Jokowi Mau Lawan Balik UE di WTO, Begini Respons Petani Sawit

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Senin, 27/02/2023 12:20 WIB
Foto: Seorang pekerja mengumpulkan tandan buah segar saat panen di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar di provinsi Riau, Indonesia, Selasa (26/4/2022). (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Petani sawit mendukung rencana pemerintah yang akan menggugat Uni Eropa (UE) ke badan sengketa Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Meski, sampai saat ini belum jelas soal gugatan yang akan dimasukkan, namun ada dugaan pemerintah akan memprotes Undang-Undang (UU) Anti-Deforestasi yang telah disetujui Komisi UE pada Desember 2022 lalu.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung, mengatakan gugatan itu wajib dilakukan pemerintah. Dia pun optimistis Indonesia bisa menang nantinya.

"Ya, memang harus digugat. Kita punya hak untuk itu. Karena itu masalah keadilan, keadilan itu setara. Kalau pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) nggak gugat, negara nggak gugat, petani sawit yang gugat," kata Gulat usai pembukaan Rakornas Kelapa Sawit 2023 di Jakarta, Senin (27/2/2023).


"Mereka kan melindungi produksi minyak nabati mereka, ini politik dagang, kita nggak bisa diam," tambahnya.

Dia pun merekomendasikan strategi agar menang di WTO nantinya.

"Menunjukkan realitas di lapangan bagaimana, lihat betapa efektifnya 3 dimensi (ekonomi, sosial, dan lingkungan) dari sawit ini. Jadi isu yang salah di-counter melalui ke lapangan, nggak boleh hanya pergi ke sana pergi ke sini, undang mereka datang. Dan kami sudah melakukan itu, 27 Dubes UE sudah kami ajak ketemu, clear," kata Gulat.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Septian Hario Seto, mengatakan Pemerintah Indonesia akan menggugat Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait minyak sawit.

Dia menyebut, dua gugatan kepada Uni Eropa yang akan segera dilayangkan ke WTO.

"Di sawit, juga kita masukkan ada dua gugatan baru (ke WTO). Ada lah, yang jelas akan kita masukkan dua gugatan segera," katanya dalam acara "Energy & Mining Outlook 2023" CNBC Indonesia, Kamis (23/02/2023).

Namun, dia enggan memerinci soal gugatan itu.

Yang jelas, tercatat ada 16,2 juta warga Indonesia yang menggantungkan nasibnya ke sektor kelapa sawit. Ini artinya, langkah pemerintah yang berani melawan UE dan memperjuangkan sawit RI di WTO akan berdampak pada nasib 16,2 juta orang tersebut.

Jutaan Warga RI Bergantung ke Sawit

Dalam kesempatan sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Mahmud mengatakan, pengembangan kelapa sawit di dalam negeri memiliki rantai domino yang tidak kecil.

"Peremajaan kelapa sawit manfaatnya itu tidak kecil sekali, ada tenaga kerja. Lapangan kerja yang diciptakan itu sampai 16,2 juta tenaga kerja. Belum lagi lahan kita yang sudah ditanami kelapa sawit, dari luas lahan kita 188 juta hektare (ha) dan diantaranya hanya 30% untuk digunakan kehidupan kita," katanya.

Sehingga, lanjut dia, 30% dari 188 juta ha, yaitu sekitar 60 juta ha untuk rumah, untuk kehidupan, untuk infrastruktur, untuk pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan energi, kebutuhan serat.

"Kebutuhan ekonomi negara kita secara keseluruhan itu hanya 30 juta ha yang digunakan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dan lainnya," ujarnya.

"16,3 juta ha kita tanami kelapa sawit sehingga demikian besarnya kepentingan harus betul-betul kita jaga, harus betul bisa berjalan dengan lancar, itu karena kita menjaga 50% aset dari pertanian kita. Oleh karena itu, program yang sekarang ini kita harapkan betul-betul bisa kita jaga adalah dari peremajaan sawit rakyat (PSR) salah satunya," tambah dia.

Dia mengatakan, program peremajaan kelapa sawit (PSR) ini bukan hanya membangun kebun, tetapi membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), menjaga ekonomi rakyat, menjaga siklus kebutuhan pangan, kebutuhan energi, kebutuhan masyarakat untuk tetap memiliki ekosistem yang menghasilkan oksigen.

"Bisa menyerap Co2, dan itu semuanya ada di perkebunan kelapa sawit, termasuk untuk menjaga kesehatan, termasuk untuk menjaga dari pandemi Covid-19 yang lalu. Jadi, sedemikian luasnya manfaat dari kelapa sawit. Nah, hari ini kita ingin menjaga supaya manfaat yang kita dapat hari ini tetap akan berlangsung sampai dengan ratusan tahun yang lalu," tuturnya.

"Karena kita menjaga ekonomi, kesejahteraan rakyat kita supaya terus berkembang dan terus maju itu tidak bisa hanya dilakukan oleh satu sektor, kita harus saling mendukung, saling men-support," pungkas Musdalifah.


(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:

Video: AS Desak RI Sampaikan Laporan Data Subsidi Industri Ke WTO