Mantan Menkeu Ramal: RI Cedera Ringan, Singapura Luka Parah!

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Senin, 20/02/2023 07:15 WIB
Foto: M. Chatib Basri, Presiden Commisioner PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dalam acara BSI Global Islamic Finance Summit 2023 hari ke 2 pada (16/2/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia masih dibayangi oleh risiko resesi, meskipun perbaikan di China mulai nampak setelah pelonggaran Zero Covid Policy. Hal ini membuat banyak negara harus waspada.

Mantan Menteri Keuangan Era Presiden SBY (2013-2014) Chatib Basri menilai potensi terjadinya resesi ekonomi global pada 2023 masih ada. Namun, dampaknya terhadap ekonomi Tanah Air tidak akan besar.

Menurutnya, resesi itu akan muncul dari Amerika Serikat (AS). Ini dipicu kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve. Lalu, di Jerman akibat krisis energi di negara itu, yang menyebabkan terbatasnya aktivitas ekonomi.


Akan tetapi, Chatib yakin resesi global itu tak akan banyak memengaruhi Indonesia karena ekonominya sendiri tidak terlalu terintegrasi dengan aktivitas ekonomi global. Mengapa demikian?

Chatib mengungkapkan porsi ekspor Indonesia terhadap produk domestik brutonya (PDB) yang hanya 25%, jauh di bawah Singapura yang mencapai 180%.

"Karena share ekspor kita ke GDP, saya melihat ekonomi kita tidak akan mengalami resesi karena efeknya terbatas," kata Chatib dalam acara Bank Syariah Indonesia Global Islamic Finance Summit 2023, dikutip Senin (20/2/2023).

Oleh sebab itu, Indonesia masih mampu menjaga pertumbuhan ekonominya di kisaran 4,5-5 pada tahun ini, kendati perekonomian global tumbuhnya hanya akan berada di kisaran 2,9%. Bahkan, dia yakin ekonomi Indonesia pada tahun ini mampu mengalahkan Singapura.

"Tahun 2023 adalah periode kita bisa bicara dengan Singapura bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dari Singapura. Alasannya share ekspor ke GDP Singapura itu 180%, jadi ketika global collapse pasti ekonomi Singapura akan jatuh lebih parah dibanding kita," ungkap Chatib.

Sayangnya, Chatib melihat kondisi ini tidak selamanya memberikan dampak positif bagi perekonomian Tanah Air, sebab ketika nantinya perekonomian global pulih, Indonesia tidak akan banyak menikmati kenaikan itu sehingga pemulihan ekonominya juga terbilang lambat.

"Ketika ekonomi global recover pemulihan ekonomi Indonesia berlangsung lebih panjang dengan negara lain. Ini yang menjelaskan pada 2022 kita tumbuh baik 5,3% tapi kita tumbuh di bawah Filipina dan Vietnam, yang lebih terintegrasi dengan ekonomi global," paparnya.

Adapun, dia mengatakan gangguan pada perekonomian global akan berimplikasi pada anjloknya harga-harga komoditas. Kondisi ini memengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Ekspor Indonesia pada akhirnya juga akan semakin melemah, sebagaimana pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin untuk kinerja ekspor-impor Januari 2023 yang lebih rendah dari bulan-bulan sebelumnya.

"60% dari ekspor kita energy commodity relate. Jadi kalau harga batubara, dan sudah terjadi, 25% harga batu bara turun, nikel sudah mulai melambat, maka ekspor kita tidak akan setinggi 2022 dan ini tercermin pada angka yang diumumkan BPS kemarin," tegas Chatib.

Data Posisi Neraca Perdagangan Indonesia 2018-2022:

- 2018: - US$ 8,57 miliar
- 2019: - US$ 3,23 miliar
- 2020: US$ 21,74 miliar
- 2021: US$ 35,33 miliar
- 2022: US$ 54,46 miliar


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: RI & Singapura Sepakat Dorong Solusi Damai Atas Konflik Global