Mobil Listrik Kian Dimanja, Awas Muncul Anak Emas-Anak Tiri

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
Selasa, 21/03/2023 16:15 WIB
Foto: Tes bahan bakar B40 ke mobil saat uji coba dan uji jalan atau road test kendaraan dengan bahan bakar biodiesel campuran minyak sawit 40% (B40) di Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu, (27/7/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah diminta memberlakukan program kendaraan listrik dan biodiesel secara seimbang, baik dari dukungan kebijakan maupun insentif.

Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, pemerintah juga perlu memberikan insentif untuk pengembangan program B35, B40, hingga B100.

"Harus ada dukungan dan insentif yang seimbang bagi industri bioenergi dan pertanian," kata Yannes kepada CNBC Indonesia, Selasa (21/3/2023).


"Misalnya, memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi bahan baku bioenergi, mendukung penelitian dan pengembangan teknologi bioenergi yang lebih efisien dan ramah lingkungan, serta memastikan keberlanjutan program dengan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan," tambahnya.

Dia menjelaskan, sebenarnya program B35 dan B40 yang diluncurkan pemerintah Indonesia sejak 2018 juga melibatkan petani kelapa sawit.

Pemerintah, lanjutnya, bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) untuk memastikan kelapa sawit bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel.

"Pemerintah juga memberikan insentif harga pada petani kelapa sawit untuk mendukung penggunaan biodiesel," kata dia.

"Tetapi, kebijakan pemerintah memang masih lebih memihak pengusaha besar yang lebih dapat dijamin kualitas dan kuantitas produksinya. Dibandingkan memperhatikan kepentingan petani kecil," cetusnya.

Hal itu, imbuh dia, karena petani kecil dengan berbagai keterbatasan, masih menghadapi kendala teknis kualitas. Juga volume tetap CPO per satuan waktu yang dibutuhkan untuk produksi biodiesel. Akibatnya, petani kecil masih kesulitan untuk memasok bahan baku tersebut.

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah meluncurkan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) akibat tekanan dari negara-negara maju agar Indonesia turut serta dalam program peningkatan kualitas lingkungan hidup dunia. Salah satunya melalui Paris Agreement tahun 2015 lalu.

"Hanya dengan pengembangan yang seimbang antara kendaraan listrik dan program B35, B40, hingga B100, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan energi transportasi di Indonesia secara berkelanjutan. Dan menciptakan dampak positif bagi perekonomian, sosial dan lingkungan," kata Yannes.

Untuk itu, lanjut dia, perlu pendekatan kolaboratif lintas Kementerian Perindustrian, ESDM, Perhubungan, LHK, Keuangan, Komunikasi dan Informatika, PUPR, Pertanian, Pertambangan, Sosial, juga Pendidikan secara seimbang dan bijaksana.

"Hanya melalui kerja sama yang baik dapat tercipta sinergi dan kolaborasi yang efektif dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan dan sosial," ujarnya.

"Jika tidak nanti akan muncul 'anak emas' dan 'anak tiri', akibatnya tujuan tak tercapai," pungkas Yannes.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RUPTL 2025-2034, Ambisi Besar atau Sekedar Janji Energi Hijau?