Pada Titik Ini Jokowi Dianggap Gagal Bangkitkan Ekonomi RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai telah gagal mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, usai terjerat dari pandemi Covid-19.
Ekonom Senior dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menjelaskan, recovery ekonomi di Indonesia lebih lambat dibandingkan banyak negara lain.
Misalnya saja seperti China, yang pertumbuhan ekonominya terkontraksi atau -3,1% pada 2020, namun pada 2021 pertumbuhan ekonominya langsung melesat hingga ke 6,2%.
Begitu juga dengan Amerika Serikat, di mana pada 2020 pertumbuhan ekonominya -3,4% dan langsung melesat hingga ke 5,39% pada 2021.
Sementara di Indonesia, pertumbuhan ekonomi terkontraksi lebih rendah dari China dan AS, yakni -2,1% pada 2020, namun pada 2021 pertumbuhan ekonominya hanya mencapai 5,2%.
"Hampir semua negara menunjukkan tren pemulihan yang sangat cepat, melampaui kondisi sebelum krisis. Sementara Indonesia baru mencapai 5,3%, dari -2,1%, jadi tergolong lambat recovery Indonesia itu dibandingkan dengan negara lain," jelas Faisal saat melakukan wawancara dengan CNBC Indonesia pekan lalu, dikutip Selasa (14/2/2023).
Sementara itu, jika ditarik 5 tahun ke belakang, rata-rata pertumbuhan ekonomi terus rendah apabila dibandingkan era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara era Presiden Jokowi, pembangunan begitu masif.
Pada 2020, akibat pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau -2,1%, kemudian pertumbuhan ekonomi pada 2021 mencapai 5,2%, dan tumbuh tipis hanya 5,31% pada 2022.
"Ini yang kelihatan trennya, Pak Jokowi gagal untuk mengembalikan tren. Pak Jokowi gagal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi," jelas Faisal.
Oleh karena itu, kata Faisal tak heran jika GNI per kapita di Indonesia mengalami stagnasi, karena pertumbuhan ekonominya praktis landai.
Laporan Bank Dunia mencatatkan, pendapatan nasional bruto atau gross national income (GNI) per kapita Indonesia pada 2021 mencapai US$ 4.140. Angka ini tak bergerak dari tahun sebelumnya.
Adapun GNI per kapita merupakan indikator yang digunakan Bank Dunia untuk memberi peringkat pembangunan suatu negara terhadap negara lain.
Di mana kategori negara berpenghasilan rendah, memiliki GNI per kapita kurang atau sama dengan US$ 765. Sementara negara berpendapatan menengah, memiliki GNI per kapita antara US$ 766 hingga US$ 3.035.
Sementara negara yang tergolong di dalam negara berpendapatan tinggi, adalah negara yang GNI per kapitanya sebesar atau melebihi US$ 9.386.
Padahal, kata Faisal, jika lihat di awal pembangunannya, Indonesia seperti dengan negara tetangga, seperti Thailand dan Malaysia.
"Malaysia, Thailand sudah di atas Indonesia dan makin menjauh dari Indonesia. Sementara dalam waktu tidak terlalu lama, tidak sampai 5 tahun, Filipina dan Vietnam akan menyusul Indonesia, jika Indonesia masih seperti sekarang ini cara mengelola ekonominya," jelas Faisal.
(cap/cap)