
Pak Jokowi, Ini lho PR RI untuk Bisa Jadi Raja Baterai Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki impian untuk menjadi raja baterai kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) dunia. Namun nyatanya, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan pemerintah untuk menggapai impian tersebut.
Deputi Kerjasama Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan mengatakan bahwa Indonesia masih perlu berkaca kembali pada kemampuan dalam mendatangkan komponen yang diperlukan dalam pembuatan baterai EV. Selain itu, pasar mobil listrik yang masih terhitung kecil di dalam negeri juga perlu menjadi perhatian khusus.
"Kalau kita bicara kita ingin menjadi bagian penyuplai baterai dunia ini, yang perlu diperhatikan sebenarnya kemampuan kita untuk bisa mendatangkan seluruh komponen ada di Indonesia dan peluangnya terbuka atau tidak. Ketika kita bicara industri baterai ini akan masuk, tentunya faktor yang menjadi daya tarik adalah potensi populasi kendaraan listrik itu sendiri," ungkapnya kepada CNBC Indonesia dalam program 'Mining Zone', dikutip Rabu (15/2/2023).
Nurul menjelaskan bahwa Indonesia tidak bisa tiba-tiba menjadi penguasa baterai EV. Dia mengatakan, ada beberapa tahapan yang perlu dilalui dalam mencapai impian Indonesia menjadi raja baterai EV dunia. Tahapan pertama, menurutnya yaitu dengan membuat prekursor baterai EV.
Setelah tahapan itu dilalui, Nurul menyebutkan yang bisa dilakukan Indonesia selanjutnya adalah dengan membuat sel baterai, diikuti dengan pembuatan battery pack, sampai akhirnya pada pendaurulangan baterai EV itu sendiri.
"Ketika kita menjadi bagian global supply chain untuk baterai EV, maka kemudian saat ini target utama bisa menghasilkan sampai prekursornya. Setelah itu baru ketemu battery cell, kemudian battery pack, kemudian recycle-nya di sana," jelas Nurul.
Dia menilai, selagi Indonesia bisa mencapai target membuat prekursor baterai EV, maka prekursor tersebut bisa diekspor ke luar negeri, sambil juga meningkatkan pasar kendaraan listrik di Indonesia yang terbilang masih kecil.
"Target kita sekarang tidak terlalu muluk dengan program hilirisasi kita dengan nikel, yang kita miliki tanpa memperhatikan keperluan atas lithium, kita bisa proses sampai prekursor. Kemudian nanti akan dibuat menjadi katoda. Begitu dia menjadi prekursor, boleh saja kemudian dia diekspor ke luar negeri untuk mensuplai industri baterai yang ada," paparnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa Indonesia belum bisa menjadi raja baterai listrik dunia untuk saat ini. Pasalnya, Indonesia belum mempunyai lithium yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.
Hal tersebut ia sampaikan saat bertemu dengan para pengusaha lithium di Australia. Pertemuan tersebut dijembatani antara Australia Indonesia Business Council bersama KJRI Perth.
Menurut Luhut, meskipun Indonesia saat ini dianugerahi dengan kekayaan sumber daya nikel yang cukup besar, namun hal tersebut belum cukup menjadikan negara ini sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia.
"Ini belum mampu menjadikan kita sebagai raja baterai kendaraan listrik dunia karena kita tidak punya Lithium yang notabene menjadi bahan utama pengembangan industri baterai EV," ujar Luhut dikutip dalam akun Instagram pribadinya, Senin (2/13/2023).
Ia menilai Australia merupakan kandidat terbaik dan partner potensial bagi Indonesia untuk mengembangkan industri baterai EV ke depan. Apalagi, setengah dari lithium dunia berada di Negeri Kanguru tersebut.
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia perlu mendapatkan kepercayaan agar bisa bekerja sama dengan salah satu raksasa lithium dunia, dengan mempertimbangkan beberapa kemudahan kebijakan yang akan pemerintah Indonesia berikan. Namun, tetap dilakukan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap dampak lingkungan.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mau Jadi Raja Baterai EV, RI Harus Punya Harta Karun Ini
