
Gegara AS, RI Lama-lama Bisa 'Diabetes'!

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kerap mendapatkan 'harapan palsu' dari Amerika Serikat (AS), maklum negeri Paman Sam itu kerap membuat janji-janji manis atas investasi yang akan digelontorkan di Indonesia. Bak terus makan yang manis-manis, lama-lama Indonesia bisa terkena 'diabetes'.
Yang terbaru, Amerika Serikat (AS) bersama dengan negara-negara G7 termasuk Jepang berkomitmen untuk memberikan pendanaan percepatan transisi energi di Indonesia melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 294,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.718 per US$) kepada Indonesia.
Komitmen ini dituangkan melalui inisiasi Just Energy Transition Partnership (JETP) yang dicetuskan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Selasa (15/11/2022).
Namun janji tinggallah janji, ketika komitmen itu ditagih, belum ada tanda-tanda pendanaan tersebut bisa cair.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa janji percepatan pelaksanaan transisi energi termasuk oleh AS yang diumumkan melalui forum G20 lalu hanyalah omong kosong.
Nyatanya memang, pendanaan melalui Just Energy Transition Program (JETP) sebesar US$ 20 miliar untuk Indonesia sampai saat ini belum menemui titik terang.
Luhut menceritakan perjalanan kerjanya ke Washington DC, Amerika Serikat, salah satunya untuk menindaklanjuti JETP oleh AS dan Jepang. Saat itu Luhut menagih janji dana yang dilontarkan oleh AS, namun Luhut tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Justru, dalam cerita Luhut, AS diam saat ditanya dimana uang yang di gadang-gadang untuk Indonesia dalam rangka percepatan transisi energi menjadi energi bersih.
"Waktu saya di Washington sebulan lalu, kita paparin (rencana transisi energi) mereka sudah iya, terus saya bilang, where is the money? Ao ao ngomong doang," papar Luhut dalam acara 'Hilirisasi dan Transisi Energi Menuju Indonesia Emas', Jakarta, dikutip Rabu (10/5/2023).
Tidak takut, Luhut mengungkapkan kepada pihak Amerika Serikat bahwa jangan sampai AS mengatur Indonesia dalam mengambil kebijakan. "Kalau kamu kasih harga loan-nya sama dengan harga commercial loan, forget it, we can do it by our own, kenapa kalian ngatur-ngatur? Dia harus ngerti," tandas Luhut.
Bersamaan dengan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa JETP yang diinginkan Indonesia adalah yang berbentuk dukungan yang lebih riil.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE), Dadan Kusdiana mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan dukungan yang bukan melalui pinjaman komersial. Namun yang diharapkan oleh Indonesia merupakan dukungan yang nyata atau dukungan riil.
"JETP masih terus dilakukan pembahasan khususnya terkait komitmen pendanaan. Indonesia menginginkan support yg lebih riil, tidak business as usual misalkan melalui commercial loan," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/5/2023).
Investasi AS Kabur
Beberapa bulan lalu, perusahaan Petrokimia asal AS yakni Air Products and Chemical Inc menyatakan mundur dari konsorsium hilirisasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) bersama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan juga PT Pertamina (Persero) di Muara Enim, Sumatera Selatan.
Padahal, proyek ini cukup dibangga-banggakan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lantaran bisa menekan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang selama ini masih dibeli secara impor.
Luhut pun mengatakan saat ini pihaknya terus berupaya mencari pengganti Air Products. "Nanti kita akan beritahu segera (calon pengganti). Setelah saya selesai G7, akan ke China," ujar Luhut saat ditemui di Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Selain Air Products, yang mundur dari investasi di Indonesia adalah Chveron, perusahaan raksasa migas asal AS ini mundur dari operator proyek gas laut dalam atau Indonesia Deepwater Development (IDD) di Kalimantan Timur.
Pemerintah pun sedang mencari pengganti Chevron, dikabarkan perusahaan migas asal Italia yakni ENI yang akan menggantikan.
Hal tersebut dibenarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat dikonfirmasi perihal itu. Menurut Arifin proses perpindahan pengelolaan proyek IDD sendiri diharapkan dapat selesai pada akhir Mei 2023 ini. "IDD nanti keputusannya Insya Allah akhir Mei," kata Arifin saat ditemui di Kantor ESDM, dikutip Senin (8/5/2023).
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gempar AS Kucilkan RI Gegara China? Luhut Kasih Bukti Menohok
