Macro Insight

Gawat! Ini yang 'Sabotase' Janji Jokowi Ekonomi Tumbuh 7%

Tim Riset, CNBC Indonesia
09 February 2023 14:15
Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Antrean warga untuk mendapatkan minyak goreng di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (17/3/2022). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Pada saat mengawali pemerintahan, Jokowi langsung melakukan gebrakan dengan menaikkan harga BBM subsidi hingga 33,57% pada 14 November 2014.

Kenaikan harga BBM pun langsung melambungkan inflasi hingga 1,50% (month to moth/mtm) sementara pada Desember menyentuh 2,46% (mtm).

Kenaikan harga membuat ekonomi Indonesia terpukul. Pada 2015 atau tahun pertama Jokowi menjabat secara penuh, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,8%. Angka tersebut jauh di bawah 2013 yang tercatat 5,7%.

Hantaman demi hantaman kenaikan harga sepanjang 2015-2022 juga membuat daya beli lunglai padahal konsumsi rumah tangga memegang porsi 54-56% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto  (PDB) nasional.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang biasanya berada di kisaran 5%, melandai ke level 4,9% pada 2017. Pada tahun tersebut, pemerintah menaikkan tarif listrik sebanyak tiga kali yakni pada Januar, Maret, dan Mei.

Kenaika tarif listrik berbarengan dengan kebijakan kenaikan biaya penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) yang naik dua hingga tiga kali lipat pada Januari 2017.

Inflasi pun langsung melambung 0,62% pad Januari 2017. Biaya STNK dan listrik menjadi dua komponen penyumbang inflasi terbesar pada 2017.

Pada 2018, pelemahan daya beli mulai menjadi banyak pembicaraan setelah inflasi terus melandai bahkan deflasi pada dua bulan beruntun pada Agustus dan September.

Inflasi inti yang mencerminkan permintaan bahkan terus melandai hingga ke level 2% padahal biasanya bergerak di kisaran 3-4%.

Pada 2019, pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga sebesar 100%.




Kenaikan iuran menjadi perdebatan panas karena dinilai terlalu tinggi.  Pada tahun yang sama, tarif angkutan udara juga terus melambung 40-120%.

Kenaikan tarif sebenarnya sudah terjadi sejak akhir Desember 2018 tetapi tidak juga turun hingga Mei 2019.  

Pada 2020, ekonomi Indonesia luluh lantak karena pandemi Covid-19. Untuk pertama kalinya sejak Krisis Moneter 1997/1998, ekonomi Indonesia terkontraksi.

Pembatasan mobilitas membuat angka pengangguran dan kemiskinan kembali naik.

Angka kemiskinan sempat melonjak tajam pada September 2020 atau enam bulan setelah pandemi. Pada periode tersebut, jumlah penduduk miskin menyentuh 27,5 juta orang dan tingkat kemiskinan mencapai 10,19%.

Pada 2022, pemulihan ekonomi Indonesia dan konsumsi rumah tangga menghadapi cobaan berat karena kenaikan harga BBM serta lonjakan harga bahan pangan.

Konsumsi kembali melandai di bawah 5% pada kuartal IV-2022 setelah sempat naik menjadi 5,39% pada kuartal II-2022.

Tahun 2022 juga diwarnai dengan melambungnya harga cabai rawit hingga Rp 100.000 per kg sampai hilangnya minyak goreng.

Kebijakan pemerintah mengenai minyak goreng terus bergonta-ganti sejak awal Januari hingga Maret 2022, mulai dari satu harga higgga kemudian dilepas pasar lagi.

Selain daya beli, melandainya investasi ikut menekan pertumbuhan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Rata-rata pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi mencapai 3,7% per kuartal pada 2015-2022. Padahal, periode sebelumnya mampu tumbuh 5-6%.

Turunnya investasi membuat peran investasi dalam distribusi PDB dari sekitar 33% kini berada di kisaran 29-30%.

(mae/mae)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular