
Rencana Ambil Alih Blok 15 GBK Bertentangan dengan UU

Kronologis keberadaan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora dimulai pada tahun 1970 dimana pada waktu itu tercetus niat untuk memanfaatkan hamparan tanah kosong di daerah Gelora Senayan yang merupakan tanah negara bebas yang tidak pernah diberikan hak atas tanah kepada siapapun. Pada tahun 1971, Pemerintah DKI cq. Ali Sadikin meminta kepada almarhum Ibnu Sutowo untuk membangun hotel untuk kepentingan konferensi PATA di atas tanah tersebut. Oleh karena itu, terbitlah SK Gub. DKI No. 1744/71 tanggal 21 Agustus 1971 yang intinya menyatakan tanah ex-Jakindra seluas 13 ha diberikan kepada PT Indobuildco dengan pembayaran kompensasi yang jumlahnya jauh lebih besar daripada harga tanah pada saat itu . Pada tanggal 21 Februari 1972, PT Indobuildco mengajukan permohonan HGB kepada Kantor Pertanahan Jakarta Pusat dan kemudian terbit Surat Keputusan Mendagri No. 181/HGB/Da/72 tanggal 3 Agustus 1972 yang memberikan HGB No. 20/Gelora kepada PT Indobuildco. Tahun 1973, HGB No. 20/Gelora atas nama PT Indobuildco tersebut dipecah menjadi HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Jadi inilah riwayat awal HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora yang terbit di atas Tanah Negara bebas.
Masalah tanah ini muncul ketika pada tanggal 15 Januari 1984, Pemerintah menerbitkan Keppres No. 4 Tahun 1984 tentang Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS), yang isinya tanah ex Asian Games IV/62 dan bangunan yang didirikan di atasnya baik di dalam maupun diluar kompleks Gelora Senayan menjadi milik Negara cq. Sekneg. Menindaklanjuti keputusan di atas, BPN menerbitkan SK BPN No. 169/HPL/89 tanggal 15 Agustus 1989 perihal Pemberian HPL kepada Sekneg atas tanah seluas 2,66 jt m2. Hal ini ditegaskan lagi dengan Surat Kepala BPN No. 109/HPL/BPN/1989 tanggal 15 Agustus 1989 tentang Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekneg, yang isinya menyatakan bahwa HGB akan masuk dalam HPL pada saat berakhirnya HGB/HP dimaksud.
Pada tahun 1999, PT Indobuildco melalui kuasanya mengajukan perpanjangan HGB 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora yang kemudian terbit Surat Mensekneg tanggal 14 Oktober 1999 No. 187 A/M.Sesneg/10/1999 yang ditujukan kepada Kepala Pertanahan Jakarta Pusat perihal Rekomendasi Persetujuan Perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora atas nama PT Indobuildco. Kemudian terbitlah SK Perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tanpa mengunakan rekomendasi Kemensetneg karena menurut BPN, HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora bukan berada di atas HPL No. 1/Gelora. Hal ini diperkuat lagi dengan Surat Kakanwil BPN DKI Jakarta No. 1.711.2/1592/09- 01/HT/2002 tanggal 29 Oktober 2002 kepada Direksi BPGS, yang pada intinya menegaskan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tidak berada di atas HPL No. 1/Gelora.
Pada tahun 2005/2006, Kejaksaan melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara terkait dengan perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tanpa rekomendasi Sekretaris Negara. Kepala Kanwil Robert J. Lumempouw dan Dirut PT Indobuildco bersama kuasanya Ali Mazi dijadikan tersangka terkait kasus Perpanjangan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tersebut. Pontjo Sutowo selalu Dirut PT Indobuildco dan kuasanya Ali Mazi akhirnya diputus pengadilan bebas sedangkan Robert J. Lumempouw sempat dihukum 3 (tiga) tahun tetapi di tingkat Peninjauan Kembali, Robert J. Lumempouw juga diputus bebas.
Pernyataan-Pernyataan Menyesatkan
Publik akhir-akhir ini menerima pernyataan-pernyataan yang menyesatkan terkait dengan status HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Pernyataan sesat itu antara lain sebagaimana dinyatakan Ketua Dewan Pengawas Pusat Pengelolaan Komplek Bung Karno (Ketua Dewas PPK GBK) pada konferensi pers Jumat, 3 Maret 2023 di Kemensetneg, bahwa selama 16 tahun PT Indobuildco tidak membayar royalti (kontribusi) atas pengelolaan Hotel Sultan kepada negara dalam hal ini Kemensetneg cq. PPK Gelanggang Olahraga Bung Karno. Pernyataan ini jelas tidak ada dasar yuridisnya karena HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora diterbitkan di atas tanah negara bebas dan BUKAN di atas HPL No. 1/Gelora an. Kemensetneg sehingga tidak ada kontrak ataupun perjanjian apapun antara Kemensetneg dengan PT Indobuildco. Pertanyaannya, dengan dasar apa PT Indobuildco harus atau wajib membayar royalti, bunga atau denda kepada Kemensetneg? Dikarenakan tidak pernah ada perjanjian ataupun kerjasama antara Kemensetneg dengan PT Indobuildco, maka tidak pernah ada tagihan/invoice royalti dari Kemensetneg kepada PT Indobuildco.
Pernyataan lain dari Ketua Dewas PPK GBK yang juga tidak tepat antara lain masalah kesaksian dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin (Alm) yang mengira PT Indobuildco adalah anak perusahaan Pertamina, tetapi ternyata milik pribadi. Menurutnya Pak Ali merasa tertipu karena ia telah memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk menggunakan lahan milik negara. Hal ini tidak benar karena bila Pemerintah DKI merasa tertipu, maka dengan mudah Pemerintah mencabut pemberian tersebut. Fakta yang benar adalah Pemerintah DKI cq. Gubernur Ali Sadikin yang meminta almarhum Ibnu Sutowo untuk membangun hotel yang akan digunakan untuk konferensi PATA. Oleh karena itu, dengan kompensasi sebagaimana disebutkan di atas, terbitlah Surat Keputusan Gubernur DKI No. 1744/71 tanggal 21 Agustus 1971 yang intinya menyatakan tanah ex-Jakindra seluas 13 ha diberikan kepada PT Indobuildco.
Selain pernyataan sesat, Kemensetneg juga telah menggunakan pendekatan yang berpotensi melawan hukum dalam menghadapi kasus ini. Sekretaris Menteri Sekretariat Negara (Mensetneg) Setya Utama mengatakan bahwa keputusan pengelolaan tersebut seiring dengan habisnya masa berlaku HGB No. 26/27 Gelora pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023 ini. Pimpinan telah memutuskan dengan berakhirnya HGB Nomor 26/Gelora dan Nomor 27/Gelora, aset-aset yang ada akan dikelola sendiri. Jadi, Kemensetneg cq. PPK GBK akan mengelola sendiri aset-aset yang ada, dan akan membuka kemungkinan kerja sama dengan pihak lain yang memiliki kompetensi untuk mengelola Hotel Sultan.
Pernyataan tersebut menunjukkan indikasi Kemensetneg melakukan perbuatan sewenang-wenang karena PT Indobuildco memiliki hak yang dilindungi oleh hukum untuk memperbarui HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Menurut undang-undang, masa berlaku HGB adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk masa 20 tahun dan dapat diperbarui lagi untuk jangka waktu 30 tahun. Dalam rangka perpanjangan atau pembaruan, sesuai Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Atas Tanah, Pemegang HGB wajib mengajukan perpanjangan minimal 2 (dua) tahun sebelum masa berlaku HGB berakhir. Apabila merujuk pada peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; maka pembaruan hak atas HGB dapat dilakukan 2 (dua) tahun sejak haknya berakhir. Kewajiban untuk memperbarui HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora sudah dilakukan oleh PT Indobuildco 2 (dua) tahun sebelumnya sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang ada. Negara dalam hal ini tidak bisa melarang atau menghilangkan hak tersebut apalagi HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora berada di atas tanah negara bebas bukan di atas HPL No. 1/Gelora Senayan.
Perlu diketahui, PT Indobuildco telah mengajukan permohonan pembaruan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora pada tanggal 1 April 2021 dan telah direspon oleh Kakanwil ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta dengan Suratnya tertanggal 28 November 2022 yang isinya memerintahkan Kepala Kantor ATR/BPN Kota Jakarta Pusat untuk melakukan penelitian terhadap data fisik dan yuridis dari permohonan tersebut. Artinya permohonan pembaruan hak atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora dari PT Indobuildco sudah dalam proses pembaruan. Hal ini berarti rencana pengambilalihan aset PT Indobuildco adalah premature dan tidak ada dasar hukumnya. Demikian juga, rencana Kemensekneg untuk mengajak pihak lain yang dianggap berkompeten untuk mengelola aset PT Indobuildco adalah rencana yang juga tidak berdasar karena PT Indobuildco menurut hukum mempunyai hak prioritas untuk mengelola aset-aset tersebut.
(rah/rah)