Dunia Lagi Pusing 'Resesi Seks', Bisnis Sewa Rahim Kian Subur
Jakarta, CNBC Indonesia - Bisnis sewa rahim atau surogasi terus menjamur dan menjanjikan perputaran uang yang besar.
Hal tersebut dilakukan dengan menitipkan benih seseorang pada rahim wanita yang disebut sebagai ibu pengganti hingga anak lahir.
Dalam laporan CNBC International, industri surogasi saat ini terus mengalami peningkatan yang pesat. Pada 2022, Konsultan riset pasar Global Market Insights menyebut industri surogasi global bernilai sekitar US$ 14 miliar (Rp 210 triliun).
Pada 2032, angka itu diperkirakan akan meningkat menjadi US$ 129 miliar. Hal ini turut dipicu masalah infertilitas meningkat dan makin banyak pasangan sesama jenis serta orang lajang mencari cara untuk memiliki bayi.
Tuntutan itu terutama didorong oleh para pasangan Barat, yang diprediksi akan mulai mencari jasa surogasi di berbagai negara. Berakhirnya larangan perjalanan akibat Covid-19 juga menyebabkan peningkatan permintaan surogasi global tahun lalu.
"Pandemi mengurangi permintaan surogasi internasional, tetapi kami sekarang melihat semua permintaan yang terpendam," kata pakar surogasi Sam Everingham, Selasa (7/3/2023).
Hingga tahun lalu, Ukraina adalah pasar surogasi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), menarik calon orang tua asing dengan biaya lebih rendah dan kerangka peraturan yang menguntungkan.
Tapi itu semua berubah dengan serangan besar-besaran Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Laporan dengan cepat muncul tentang ibu pengganti yang pindah ke tempat perlindungan bom dan calon orang tua mencoba memasuki Ukraina untuk dipersatukan dengan ibu pengganti mereka.
"Kami memiliki banyak calon orang tua yang berada pada tahap proses yang berbeda dengan kami," kata Olga Pysana, mitra di lembaga ibu pengganti Ukraina World Center of Baby.
Konflik tersebut mendorong industri tersebut ke negara-negara seperti Georgia di dekatnya, di mana undang-undang tersebut sangat mirip dengan Ukraina. Salah satunya adalah World Center of Baby yang berencana membuka kantornya di Georgia bulan ini.
Meksiko dan sebagian Amerika Latin juga mengalami lonjakan.
Di Georgia, seperti di Ukraina, program surogasi komersial menelan biaya sekitar US$ 40.000 (Rp 615 juta) - US$ 50.000 (Rp 770 juta), sementara di Meksiko biayanya sekitar US$ 60.000 (Rp 923 juta) - US$ 70.000 (Rp 1,077 miliar). Biaya itu lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata US$ 120.000 (Rp 1,8 miliar) di AS.
"Di sini, di Meksiko, kami kembali mengalami ledakan seputar surogasi, karena Ukraina ditutup," kata Ernesto Noriega, kepala eksekutif dan pendiri Egg Donors Miracles, agen kesuburan yang berbasis di Cancun, Meksiko.
Ledakan global ini pun mendorong banyaknya wanita yang membuka jasa surogasi. Terlihat mulai muncul grup Facebook dan iklan agensi menarik bagi wanita dengan janji pendapatan yang cukup besar.
Seorang ibu bernama Lauragh dari Irlandia tenggara, yang putranya lahir pada Oktober 2021, mengatakan bahwa ibu pengganti bayinya dapat membeli rumah untuk dirinya sendiri dan kedua putrinya di Ukraina dari program tersebut.
"Faktor pendorong utama, baik di Ukraina, Georgia, Meksiko, semua pasar utama, adalah motivasi finansial di baliknya," tambah Pysana tentang ibu pengganti.
(luc/luc)