampai saat ini bank sentral masih mendalami lagi sejumlah faktor yang bisa membayangi ekonomi tanah air ke depan.
Sejumlah faktor itu salah satunya yakni masuknya Indonesia pada tahun politik, untuk pemilihan umum Presiden RI periode 2024-2028. Pergerakan investasi, terutama investasi bangunan akan menjadi satu hal yang akan terus diawasi dan diamati oleh Bank Indonesia.
Pasalnya, secara historis para pelaku usaha akan melihat dan menunggu dahulu atau wait and see dikala tahun politik. Sehingga secara keseluruhan tahun 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tidak seperti perkiraan BI sebelumnya.
"Kami yakin di kuartal II masih tinggi 5,1% tapi ke depan akan lihat pola investasi. Kalimat bias ke atas tidak kami masukan di kisaran. [...] Kalimat itu kami hapus untuk mendalami lagi, apakah titik tengah antara 4,5% hingga 5,5%," jelas Perry.
"Moga-moga pola tahun-tahun pemilu ada wait and see tidak memberikan tekanan yang kuat terhadap sikap atau perilaku dunia usaha untuk berinvestasi. Tapi kisaran masih sama 4,5% hingga 5,3%," kata Perry lagi.
(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ramalan Bos BI, PDB 3 Wilayah RI Ini Bisa Babak Belur di 2023
