
AS Bisa Gagal Bayar di Juni, Nasib RI Gimana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Janet Yellen menghadapi tantangan berat terkait dengan alotnya pembahasan untuk menaikkan plafon utang. Dewan Perwakilan Rakyat (AS) bertekad untuk menaikkan batas utang nasional.
Akan tetapi, rencana ini harus diikuti dengan syarat pemotongan drastis anggaran belanja. Tarik menarik ini menimbulkan kebuntuan bagi pemerintah dan DPR.
Alhasil, risiko gagal bayar semakin intens. Yellen pun memberikan sinyal potensi gagal bayar bisa terjadi pada awal Juni.
"Perkiraan terbaik kami adalah bahwa kami tidak akan dapat terus memenuhi semua kewajiban pemerintah pada awal Juni, dan berpotensi paling cepat 1 Juni, jika Kongres tidak menaikkan atau menangguhkan batas utang sebelum waktu itu," kata Yellen dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Ketua DPR Kevin McCarthy dan para pemimpin lainnya, dikutip dari AFP, Selasa (2/5/2023).
Utang Amerika Serikat (AS) menembus US$ 31 triliun atau sekitar Rp 460.000 triliun (kurs Rp 14.900/US$) untuk pertama kalinya pada Oktober tahun lalu. Hingga saat ini, utang tersebut terus naik. Adapun, AS diperkirakan tidak akan mengalami gagal bayar.
Ekonom Senior Raden Pardede mengungkapkan, secara historis, negara adidaya itu sudah 78 kali menaikkan tingkat pembiayaan utang. AS pun tidak pernah mengalami gagal bayar.
Pasalnya, pada akhirnya otoritas setempat dengan mudah mengeluarkan surat utangnya lagi.
"Jadi mereka (AS) tidak akan default, karena membayar utang dengan mencari utang lagi. Jadi, sudah seperti gali lubang, tutup lubang," jelas Raden Pardede kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (5/2/2023).
Lantas, bagaimana efeknya terhadap ekonomi Indonesia?
Raden Pardede mengungkapkan dampak langsung persoalan AS gagal bayar utang ke pasar keuangan tanah air tidak akan signifikan. Sebab, eksposur bank-bank di dalam negeri terhadap US Treasury sangat kecil.
"Saya belum pernah lihat bank-bank di dalam negeri mereka punya surat utang AS. Demikian juga di asuransi dan dana pensiun Indonesia. Meskipun default, dampak ke perusahaan-perusahaan keuangan di dalam negeri sangat minim, kecil sekali," jelas Raden.
Justru menurut Raden, gagalnya bayar utang AS bisa berdampak kepada likuiditas bank sentral, seperti Bank Indonesia (BI). Mengingat hampir seluruh bank sentral di dunia memegang surat utang AS.
Raden menyebut, China bahkan memegang surat utang AS sampai US$ 800 triliun, Jepang US$ 1,1 triliun.
"Sementara Bank Indonesia, saya tidak tahu, mungkin ada US$ 10 sampai 30 miliar. Dampaknya, hanya penundaan pembayaran utang. Akan ada dampaknya ke central bank dan perusahaan-perusahaan keuangan," tutur Raden.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Utang AS 'Jebol'! Negeri Paman Sam Terancam Gagal Bayar
