Warning! Bahaya Ancam Peternakan Babi di RI, Ini Faktanya

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
10 May 2023 09:50
Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)
Foto: Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)

Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena kematian massal babi akibat virus mematikan African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika telah mengancam peternakan babi Indonesia. Pasalnya, babi yang telah terjangkit virus tak akan bisa diselamatkan karena hingga saat ini masih belum ditemukan obat maupun vaksin untuk mengatasi persebaran virus tersebut.

Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa mengaku kaget mengapa peternakan babi di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau yang notabene-nya merupakan sebuah peternakan terkoloni dan dengan pengawasan biosecurity yang ketat dan sangat baik, tetapi pada akhirnya peternakan tersebut masih terdampak oleh wabah demam babi Afrika (ASF).

"Yang membuat kita agak sedikit kaget ya, kenapa kemudian Pulau Bulan yang notabene adalah peternakan yang terkoloni, terus saya percaya pengawasan terhadap biosecurity-nya juga ketat, sehingga kita kaget kenapa Pulau Bulan bisa terkontaminasi virus ASF," ungkap I Ketut Hari Suyasa kepada CNBC Indonesia, seperti dikutip Rabu (10/5/2023).

Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan babi-babi di Pulau Bulan bisa terjangkit virus mematikan tersebut. Pertama, virus ASF merupakan virus yang mudah menyebar, dan penyebaran dari virus tersebut melalui perantara orang, barang, dan hewan.

"Notabene virus (ASF) itu gak ada obat, gak ada vaksinnya, mortalitas-nya 100%, daya bunuhnya 100%, kecepatan sebarannya juga 100%," ungkap Hari.

Hari memberikan contoh, penyebaran virus bisa terjadi melalui perantara lintas orang yang masuk ke kandang dan tidak terkontrol dengan baik, armada yang mengangkut babi, alat tangkap yang digunakan, hingga bahan baku makanan ternak yang masuk ke wilayah Pulau Bulan berasal dari wilayah yang terkontaminasi virus ASF.

Selain itu, Hari menjelaskan, virus ASF juga bisa menyebar dari cara penguburan bangkai babi terjangkit virus ASF tidak sesuai protokol kesehatan yang benar.

Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)Foto: Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)
Peternakan babi di Batam Kepulauan Riau. (Dok. Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian)

"Maka (bangkai babi terjangkit virus) akan menjadi biang kehancuran untuk seterusnya, karena virus itu hidup di tiga hal, yaitu dingin, basah, dan gelap," ujar Hari.

"Kalau babi yang sudah terkontaminasi virus ASF kemudian ditanam begitu saja, maka di tanah yang dingin, di tanah yang lembab, dan di tanah gelap, virus itu akan hidup. Setiap peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau, virus itu akan menyerang lagi. ini berbahayanya," terangnya.

Maka, penanganan bangkai babi, menurut dia, menjadi hal yang sangat penting jika wilayah tersebut ke depannya masih ingin beternak babi lagi.

Tak hanya di Pulau Bulan, ternyata virus mematikan pada babi tersebut juga telah menyerang peternakan babi di daerah Gowa, Sulawesi.

"(Virus) ASF hari ini tidak hanya menyerang di Pulau Bulan saja, di Sulawesi juga kita lagi terdampak ASF saat ini, dan itu jutaan terpotensi terjadi masalah," ungkap I Ketut.

Hari mengungkapkan, saat ini di wilayah pulau Sulawesi tengah terjadinya kepanikan. Para peternak menjadi panic selling, karena babi ternak milik mereka terjangkit virus mematikan ini, sehingga mempengaruhi nilai jual produksi di tingkat masyarakat wilayah lainnya.

"Karena mereka yang di Sulawesi secara otomatis harus turunkan nilai jual agar konsumen mau ambil babi ke sana," ujar Hari.

"Daerah Goa sepertinya sudah mulai masuk, sudah mulai terjadi letupan-letupan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Hari menyesalkan kenapa kejadian ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Menurut dia, kejadian maraknya kematian babi karena terjangkit virus demam babi Afrika ini seharusnya tidak terjadi jika memang pemerintah serius menangani kasus ASF ini.

"Ini kan kejadian yang sudah ada sejak 2019 ya, sudah 4 tahun yang lalu loh. Artinya, kalau ada kejadian begini lagi dan terus lagi ke setiap wilayah, berarti ada komunikasi dan informasi yang tidak nyambung di masyarakat. Paling tidak ada kekurangan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun kabupaten di dalam mengedukasi masyarakatnya terkait dengan pencegahan terhadap wabah, ini yang kita sesalkan," ujar Hari.

Menurutnya, pemerintah masih abai di dalam upaya mereka untuk mengantisipasi penyebaran wabah yang sudah masuk ke Indonesia.

"Yang jadi ketakutan saya, ini nanti masuk juga ke Irian Jaya (Papua), ini tambah kacau lagi, karena Sulawesi sudah, Kalimantan sudah, ya tinggal Irian Jaya saja yang masih selamat," tutur dia.

"Bagaimana kemudian upaya pemerintah daerah ini untuk mengelola penyebaran wabah ini, maka peran penting dari pemerintah pusat untuk konsentrasi dan serius. Jangan kemudian berpikiran, babi ini diciptakan oleh Tuhan tapi diharamkan di bumi ini. Ini kan kacau urusannya. Babi ini gak ada yang ngurusin. Jujur saja, khusus babi ini kami merasa seperti di-anak-tirikan di negeri ini. Seakan-akan gak ada yang memperhatikan kami," ujarnya.

Untuk itu, para peternak babi meminta kepada pemerintah, bagaimana caranya agar kemudian wilayah yang belum terdampak oleh virus demam babi Afrika ini bisa diselamatkan. Misalnya, Manado yang masih belum terkena virus, tetapi mulai didekati oleh virus mematikan ini.

"Nah bagaimana upaya mereka, belajar lah dari Bali, harusnya begitu. Karena hanya Bali yang bisa memulihkan kondisinya secara cepat, dalam hitungan 1 tahun Bali sudah pulih lagi beternak. Yang notabene virus itu gak ada obat, gak ada vaksinnya, mortalitas 100%, daya bunuhnya 100%, kecepatan sebarannya juga 100%. Begitu hebatnya kita bisa memulihkan kondisi masyarakat kita dalam hitungan 1 tahun, kita sudah bisa beternak lagi," tutur dia.

Adapun langkah yang telah dilakukan para peternak babi di Bali sehingga mereka mampu mengatasi masalah ini dengan sangat cepat dan baik, ialah dengan mengedukasi masyarakat, serta dengan memanfaatkan kearifan lokal.

"Saya harap pemerintah pusat atau pemerintah daerah di wilayah-wilayah yang belum terdampak ASF itu belajar ke Bali. Agar rakyat tenang, agar rakyat bisa cepat memulihkan bagi yang sudah terdampak, bagi yang belum terdampak adalah bagaimana cara kita mengkanalisasi penyebaran wabah ini agar tidak meluas ke wilayahnya," sebutnya.

Sementara itu, Nuryani Zainuddin, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian selaku Otoritas Veteriner Nasional Indonesia menyampaikan, pihaknya telah bergerak cepat mengirimkan tim investigasi ke peternakan babi di Pulau Bulan dan menindaklanjuti adanya temuan kasus ASF di Pulau Bulan tersebut.

"Tim investigasi ke Pulau Bulan, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau mulai kami turunkan mulai tanggal 24 April hingga 28 April 2023," kata Nuryani dalam keterangan resminya, seperti dikutip, Selasa (9/5/2023).

Tim Investigasi yang terdiri dari staf Direktorat Kesehatan Hewan, Balai Veteriner Bukittinggi, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) serta Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Tanjung Pinang melakukan koordinasi dengan perusahaan yang diikuti dengan investigasi dan pengambilan sampel.

"Dari hasil Laboratorium Veteriner Kementan di Bukittinggi mengkonfirmasi memang ditemukan adanya kasus ASF di salah satu perusahaan peternakan yang berdampak terhadap penutupan impor babi hidup dari Pulau Bulan ke Singapura," ungkap Nuryani.

"Tim kami saat ini juga terus berkoordinasi dengan Otoritas Veteriner Provinsi Kepri dan telah dilakukan pembatasan lalu lintas babi hidup dan produknya dari Pulau Bulan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan depopulasi, disposal dan disinfeksi," imbuhnya.


(wur/wur)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Warning! Selain Batam, Kematian Massal Babi Terjadi di Sini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular