PPATK Bilang Harta 69 PNS Kemenkeu Tak Wajar, Terkait Rafael?

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
08 March 2023 11:19
Permohonan maaf Rafael Alun Trisambodo orang tua Mario Dandy Satriyo dalam kasus penganiayaan David, anak Pengurus Pusat GP Ansor Jonathan Latumahina. (Dok. Kementerian Keuangan)
Foto: Permohonan maaf Rafael Alun Trisambodo orang tua Mario Dandy Satriyo dalam kasus penganiayaan David, anak Pengurus Pusat GP Ansor Jonathan Latumahina. (Dok. Kementerian Keuangan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) turut memeriksa aliran dana dari 69 pegawai di Kementerian Keuangan yang kini tengah di periksa oleh Inspektorat Jendeal Kementerian Keuangan.

Sebanyak 69 pegawai yang diduga memiliki harta tak wajar atau tak sesuai dengan profilnya itu diperiksa setelah terkuaknya harta jumbo Rafael Alun Trisambodo (RAT), mantan pejabat eselen III di Direktorat Jenderal Pajak sebesar Rp 56,1 miliar dalam LHKPN nya dengan transaksi di 40 rekening mencapai Rp 500 miliar periode 2019-2023.

"Terus berproses lah ini," kata Koordinator Kelompok Hubungan Masyarakat PPATK Natsir Kongah dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, Rabu (8/3/2023).

Meski belum mau merinci hasil penelusuran terhadap 69 pegawai itu, apakah serupa dengan yang dilakukan oleh RAT atau tidak, Natsir menegaskan, yang namanya pelaku kejahatan di sektor keuangan pasti melakukan tindakpidana asal jika ingin diungkap dalam kasus korupsi, apakah suap atau gratifikasi.

Suap atau gratifikasi ini akan mudah terlihat dalam aliran dana atau transaksi yang mereka lakukan. Namun, hal itu dikabutkan dengan memanfaatkan jasa money launderers atau pihak-pihak yang mampu mengaburkan transaksi tak wajarnya.

"Jadi secara umum pelaku kejahatan itu melakukan tindak pidana asal, apakah korupsi, suap. Lalu dia upayakan sembunyikan, kaburkan, seolah-olah tampak sah, itulah pencucian uang," tutur Natsir.

Karena mereka mampu melakukan pengkaburan transaksi, termasuk harta kekayaannya yang tidak wajar, sehingga penyidik kesulitan untuk menelusuri aliran dananya, termasuk bukti-bukti pencucian uangnya, apakah menggunakan skema smurfing ataupun structuring.

"Dan proses itu dia bisa sendiri tapi sudah banyak jasa profesional money laundering, sehingga agar penyidik lebih sulit tracing dananya dan cari alat bukti," kata Natsir.

"Dan memang itulah, penyidik, ya kita sendiri, harus terus belajar, menimba ilmu, berlatih, sehingga kejahatan itu bisa diikuti perkembangannya karena pelaku kejahatan belajar juga terus, tidak boleh kalah pintar," tuturnya.

Kendati begitu, Natsir mengaku, penelusuran kejahatan di sektor keuangan ini sebetulnya kini sudah semakin mudah menguak orang-orang yang terlibat didalamnya karena ada Undang-undang UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Melalui UU ini, aparat penegak hukum, seperti KPK dan Kepolisian, bersama PPATK dan Kementerian Keuangan kata dia bisa bekerja sama menelusuri aliran dana hasil kejahatan di sektor keuangan memanfaatkan skema follow the money, sehingga pihak yang terlibat aksi pencucian uang mudah ditangkap.

"Sehingga uang itu dari mana saja, ke mana saja, dialirkan ke siapa saja, di mana saja itu bisa terdeteksi," ujar Natsir.

Ia mencontohkan, selama ini jika dalam kejahatan konvensional seperti kejahatan di bidang kehutanan, yang masuk penjara selalu supir truknya, penebang pohonnya, namun jarang hingga orang-orang kuat seperti para Tauke-nya, sehingga aset para Tauke-nya tidak bisa disita.

"Tapi dengan pendekatan follow the money tadi itu semua hasil kejahatan itu bisa ditelusrui dan penyidik bisa lebih mudah untuk menyita menangkap sampai ke orang-orang di belakang layar," tutur Natsir.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harta Rp 56,1 Miliar Rafael Sudah Lama Dicurgai PPATK

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular