
China Siapkan 'Senjata' Baru Hadapi Krisis Pangan, RI Kapan?

NDRC juga menyatakan bahwa China akan membangun lebih banyak fasilitas penyimpanan biji-bijian dan logistic.
Tiongkok juga akan memastikan perencanaan yang baik untuk penjualan cadangan biji-bijian. Pemerintah juga akan mencari kemajuan dalam penciptaan pusat nasional untuk benih kedelai.
Langkah ini diyakini akan membantu China mengurangi ketergantungan pada pasokan luar negeri dan memperkuat ketahanan pangan nasional di masa depan. Hal ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi petani dan konsumen China.
Pengalaman 2022 di mana dunia diguncang krisis pangan dan lonjakan harga mengajarkan China akan pentingnya menjaga ketahanan pangan.
Tahun lalu India mengalami gagal panen akibat gelombang panas dan curah hujan yang rendah. Padahal, India adalah pemasok beras bagi 100 negara, termasuk China, Nepal dan beberapa negara Timur Tengah.
Situasi yang menimpa India memperburuk krisis pangan global dan mempengaruhi harga di pasar dunia.
India merupakan eksportir terbesar beras di dunia dan berkontribusi 40% terhadap perdagangan beras global. Dilansir The Economic Times, ekspor beras India pada 2021 menembus 21,5 juta ton.
Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan gabungan ekspor dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Amerika Serikat (AS).
India bukanlah produsen terbesar beras di dunia. Merujuk data World Economic Forum (WEF) pada 2019, China masih menjadi produsen beras di dunia dengan total produksi mencapai 211,4 juta ton disusul dengan India sebesar 177,6 juta ton kemudian Indonesia (54,6 juta ton).
Ketakutan China akan krisis pangan bukan tanpa alasan. Sejumlah negara sudah melaporkan akan perubahan iklim yang sangat ekstrim. Kondisi ini akan mengganggu produksi pangan, mulai dari beras hingga gandum.
Perubahan iklim yang mencolok juga terjadi di Australia. Beberapa wilayah di timur Australia, termasuk Sydney, mencatat suhu tertinggi dalam lebih dari dua tahun pada hari Senin kemarin (6/3/2023) dengan suhu mencapai lebih dari 40 derajat Celcius.
Suhu yang panas ini tentu saja meningkatkan risiko kebakaran hutan.
Cuaca ekstrim juga bisa berdampak besar pada pasokan pangan global, mengingat Australia merupakan salah satu produsen utama gandum dunia.
Produksi gandum Australia menyumbang sekitar 3,2% dari pasokan gandum global sejak 2000 hingga 2020 berdasarkan World Economic Forum.
(mae/mae)