Tak Hanya Lawan di WTO, RI Bisa Serang Balik UE Pakai Ini

News - Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
24 February 2023 17:00
Kolase Bendera Eropa dan Indonesia. (Getty Images) Foto: Kolase Bendera Eropa dan Indonesia. (Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah bersiap melawan balik Uni Eropa (UE) yang memprotes upaya RI memacu hilirisasi sumber daya alam (SDA) di dalam negeri. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pun merekomendasikan strategi menghadapi sikap UE tersebut.

"Menunda liberalisasi pasar domestik untuk produk Uni Eropa," demikian rekomendasi INDEF dikutip dari 'Skenario Putusan WTO RED II Dan Respon Pemerintah Indonesia', Jumat (24/2/2023).

"Sebagian mungkin mengatakan hal tersebut sebagai retaliasi perdagangan namun keunggulan Indonesia adalah pasar domestiknya. Ini tidak boleh diserahkan tanpa perlawanan terhadap komoditas strategis seperti kelapa sawit, nikel, dan besi," tulis INDEF.

Apalagi, perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Partnership Agreement (IEU CEPA) kini tengah berlangsung.

Seperti diketahui, Indonesia tengah menghadapi gugatan UE atas pelarangan ekspor bijih nikel di Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).

Di sisi lain, Indonesia pun tengah menggugat UE atas kebijakan tinggi Renewable Energy Directive II (RED II) Indirect Land Use Change (ILUC) yang menempatkan sawit RI masuk kategori berisiko tinggi.

"Jika hasil panel WTO tidak menguntungkan Indonesia, maka terdapat tiga skenario. Banding melalui arbitrase ad hoc, mutually agreed solution (MAS), atau tidak banding. Kalau Indonesia kalah dalam sidang tersebut, maka pasar ekspor Indonesia akan terancam," tulis INDEF.

Disebutkan, jika putusan Badan Sengketa WTO mengabulkan gugatan Indonesia, akan jadi insentif bagi produksi biodiesel karena pasar UE yang besar. Jika ditolak, Indonesia perlu naik banding dan menguatkan diplomasi ekonomi.

"Namun, terlepas dari hasil putusan sidang WTO, perang dagang kelapa sawit Indonesia versus Uni Eropa akan terus berlanjut," sebut INDEF.

INDEF pun menyarankan 5 rekomendasi, yaitu:

1. Diversifikasi ekonomi, tidak hanya fokus sawit dan menggencarkan ekspor ke negara selain UE
2. Upaya diplomasi, dengan memanfaatkan perundingan IEU-CEPA, ASEAN-EU, dan G20
3. Percepatan ISPO, jadi bukti komitmen RI menjalankan prinsip keberlanjutan
4. Membangun aliansi baru, dengan mendorong kerja sama dengan negara kontinental Eropa lainnya
5. Menunda liberalisasi pasar domestik untuk produk UE.

Sebelumnya, WTO memilih mendukung gugatan UE atas kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel RI. Kini, pemerintah tengah bersiap untuk melakukan perlawanan, dimulai dengan pengajuan banding pada Desember 2022 lalu.

Deputi bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Septian Hario Seto mengatakan, Indonesia tak akan tinggal diam atas sikap UE tersebut. Dan tengah mempersiapkan pertahanan dan menyerang UE balik lewat mekanisme sengketa WTO.

"Di Sawit, juga kita masukkan ada dua gugatan baru (ke WTO). Akan kita masukkan dua gugatan segera," ungkapnya dalam acara "Energy & Mining Outlook 2023" CNBC Indonesia, Kamis (23/02/2023).

Sementara itu, pemerintah juga tengah mengajukan permintaan konsultasi ke badan sengketa WTO pada 24 Januari 2023 lalu. Memprotes kebijakan UE yang mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) dan bea masuk imbalan (countervailing duty) atas Stainless Steel Cold Rolled Flat Products (SSCRFP) asal Indonesia.

"Ini tren defence kita semakin maju. Jadi, ini kita nggak diam-diam saja karena banyak negara berkembang yang sikapnya seperti itu, yang menurut saya jangan didiamkan, kita harus challenge ini, kita gugat di pengadilan mereka sendiri," tukas Hario Seto.

Sementara itu, BPS mencatat, sepanjang Januari-November 2022, berdasarkan kelompok negara, impor terbesar RI berasal dari:

- kelompok negara Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) Lainnya US$105.724,6 juta (48,59%)
- ASEAN sebesar US$46.361,2 juta (21,31%)
- North American Free Trade Agreement (NAFTA) US$13.677,2 juta (6,29%)
- Uni Eropa US$10.446,9 juta (4,80%)
- Kelompok negara lainnya berkontribusi US$41.374,1 juta (19,01%).


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

RI Serang Balik Eropa Soal Nikel di WTO, Begini Updatenya


(dce/dce)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading