
Gawat! Ini yang 'Sabotase' Janji Jokowi Ekonomi Tumbuh 7%

Sebagai antisipasi lonjakan inflasi, Bank Indonesia (BI) langsung menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps (basis points) menjadi 7,75% pada 18 November 2014.
Kenaikan suku bunga tersebut kian memperketat kebijakan hawkish BI yang sudah dilakukan sejak pertengahan 2013.
Sepanjang Juni-Desember 2013, kubu MH Thamrin menaikkan suku bunga acuan sebesar 150 bps hingga menjadi 7,5% pada akhir 2013. Level tersebut adalah yang tertinggi sejak 2009.
BI memberlakukan kebijakan moneter biasa ketat sejak 2013 guna menekan defisit transaksi berjalan yang semakin besar. Juga, menekan ekspektasi lonjakan inflasi setelah kenaikan harga BBM pada Mei 2013.
Defisit transaksi berjalan terus membengkak hingga menembus 4,27% dari PDB pada kuartal II-2014. Defisit membengkak karena lonjakan impor di tengah kencangnya pertumbuhan ekonomi pada 2011-2012.
Sejumlah lembaga bahkan mengingatkan ekonomi Indonesia terancam over heating karena ekonomi terus melonjak di atas 6% pada 2011-2012, ditopang oleh berkah komoditas pada periode sebelumnya.
Bank Indonesia sempat menurunkan BI 25 bps menjadi 7,5% pada Januari 2015. Suku bunga tersebut bertahan hingga 2015. Tingginya suku bunga pada tahun tersebut dikritik banyak pihak.
Pada pertemuan tahunan BI 2015, mantan Wakil Presiden saat itu Jusuf Kalla mengkritik keras keputusan BI yang ogah menurunkan suku bunga BI. Kalla secara tegas meminta BI menurunkan suku bunga demi menyelamatkan ekonomi Indonesia.
Pasalnya suku bunga yang tinggi membuat likuiditas di pasar semakin ketat dan kredit sulit tumbuh.
Pertumbuhan kredit perbankan emang akhirnya jatuh dari 21,6% pada 2013 kemudian menjadi 10,44% pada 2015 dan anjlok ke 7,87% pada 2016.
Suku bunga acuan kemudian memang terus turun sejalan dengan kebijakan dovish di Amerika Serikat, membaiknya transaksi berjalan, serta puncaknya pandemi Covid-19.
Suku bunga pernah ditahan BI di level terendah sepanjang sejarah yakni 3,5% pada periode Maret 2021 hingga Agustus 2022.
Namun, laju ekonomi di era Jokowi kembali harus bergelut dengan suku bunga tinggi pada tahun lalu.
Kenaikan harga BBM subsidi pada September 2022 serta kebijakan ketat bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve membuat BI mengerek suku bunga hingga 225 bps dalam waktu enam bulan yakni Agustus 2022 hingga Januari 2023.
Kenaikan ini dikhawatirkan akan kembali menekan angka pertumbuhan kredit yang baru pulih setelah pandemi.
Terlebih, pertumbuhan kredit di era Jokowi terbilang rendah yakni rata-rata sebesar 8%. Pada 2006-2013, kredit sempat tumbuh 21,6%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]