
Rencana Ambil Alih Blok 15 GBK Bertentangan dengan UU

Dalam Hukum Tanah Nasional dikenal asas-asas yang berlaku mengenai penguasaan tanah dan perlindungan serta kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah, antara lain bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun (juga untuk proyek-proyek kepentingan umum); perolehan tanah yang dihaki seseorang harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk menerimanya. Dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah haknya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaan lembaga "penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan Negeri" seperti diatur dalam Pasal 1404 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Bila dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang lain, sedangkan musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, maka dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara "pencabutan hak" yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961. Dalam memperoleh atau pengambilan tanah, baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunannya, dan tanaman pemegang hak, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang dideritanya, sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.
Dengan demikian untuk mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum sekaligus untuk membela hak-hak dan kepentingannya atas pembaruan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tersebut, PT Indobuildco telah mengajukan gugatan tata usaha negara melawan Menteri ATR/BPN yang tercatat dalam register perkara nomor 71/G/2023/PTUN.JKT pada 28 Februari 2022 terkait dengan Surat Keputusan Kepala BPN No. 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 karena menurut kami, Surat Keputusan ini harus dinyatakan batal demi hukum khususnya terkait HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Gugatan tersebut saat ini sedang diproses di Pengadilan Tata Usaha Negara dan biarlah proses hukum ini berjalan apa adanya tanpa adanya intervensi dari manapun, karena negara kita adalah negara hukum. Selain gugatan tata usaha negara, PT Indobuildco juga mencadangkan (reserve) hak keperdataannya untuk melakukan gugatan ganti rugi atas seluruh tanah dan bangunan serta hasil-hasil pembangunan termasuk pengembangannya kepada Pemerintah cq. Kemensetneg.
Kesimpulan dan Penutup
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 169/HPL/BPN/89 tanggal 15 Agustus 1989 tentang pemberian Hak Pengelolaan atas nama Sekretariat Negara Cq. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan, dalam konsideran MEMUTUSKAN antara lain ditetapkan bahwa terhadap tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir, baru akan termasuk di dalam HPL pada saat berakhirnya HGB dan HP tersebut. Ketentuan yang tercantum dalam Surat Keputusan pemberian HPL ini tidak dikenal dalam Hukum Tanah Nasional. Berdasarkan hukum Tanah Nasional, HPL diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dimana di atasnya tidak terdapat hak-hak atas tanah. Apabila di atas tanah dimaksud telah terdapat hak atas tanah pihak lain yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku, maka harus dilakukan pelepasan hak terlebih dahulu dari pemilik hak sebelum HPL diberikan.
Di samping itu, dalam Hukum Tanah Nasional dikenal asas pemisahan horizontal sebagaimana telah disebutkan di atas yaitu hak atas tanah dipisahkan dengan hak lain yang ada di atas tanah tersebut. Oleh karena itu, pemberian HPL atas tanah tidak bisa mengabaikan hak yang sebelumnya telah ada di atas tanah tersebut. Di atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora terdapat Hotel dan seluruh fasilitas dan usaha/bisnis milik PT Indobuildco, yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Jadi pemberian HPL No. 1/Gelora di atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tersebut bertentangan dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional.
Saat ini tentu saja tidak ada alasan BPN/ATR untuk menolak permohonan pembaruan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Apalagi, kami mendapat informasi bahwa beberapa HGB lain di kawasan HPL No. 1/Gelora sudah diperpanjang antara lain seperti Hotel Mulia, Plaza Senayan dan Senayan City.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]