
Ada Insentif, Adopsi Kendaraan Bisa Listrik Lebih Cepat

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Kadin Indonesia dan ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC), Arsjad Rasjid memberikan dukungan penuh atas program insentif kendaraan listrik dari pemerintah. Adanya insentif menurutnya bisa mempercepat adopsi kendaraan listrik lebih cepat dan mencapai target 2 juta unit di 2025.
Sebagaimana diketahui, Indonesia masih tertinggal dalam hal adopsi kendaraan listrik dibandingkan dengan negara ASEAN lain seperti Thailand dan Malaysia. Riset McKinsey pada 2021 mencatat Thailand berhasil memperoleh persentase adopsi kendaraan listrik sebesar 0,7% dan Malaysia sebesar 0,3%. Sedangkan Indonesia baru mampu melakukan adopsi kendaraan listrik sebesar 0,1%.
Keterlambatan adopsi dari kendaraan listrik di Indonesia disebabkan karena adanya harga yang masih terbilang cukup tinggi bagi masyarakat untuk berpindah dari kendaraan non listrik menjadi kendaraan listrik. Sedangkan untuk negara Thailand dan Malaysia, terdapat berbagai insentif yang mampu mendorong masyarakatnya untuk berpindah mengadopsi kendaraan listrik.
Untuk itulah, Indonesia juga mengeluarkan berbagai insentif yang mampu membantu masyarakat dan ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia berkembang lebih cepat. Salah satunya Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai Untuk Transportasi Jalan.
Perpres tersebut berisi Pemerintah Indonesia yang menargetkan terjadinya adopsi kendaraan listrik hingga 2 juta unit pada 2025. Melalui Perpres ini juga, akan diupayakan sebuah insentif bagi seluruh lapisan masyarakat untuk bisa membeli kendaraan listrik berupa mobil atau motor.
"Program insentif ini merupakan bukti komitmen dari Pemerintah Indonesia yang tidak lama lagi akan mengadopsi penuh penggunaan kendaraan listrik sekaligus menjadi raksasa industri kendaraan listrik," ujar Arsjad dalam keterangan tertulis, Kamis (13/4/2023).
Bagi konsumen, pemerintah telah memberikan bantuan berupa potongan harga sebesar Rp 7 juta untuk pembelian motor listrik baru melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan motor listrik konversi melalui Kementerian Perindustrian.
Bantuan ini akan berlaku selama dua tahun, yaitu di 2023 hingga 2024, dan hanya untuk 1 juta motor listrik baru dan konversi. Arsjad berharap agar realisasi pemberian insentif kendaraan untuk mobil dan bus listrik dapat segera terlaksana, setelah sebelumnya insentif motor listrik telah diberlakukan.
Bagi para pelaku industri kendaraan listrik, terdapat insentif fiskal yang diberikan yaitu, tax holiday hingga 20 tahun, super deduction tax hingga 300% untuk pengembangan dan penelitian, pembebasan PPN untuk barang tambang termasuk bijih nikel sebagai bahan baku pembuatan baterai.
Kemudian juga untuk pembebasan PPN atas impor dan perolehan barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik untuk industri kendaraan bermotor, dan PPNBM untuk mobil listrik dalam negeri, serta program Kementerian Perindustrian sebesar 0% dibandingkan kendaraan PPNBM non listrik 15%.
Selain itu, biaya masuk impor mobil atau Incompletely Knock Down (IKD) dan bea masuk Completely Knock Down (CKD) juga akan ditiadakan melalui kerja sama FPI dan CEPA termasuk Korea dan China.
Terakhir, pajak daerah berupa pengurangan bea balik nama kendaraan bermotor (BBN) kendaraan bermotor dan pajak kendaraan bermotor (PKB) sebesar 90%. Secara akumulatif, insentif-insentif tersebut akan mencapai 32% harga jual untuk mobil listrik dan 18% untuk harga jual motor listrik selama perkiraan masa hak pakainya.
Selaku Ketua ASEAN-BAC, Arsjad juga mengungkapkan bahwa percepatan penggunaan kendaraan listrik di Indonesia sejalan dengan salah satu isu prioritas ASEAN-BAC terkait pembangunan berkelanjutan.
"Kami telah melakukan roadshow ke berbagai negara di kawasan ASEAN seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam, seluruhnya mengatakan bahwa dekarbonisasi industri, beberapa diantaranya melalui penggunaan kendaraan listrik serta industri manufaktur kendaraan listrik dan baterai perlu terus untuk kita kembangkan," imbuhnya.
Untuk mendukung adanya dekarbonisasi industri, ASEAN Net Zero Hub dan Carbon Center of Excellence telah didirikan untuk mempromosikan kolaborasi, berbagi pengetahuan, dan praktik terbaik terkait dekarbonisasi industri serta memungkinkan mekanisme karbon dan kemajuan di seluruh kawasan ASEAN.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lawatan Ke Malaysia, Kadin Dorong Inovasi & Ekonomi ASEAN
