CNBC Insight

"Kemesraan" Arab Saudi-China Sudah Terbukti, Sejak Zaman Nabi

News - MFakhriansyah, CNBC Indonesia
31 March 2023 11:00
Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman menyambut Presiden China Xi Jinping di Riyadh, Arab Saudi 8 Desember 2022. (Saudi Press Agency/Handout via REUTERS) Foto: Putra Mahkota Saudi Mohammed Bin Salman menyambut Presiden China Xi Jinping di Riyadh, Arab Saudi 8 Desember 2022. (REUTERS/SAUDI PRESS AGENCY)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga kini ada ungkapan terkenal dari jazirah Arab yang berbunyi "Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China". Konon, ungkapan tersebut adalah hadist atau perkataan Nabi Muhammad SAW yang dikisahkan oleh para sahabatnya.

Meski begitu, tidak sedikit yang menganggap hadist tersebut bersifat lemah. Tapi, terlepas dari lemah atau kuatnya, ungkapan tersebut bisa menjadi pintu masuk untuk menelusuri kemesraan China dengan Arab Saudi atau negara Arab lain pada umumnya. 

Jika benar ungkapan itu muncul dari zaman nabi yang hidup tahun 534-632 Masehi, maka China berarti sudah memiliki reputasi yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Menurut Yang Fuchang dalam "China-Arab Relations in the 60 Years' Evolution" (Journal of Middle Eastern and Islamic Studies, 2018), hadirnya ungkapan tersebut mengindikasikan bahwa China telah dianggap memiliki kejayaan besar di jazirah Arab pada saat itu. 

Pernyataan ini tidak keliru. Sebab, jika masa hidup Muhammad (570-632 Masehi) didudukkan dalam sejarah global, maka benar China sedang berada di masa kejayaan. 

Menurut Sumanto Al Qurtuby, selama Muhammad hidup itu China berada di bawah Dinasti Tang. Dinasti itu sukses membawa China mencapai Golden Age atau masa keemasan karena memiliki perkembangan pesat di sektor politik, ekonomi, pendidikan, dan teknologi.

"Ibukota Dinasti Tang, Chang'an (kini Xi'an), menjelma menjadi kota kosmopolitan dan pusat peradaban yang masyhur kala itu. Banyak para sastrawan, sarjana, dan ilmuwan hebat lahir pada masa ini," tulis Sumanto Al Qurtuby di Islami.

Dari fakta tidak terbantahkan ini, lalu bagaimana Muhammad bisa tahu ada negeri bernama China? Jawabannya adalah jalur sutra (Silk road) yang sudah ada sejak 2 ribu tahun lalu atau tepatnya tahun 130 Sebelum Masehi. 

Membentang sepanjang 6 ribu kilometer, dari China ke Asia Tengah dan berakhir di Timur Tengah, jalur sutra menjadi saksi bisu interaksi orang-orang Cina dan Arab untuk pertama kalinya. Sepanjang itulah, terjadi pertukaran gagasan dan produk yang membuat wilayah di sepanjang jalur perdagangan itu menjadi tercerahkan dan berkembang.

Daerah domisili Muhammad saja, yakni Mekkah dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan. Karen Amstrong dalam Muhammad Sang Nabi (2001) menyebut, Mekkah sudah dikenal sebagai penghubung jaringan perdagangan antara Mediterania Timur dengan peradaban Eropa dan China.

Jadi, di Mekkah pasti ada barang-barang dari Barat dan Timur, termasuk China. Maka, tak heran kalau China sudah dikenal oleh masyarakat jazirah Arab.

"Jadi sangat wajar sekali kalau kemudian beliau menyuruh kaum Muslim untuk belajar dan menempuh ilmu meskipun sampai ke Negeri China (Bahasa Arab: Shin)," tulis Sumanto yang kini menjadi Guru Besar di King Fahd University.

Ketika Muhammad meninggal, sahabatnya Khalifah Usman bin Affan juga tercatat memerintahkan Sa'ad bin Abi Waqash untuk memimpin delegasi ke China. Menurut Iqbal Shafi dalam "A Brief History of Muslims in China" (Institute of Strategic Studies Islamabad, 1983), kedatangan delegasi itu membuat penduduk China bersentuhan dengan syiar-syiar Islam untuk pertama kalinya. 

Namun memang, kemesraan China-Arab yang terjalin mapan tiba-tiba runtuh ketika konsep negara terbentuk sejak abad ke-20. Kemunculan Arab Saudi dan China menimbulkan gesekan. 

Mengutip Jonathan Fulton dalam "Stranger to Strategic Partners: Thirty Years of Sino-Saudi Relations (2020)", keduanya lantas bersikap antagonistik. Arab Saudi, yang dekat bersama AS, memandang China negara komunis yang harus dimusuhi sedangkan China memandang Arab Saudi adalah negara kuno karena menganut sistem feodalisme kerajaan.

Atas sikap seperti inilah, kemesraan era jalur sutra hilang. Keduanya memilih tidak menjalin hubungan diplomatik.

Satu momen yang membuat keduanya mesra kembali adalah Perang Iran-Irak tahun 1980-an. Saat itu Arab Saudi membutuhkan rudal nuklir untuk pertahanan negara karena takut diserang Iran.

Karena AS tak memberi izin, maka Arab Saudi mendekati China. Singkat cerita, mengutip riset T.Y. Wang dalam "Competing for Friendship: The Two China and Saudi Arabia" (Arab Studies Quarterly, 1993), Arab Saudi berhasil mendapatkan rudal dari China.

Pada titik ini, terjadi peralihan dukungan Arab Saudi, dari sebelumnya AS ke China. Hal inilah yang membuat kedua negara berniat menjalin hubungan diplomatik.

Arab Saudi menawarkan minyak melimpah. Lalu China menawarkan persenjataan dan kekuatan ekonomi yang akan mengalahkan barat. Akibat penawaran tinggi inilah Saudi-China resmi menjalin hubungan diplomatik pada 21 Juli 1990.

Kini, hubungan diplomatik itu kian terasa dan membuktikan bahwa keduanya tidak salah langkah. Keunggulan China yang tidak merecoki internal negara lain dan hanya fokus bisnis, tidak seperti AS, membuat Saudi senang. 

Baru-baru ini, China mendamaikan Saudi-Iran. Bahkan, Saudi sekarang memutuskan untuk meninggalkan AS dan bergabung dengan Shanghai Organization Cooperation (SOC), besutan China. 


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

8 Kontroversi Arab Saudi Pantai Bikini Hingga Ka'bah Baru


(mfa/sef)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading