Ngeri! 4 Tahun RI Bebas Virus Horor Babi, Sekarang Ganas Lagi

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
10 May 2023 12:50
Babi dibesarkan di peternakan Gordon dan Jeanine Lockie 28 April 2009 di Elma, Iowa. Peternak babi yang terpukul oleh kenaikan harga pakan kini dihadapkan pada anjloknya harga babi yang sebagian didorong oleh kesalahpahaman tentang hubungan Flu Babi dengan makan daging babi dan larangan impor daging babi AS mentah baru-baru ini oleh beberapa negara. (File Foto - Scott Olson/Getty Images)
Foto: Babi dibesarkan di peternakan Gordon dan Jeanine Lockie 28 April 2009 di Elma, Iowa. (File Foto - Getty Images/Scott Olson)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah 4 tahun, fenomena kematian massal babi akibat virus horor mematikan African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika kembali menyerang peternakan babi Indonesia. Sebelumnya, pada tahun 2019 lalu saat terjadi kasus virus ASF pertama kali di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Pulau Bulan sebagai daerah yang bebas ASF.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian (Barantan), Wisnu Wasisa Putra saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (10/5/2023).

"2019 kan pertama kali Indonesia masuk adanya demam babi (ASF) kemudian setelah masuk Indonesia itu memang penyebaran di lokasi," ungkapnya.

Barantan mengakui virus ASF tidak mudah dibasmi. Salah satunya belum ada vaksin yang bisa mematikan virus ini.

"Jadi Indonesia sudah ada ASF sejak 2019 nah tetapi pemerintah menetapkan beberapa usaha yang dianggap memenuhi syarat walaupun di daerah lain ada kasus ASF," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa menyayangkan kenapa virus mematikan pada babi ini kembali mengganas di Indonesia. Menurut dia, seharusnya pemerintah tidak abai agar virus ini tidak kembali menyerang peternakan babi di Indonesia.

"Hal yang perlu kita sesalkan, kejadian ini harusnya tidak terjadi jika memang pemerintah serius menangani kasus ASF ini. Ini kan kejadian yang sudah ada sejak 2019 ya, sudah 4 tahun yang lalu lho," kata I Ketut Hari Suyasa saat dihubungi dalam kesempatan berbeda.

Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)Foto: Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)
Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)

"Artinya, kalau ada kejadian begini lagi dan terus lagi ke setiap wilayah, berarti ada komunikasi dan informasi yang tidak nyambung di masyarakat. Paling tidak ada kekurangan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun kabupaten di dalam mengedukasi masyarakatnya terkait dengan pencegahan terhadap wabah, ini yang kita sesalkan," lanjut dia.

Hari menjelaskan, sebelumnya virus demam babi Afrika ini telah menyerang Indonesia pada akhir tahun 2019 lalu. Bermula dari wilayah Medan, kemudian menyebar ke wilayah peternakan babi lainnya. Bali menjadi salah satu wilayah yang sempat terserang virus ASF pada tahun 2019 lalu.

"Virus ASF ini (sebelumnya) sudah pernah menyerang Indonesia akhir tahun 2019. Kejadiannya diawali di Medan, tapi diawali sekali kejadiannya di China waktu itu," terangnya.

Lebih lanjut, Hari menyampaikan bahwa begitu besar biaya yang harus ditanggung oleh para peternak rakyat yang terdampak oleh virus ini. Apalagi, katanya, umumnya yang beternak babi adalah rakyat kecil atau miskin, sehingga jika peternak tersebut kehilangan beberapa babinya, maka nilai yang harus ditanggungnya terasa lebih besar.

"Bisa dibayangin gak jika kemudian satu ekor babi mereka hilang, yang nilainya bisa Rp 5-7 juta per ekor, kalau mereka rakyat kecil melihara anggap saja 10 ekor, berarti mereka menanggung kerugian hampir Rp 100 juta. Ukuran orang miskin, nilai itu sangat besar," terangnya.

Menurut dia, pemerintah sangat abai dalam upaya untuk mengantisipasi penyebaran virus ASF ini. Yang dikhawatirkan nantinya virus ini terus menyebar ke wilayah-wilayah yang saat ini masih steril dari virus.

"Di dalam konteks mencoba menjaga kesejahteraan rakyat, di situ pemerintah abai dalam upaya mereka untuk mengantisipasi penyebaran wabah yang sudah masuk ke Indonesia. Yang takutnya, ini nanti masuk juga ke Irian Jaya (Papua), ini tambah kacau lagi, karena Sulawesi sudah, Kalimantan sudah, ya tinggal Irian Jaya saja yang masih selamat," tutur dia.

Untuk itu, dia berharap pemerintah pusat bersama pemerintah daerah konsentrasi dengan serius dalam upaya mengelola penyebaran virus mematikan pada babi ini.

"Jangan kemudian berpikiran, babi ini diciptakan oleh Tuhan tapi diharamkan di bumi ini. Ini kan kacau urusannya. Babi ini gak ada yang ngurusin. Jujur saja, khusus babi ini kami merasa seperti dianaktirikan di negeri ini. Seakan-akan gak ada yang memperhatikan kami," pungkasnya.


(wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warning! Selain Batam, Kematian Massal Babi Terjadi di Sini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular