Masa Lembur Pengurusan Paspor Haji Jadi 'Debat Hot' di DPR
Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat antara Kementerian Agama (Kemenag) dan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diwarnai oleh perdebatan yang intens mulai dari komponen anggaran penyelenggaraan haji baik di Tanah Air hingga di Arab Saudi hingga persoalan pengurusan paspor.
Salah satu yang menjadi perdebatan adalah pencatatan masa lembur. Komisi VIII melihat adanya perbedaan antara dokumen yang disajikan Kemenag terbaru pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) hari ini dan dokumen yang disampaikan sebelumnya. Di dokumen awal, masa lembur tercatat selama 3 bulan dengan anggaran Rp 3,7 miliar, sementara dokumen terkini memuat masa kerja 4 bulan dengan nilai anggaran yang sama.
Kasubdit Dokumen dan Perlengkapan Haji Reguler Kementerian Agama Nasrullah Jasam menjelaskan bahwa perbedaan ini disebabkan karena pengerjaan paspor haji tidak hanya dilakukan di daerah, tetapi juga di pusat. Masa lembur di pusat mencapai 4 bulan, sementara di daerah hanya 3 bulan.
Dua bulan awal, pekerja musiman yang menangani ini akan ditugaskan masuk siang. Kemudian dua bulan kedua, pekerja akan dibagi berdasarkan jadwal shift.
"Dua bulan (Maret & April) kerja siang, terus jelang per 1 Mei, mereka berkerja secara shift. 60 orang itu, 30 orang masuk jam 8 pagi masuk dan jam 8 malam keluar dan 30 orang lainnya jam 8 malam masuk, jam 8 pagi keluar. Itu empat bulan," paparnya.
Pada bulan Juni, Nasrullah menjelaskan pekerjaan mereka tinggal memasukan data paspor. Bahkan pada bulan tersebut, kloter haji masih berjalan.
"Kalau kita bekerja tiga bulan saja, Mei kita setop. Juni visanya bisa tidak keluar. Jadi empat bulan Maret, April, Mei dan Juni," kata Nasrullah. Sayangnya, Komisi VII tidak bisa menerima penjelasan ini karena dokumen terkini menyamaratakan masa kerja lembur antara pusat dan daerah.
Kemudian, jumlah gaji yang diberikan sama rata baik saat jumlah pekerjaan mencapai puncaknya dan saat jumlah pekerjaan mulai melandai.
Nasrullah menegaskan bahwa pengurusan paspor ini butuh jumlah pekerja yang banyak. 60 orang pekerja musiman tidak cukup sebenarnya.
"Jadi kita pressure di awal, mereka mengerjakan paspor yang sudah di-email ke kita," katanya. Dia mengatakan pencatatan dan pemisahan paspor ini dilakukan satu minggu sebelum calon jemaah masuk ke pemondokan.
"Apalagi sekarang visa biometrik, yang kita di sini kalau bisa tidak. Kita sudah angkat tangan. Jemaah kita yang ada di daerah mereka tidak tahu IT," ungkapnya.
Karena hambatan ini, pekerjaan pendataan biometrik harus dimulai lebih awal. Bahkan, sosialisasi dilakukan sejak November 2022, untuk keberangkatan haji 2023. Kendalanya, kata Nasrullah, prosesnya memakan waktu satu jam untuk satu orang.
"Kami menolak Arab Saudi supaya tidak biometrik. Kita sudah lobi Arab Saudi, ke kedutaan," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily akhirnya menerima hal ini. Namun, dia menegur Kemenag agar melakukan pencatatan dengan hati-hati.
"Bapak-bapak kan yang membuat pencatatan di sini tiga bulan, kemudian di sini empat bulan. Memang ini silat ke-7," ujarnya berkelakar mengakhiri ketegangan RDP tersebut.
(haa/haa)