Warning! Selain Batam, Kematian Massal Babi Terjadi di Sini

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Selasa, 09/05/2023 18:14 WIB
Foto: Babi dibesarkan di peternakan Gordon dan Jeanine Lockie 28 April 2009 di Elma, Iowa. (File Foto - Getty Images/Scott Olson)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa menyampaikan bahwa saat ini tidak hanya di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau saja yang terjadi kematian massal pada babi karena terjangkit virus demam babi Afrika (African Swine Fever), melainkan di wilayah Sulawesi juga banyak babi mati karena terjangkit virus tersebut.

"(Virus) ASF hari ini tidak hanya menyerang di Pulau Bulan saja, di Sulawesi juga kita lagi terdampak ASF saat ini, dan itu jutaan terpotensi terjadi masalah," ungkap I Ketut Hari Suyasa kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/5/2023).

Hari mengungkapkan, saat ini di wilayah pulau Sulawesi tengah terjadinya kepanikan. Para peternak menjadi panic selling, karena babi ternak milik mereka terjangkit virus mematikan ini, sehingga mempengaruhi nilai jual produksi di tingkat masyarakat wilayah lainnya.


"Karena mereka yang di Sulawesi secara otomatis harus turunkan nilai jual agar konsumen mau ambil babi ke sana," ujar Hari.

"Daerah Gowa sepertinya sudah mulai masuk, sudah mulai terjadi letupan-letupan," ungkapnya.

Lebih lanjut, Hari menyesalkan kenapa kejadian ini masih terus berlanjut hingga saat ini. Menurut dia, kejadian maraknya kematian babi karena terjangkit virus demam babi Afrika ini seharusnya tidak terjadi jika memang pemerintah serius menangani kasus ASF ini.

"Ini kan kejadian yang sudah ada sejak 2019 ya, sudah 4 tahun yang lalu loh. Artinya, kalau ada kejadian begini lagi dan terus lagi ke setiap wilayah, berarti ada komunikasi dan informasi yang tidak nyambung di masyarakat. Paling tidak ada kekurangan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun kabupaten di dalam mengedukasi masyarakatnya terkait dengan pencegahan terhadap wabah, ini yang kita sesalkan," ujar Hari.

Hari menerangkan bahwa begitu besar biaya yang harus ditanggung para peternak babi jika babi milik mereka terdampak wabah. Dan umumnya, kata dia, para peternak babi merupakan rakyat miskin, sehingga jika ada kematian pada satu ekor babi saja yang di mana nilai per ekornya bisa mencapai Rp 5-7 juta, nilai itu menjadi nilai yang sangat besar bagi mereka.

Foto: Babi di kandang mereka di sebuah peternakan di pinggiran Chengdu di provinsi Sichuan barat daya China 02 Agustus 2005. (File Foto - AFP via Getty Images/PETER PARKS)
Babi di kandang mereka di sebuah peternakan di pinggiran Chengdu di provinsi Sichuan barat daya China 02 Agustus 2005. China telah memerintahkan pemerintah daerah di seluruh negeri untuk memperketat pengawasan pasar babi dan peternakan babi untuk mencegah penyakit babi mematikan yang diidentifikasi sebagai bakteri streptococcus suis yang sejauh ini telah menewaskan 38 orang di provinsi itu agar tidak menyebar lebih jauh, kata media pemerintah. (File Foto - credit should read PETER PARKS/AFP via Getty Images)

"Berapa besar biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat ternak kita kalau dia terdampak wabah. Hampir semua wilayah yang peternak babi itu dominan adalah rakyat kecil. Bisa dibayangin gak jika kemudian satu ekor babi mereka hilang, yang nilainya bisa Rp 5-7 juta per ekor, kalau mereka rakyat kecil melihara.. anggap saja 10 ekor, berarti mereka menanggung kerugian hampir Rp 100 juta. Ukuran orang miskin, itu nilai yang sangat besar," terangnya.

Menurutnya, pemerintah masih abai di dalam upaya mereka untuk mengantisipasi penyebaran wabah yang sudah masuk ke Indonesia.

"Yang jadi ketakutan saya, ini nanti masuk juga ke Irian Jaya (Papua), ini tambah kacau lagi, karena Sulawesi sudah, Kalimantan sudah, ya tinggal Irian Jaya saja yang masih selamat," tutur dia.

"Bagaimana kemudian upaya pemerintah daerah ini untuk mengelola penyebaran wabah ini, maka peran penting dari pemerintah pusat untuk konsentrasi dan serius. Jangan kemudian berpikiran, babi ini diciptakan oleh Tuhan tapi diharamkan di bumi ini. Ini kan kacau urusannya. Babi ini gak ada yang ngurusin. Jujur saja, khusus babi ini kami merasa seperti di-anak-tirikan di negeri ini. Seakan-akan gak ada yang memperhatikan kami," ujarnya.

Hari memberi contoh kematian massal babi yang terjadi di daerah Bali pada beberapa tahun lalu, dia menyebut tidak ada satu pun dari pemerintahan yang menolong para peternak babi.

"Rakyat menangis, gak ada satupun kemudian yang bisa menolong kami sampai hari ini, termasuk pemerintah daerah kami sendiri. Saya mencoba meminta agar diberikan bantuan berupa bantuan bibit misalnya, sampai hari ini anggaran itu gak ada yang keluar. Cukup miris kita," kata Hari.

Sedangkan, lanjut dia, penggerak ekonomi dari setiap wilayah yang beternak babi adalah mereka para peternak babi. "Suka gak suka, diakui tidak diakui, di Kalimantan juga mereka sebagai penggerak ekonomi, di Sulawesi juga, termasuk Sumatera, NTT, dan Bali. Walaupun Bali sangat kencang dengan pariwisata, tetapi babi di Bali bukan saja produk ekonomi bagi masyarakat Bali, tetapi juga merupakan produk budaya," ujarnya.

Untuk itu, para peternak babi meminta kepada pemerintah, bagaimana caranya agar kemudian wilayah yang belum terdampak oleh virus demam babi Afrika ini bisa diselamatkan. Misalnya, Manado yang masih belum terkena virus, tetapi mulai didekati oleh virus mematikan ini.

"Nah bagaimana upaya mereka, belajar lah dari Bali, harusnya begitu. Karena hanya Bali yang bisa memulihkan kondisinya secara cepat, dalam hitungan 1 tahun Bali sudah pulih lagi beternak. Yang notabene virus itu gak ada obat, gak ada vaksinnya, mortalitas 100%, daya bunuhnya 100%, kecepatan sebarannya juga 100%. Begitu hebatnya kita bisa memulihkan kondisi masyarakat kita dalam hitungan 1 tahun, kita sudah bisa beternak lagi," tutur dia.

Adapun langkah yang telah dilakukan para peternak babi di Bali sehingga mereka mampu mengatasi masalah ini dengan sangat cepat dan baik, ialah dengan mengedukasi masyarakat, serta dengan memanfaatkan kearifan lokal.

"Saya harap pemerintah pusat atau pemerintah daerah di wilayah-wilayah yang belum terdampak ASF itu belajar ke Bali. Agar rakyat tenang, agar rakyat bisa cepat memulihkan bagi yang sudah terdampak, bagi yang belum terdampak adalah bagaimana cara kita mengkanalisasi penyebaran wabah ini agar tidak meluas ke wilayahnya," pungkasnya.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Resor Rp130 Triliun Dibangun di Singapura, Termewah se-Asia