Mau Jadi Raja Baterai EV, RI Harus Punya Harta Karun Ini

Firda Dwi Muliawati, CNBC Indonesia
Rabu, 15/02/2023 12:45 WIB
Foto: Lithium (AP/Petr David Josek)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki cita-cita menjadi raja baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dunia. Hal ini tak lepas dari besarnya cadangan salah satu komoditas mineral yang dibutuhkan untuk membuat baterai kendaraan listrik, yakni nikel.

Seperti diketahui, RI merupakan pemilik sumber daya nikel no.1 terbesar di dunia.

Namun, apakah nikel saja cukup membawa RI untuk menjadi raja baterai EV? Komoditas apa saja yang dibutuhkan agar RI bisa mewujudkan cita-cita menjadi raja baterai kendaraan listrik dunia?


Deputi Kerjasama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan menyebut, untuk membuat baterai kendaraan listrik, maka diperlukan sejumlah komoditas, tidak hanya nikel, tapi juga lithium, mangan, dan kobalt.

Nurul menjelaskan bahwa baterai EV memiliki kadar kandungan mineral yang berbeda-beda, tergantung jenisnya. Dia menyebutkan, ada beragam baterai EV yang beredar, seperti baterai EV LCO, NMC111, NMC622, dan NMC811.

"Jadi kalau kita lihat dari komponen baterai lithium ion itu yang bahan-bahannya itu adalah nikel itu sendiri, kemudian kobalt, lithium, dan mangan. Kombinasinya macam-macam, misalnya varian ada yang baterai LCO, kemudian ada NMC111, NMC622, dan NMC811," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', dikutip Rabu (15/2/2023).

Dia menjelaskan lebih lanjut, bahwa angka yang terdapat pada setiap jenis baterai EV itu menunjukkan seberapa banyak kandungan bahan mineralnya. Misalkan, NMC111 artinya pada jenis baterai tersebut mengandung kandungan Nikel 1 bagian, Mangan 1 bagian, dan Cobalt atau kobalt sebanyak 1 bagian.

Indonesia sendiri memiliki kandungan pembuat baterai EV yang telah disebutkan sebelumnya. Namun memang, dia mengakui, salah satu bahan yang masih belum tersedia di Indonesia adalah lithium. Nurul mengatakan, peran lithium untuk pembuatan baterai cukup penting.

Namun, bila dibandingkan dengan komposisi nikel, Nurul mengatakan bahwa peran nikel memang lebih penting dalam pembuatan baterai EV. Perlu diketahui, Indonesia memiliki 40% cadangan nikel dari total seluruh cadangan nikel dunia.

"Kalo lithium penggunaannya tidak terlalu besar, tetapi memang dia signifikan harus ada lithiumnya. Karena biasanya lithium itu hanya 1 bagian tidak seperti nikel yang bisa 6 sampai 8 bagian," jelasnya.

Seperti diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan baru saja bertemu dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese di Gedung Parlemen Australia, Selasa (14/02/2023).

Pertemuan ini tak lain dalam rangka salah satu upaya Pemerintah RI untuk menjajaki kerja sama dengan Australia terkait pengadaan lithium untuk ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia.

Bahkan, Luhut menyebut, RI siap meningkatkan impor lithium dari Australia.

"Saat ini Indonesia berfokus untuk mengembangkan dan memperluas industri hilir, dalam hal ini industri baterai Lithium sebagai sumber energi kendaraan listrik. Untuk memenuhi target kami menjadi produsen baterai lithium terbesar di dunia, kami berharap dapat meningkatkan impor lithium dari Australia," ungkap Luhut, seperti dikutip dari akun Instagramnya @luhut.pandjaitan, Selasa (14/02/20203).

"Dengan mempererat kerja sama seperti ini, manfaat ekonomi bagi kedua negara bisa kita dapatkan sehingga kita bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan kebutuhan industri baterai Lithium-ion secara global," lanjutnya.

Luhut menceritakan bahwa pada 2021 Indonesia-Australia telah menandatangani pernyataan bersama tentang Kerjasama Ekonomi Hijau dan Transisi Energi. Menurutnya, ini adalah bukti bahwa kedua negara menginginkan adanya kolaborasi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan membatasi dampak perubahan iklim dengan mengurangi emisi dan beralih ke ekonomi rendah karbon.

"Pertemuan saya dengan PM Albanese hari ini untuk memperdalam dan memperluas lagi kerja sama perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Australia, yang sempat terhambat karena pandemi dan krisis global beberapa tahun terakhir," ucapnya.

Dia pun berharap agar pertemuannya dengan PM Albanese bisa membuat kerja sama kedua negara semakin kuat dan konstruktif.

"Semoga pertemuan saya dengan PM Albanese di Gedung Parlemen Australia kali ini, hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia khususnya di sektor ekonomi terjalin lebih kuat dan konstruktif bersama-sama," ujarnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Polemik Tambang Nikel Raja Ampat, Bahlil Ungkap "Titah" Prabowo