
RI Dikucilkan, Luhut Siap Terbang ke AS Untuk Lobi-lobi

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan akan berbicara dengan pihak Amerika Serikat (AS) perihal Free Trade Agreement (FTA) agar Indonesia tidak 'dikucilkan' dengan tidak diberi IRA atau Inflation Reduction Rate (IRA).
Hal itu berkenaan dengan Amerika Serikat (AS) yang tidak memberikan paket subsidi hijau bagi mineral dari Indonesia yakni nikel untuk baterai kendaraan listrik di AS.
Pemerintah AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan EV di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu ke depan. Undang-undang ini mencakup US$ 370 miliar dalam subsidi untuk teknologi energi bersih.
Namun, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) secara penuh, karena Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS.
Dengan begitu, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Septian Hario Seto menyatakan bahwa Menko Marves Luhut akan berangkat ke AS pada Selasa (11/4/2023), untuk membicarakan perihal itu.
Seto menjelaskan bahwa Menko Marves Luhut akan bernegosiasi perihal kesepakatan antara Indonesia dengan AS lebih lanjut lagi perihal FTA mineral kritis di Indonesia. "Jadi ya, hari Selasa ini, Pak Menko akan kesana (AS) dan kita akan negosiasi terkait hal ini," ujarnya saat Konferensi Pers, di gedung Kemenko Marves, Senin (10/4/2023).
Dia menyebut, pada 2 pekan lalu AS juga baru saja bersepakat dengan Jepang untuk FTA khusus critical mineral ini.
"Jadi kan IRA ini kan kita harus ada FTA. Kita kan belum punya, bukan berarti kita tak bisa, tapi kita belum punya FTA saja. Sebelumnya 2 minggu yang lalu kan mereka buat kesepakatan dengan Jepang, sebelumnya kan mereka gak ada FTA. Jadi, dengan Jepang ini ada deal-nya juga, untuk critical mineral," jelasnya.
Lebih lanjut, Seto mengatakan bahwa Indonesia bukan satu-satunya negara yang belum memiliki FTA dengan AS. Seto menjelaskan bahwa negara yang sudah memiliki FTA dengan AS baru 17 negara.
"Kan banyak juga kan cuma ada 16 plus Jepang, ada 17 negara yang punya FTA dengan Amerika. Jadi banyak sekali negara yang tidak punya FTA kalau tidak punya berarti tidak eligible untuk IRA," tegasnya.
Selain itu, pada kesempatan yang sama, Menko Marves Luhut juga mengungkapkan bahwa nantinya jika AS tidak segera menjalin kerja sama dengan Indonesia atau Free Trade Agreement (FTA) maka yang akan rugi adalah pihak AS itu sendiri.
"Kita akan bicara (dengan AS), karena kalau tidak, mereka akan rugi juga dan green energy yang kita punya untuk proses prekursor katoda itu mereka nggak dapat dari Indonesia karena kita nggak punya free trade agreement dengan mereka," tegasnya saat konferensi pers di gedung Kemenko Marves, Senin (10/4/2023).
"Konteks ini kita masih oke. Misal nanti kita ketemu dengan Ford hari Sabtu di Amerika dan Tesla juga," tambah Luhut.
Sebelumnya, Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia mendesak Amerika Serikat (AS) untuk lebih adil dalam pemberian subsidi hijau bagi mineral untuk kendaraan listrik. Kadin prihatin atas 'pengucilan' terhadap mineral kritis Indonesia dari paket subsidi Amerika Serikat untuk teknologi hijau.
Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menyatakan Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS akan kendaraan listrik dan baterai. Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama.
"Nikel menjadi bahan yang penting untuk produksi baterai kendaraan listrik," ungkap Arsjad, Selasa (4/4/2023).
Arsjad menekankan pentingnya melihat Indonesia dan ASEAN sebagai alternatif untuk China. Ia berharap Amerika Serikat akan memberikan status yang setara kepada anggota Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) dengan negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Amerika Serikat.
"Kami sedang berdiskusi tentang IPEF, dan semangat perjanjian itu adalah kerja sama. Jika Amerika mengecualikan ASEAN, rasanya sangat tidak adil," ujar Arsjad.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Di Depan Pengusaha Dunia, Luhut Pamer 'Harta Karun' RI