Akhirnya RI-China Sepakat, Simak Fakta-fakta KA Cepat JKT-BDG

Jakarta, CNBC Indonesia - Pihak Indonesia dan China akhirnya menyepakati, besaran pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) garapan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). Selanjutnya, untuk menutupi biaya itu, akan diajukan pinjaman kepada China Development Bank, di mana China dan Indonesia memiliki porsi beban masing-masing.
Besaran pembengkakan biaya yang disepakati memang lebih rendah dari taksiran awal pihak Indonesia. Di mana perhitungan dari Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) besaran cost overrun adalah sekitar US$1,4 miliar atau setara US$21 triliun, namun akhirnya hanya disepakati sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp18 triliun.
Angka itu didapatkan dari proses negosiasi yang dilakukan oleh tim perwakilan dari Indonesia dengan China Railways Investment Corporation, Bejing Yawan HSR Co. Limited, China Development Bank, dan National Development and Reform Commission (NDRC) di Beijing, pekan lalu.
Masalah pembengkakan biaya ini sempat jadi batu ganjalan pengerjaan proyek yang ditargetkan rampung pada Juli 2023. Nantinya dari kesepakatan itu, pemerintah akan melakukan finalisasi keputusan cost overrun ke Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan BPKP.
Berikut fakta-fakta Proyek KCJB yang tengah dikebut pemerintah:
1. Biaya Proyek Bengkak Jadi Rp 109,6 Triliun
Awalnya biaya proyek ini senilai US$ 6,071 miliar, artinya dengan perhitungan angka cost overrun terbaru biaya proyek bengkak menjadi US$ 7,2 miliar atau setara Rp 109,6 triliun.
Pembengkakan biaya terjadi karena adanya eskalasi harga yang terjadi sepanjang pembangunan, selain itu financing cost atau biaya yang diperlukan dalam pemenuhan bunga pinjaman, hingga pengadaan lahan dan dampak pajaknya.
2. Pembengkakan Biaya Ditutup Pinjaman dan PMN Pemerintah
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi sempat mengungkapkan, dari struktur pembiayaan proyek, pihak Indonesia dan China sama-sama menanggung beban cost overrun yang timbul. Dengan skema 25% dari ekuitas PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia sebesar (60%) dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd (40%).
Sisanya 75% berasal dari pinjaman dari China Development Bank.
Untuk menutup kekurangan dari porsi Indonesia, pemerintah sudah memberikan suntikan modal senilai Rp 3,2 triliun kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero), berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 62/2022.
Terkait dengan pinjaman dari pihak China, masih menunggu finalisasi dalam waktu dekat. "Ini masih negosiasi final mengenai struktur dan pricing," kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo kepada CNBC Indonesia, Senin (13/2/2023).
![]() |
3. Konstruksi Sudah 84%
Pembangunan proyek ini sendiri sudah sempat molor beberapa kali dari target awal. Awalnya proyek yang dimulai sejak 2016 silam ini dipatok rampung pada tahun 2019.
Namun dengan berbagai masalah proyek ini akhirnya bisa terlihat wujudnya pada tahun lalu. Bahkan diujicobakan di tengah pekan pelaksanaan KTT G20 November 2022 lalu di Bali yang disaksikan secara virtual oleh Presiden China Xi Jinping dan Presiden Joko Widodo.
Progres pembangunannya per Januari ini sudah mencapai 84%, dan ditargerkan beroperasi pada Juli 2023 mendatang berbarengan dengan pengoperasian Light Rapid Transit (LRT).
Selain itu, mengutip Instagram @keretacepat_id pemasangan rel di jalur KCJB juga sudah mencapai 110,68 kilometer dengan jumlah keseluruhan batang rel yang perlu disambung mencapai 11 ribu. Adapun progres keseluruhan rel yang terpasang mencapai 36,30%.
4. 6 Kereta Peluru Sudah Tiba di Indonesia
Pada (10/2/2023) lalu 4 rangkaian kereta Electric Multiple Unit (EMU) Kereta Cepat Jakarta Bandung telah tiba di Depo Tegalluar.
Kehadiran 4 kereta itu menambah jumlah rangkaian EMU menjadi 6 yang sudah hadir di Indonesia, dari 11 rangkaian yang direncanakan untuk dioperasionalkan KCJB. Adapun pengiriman akan terus dilakukan hingga April 2023 mendatang.
Dalam pengirimannya setiap rangkaian dilepas satu per satu untuk dikirim secara satuan menggunakan truk berkapasitas 279 ton, jumlah pengiriman setiap harinya sebanyak 2 unit per perjalanan.
5. Batal Jadi Negara Pertama yang Punya Kereta Cepat
Sempat molor beberapa kali, akhirnya Indonesia disalip Laos untuk memiliki memiliki kereta cepat.
Laos sudah memperkenalkan kereta cepat pertama di kawasan Asia Tenggara pada (6/12/2021) lalu dengan panjang mencapai 414 kilometer yang menghubungkan kota di perbatasan China Boten ke ibu kota Laos Vientiane.
Meski begitu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan dalam keterangan pada (28/1/2023), Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memiliki kereta cepat berkecepatan hingga 360 kilometer per jam.
Sedangkan jika mengutip CNN Internasional kecepatan kereta cepat milik Laos mencapai 160 kilometer per jam saja, yang melewati 75 terowongan dan 167 jembatan.
[Gambas:Video CNBC]
Bos KCIC Minta Konsesi Kereta Cepat Jadi 80 Tahun, Ada Apa?
(dce)