Awas Kaget! 5 Ekonom Top Beberkan Situasi Indonesia Terkini

Anisa Sopiah & Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
07 February 2023 22:00
cover, fokus, topik, pertumbuhan ekonomi ri
Foto: Cover Topik/ Pertumbuhan Ekonomi RI/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,31% sepanjang tahun 2022, dinilai sebagai buah keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan pandemi Covid-19 dan berkah adanya 'durian runtuh'.

Capaian ekonomi Indonesia pada 2022 yang mencapai 5,31%, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 yang mencapai 3,7%.

Realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2022 tersebut juga menjadi pertumbuhan ekonomi yang tertinggi sejak 2013, di mana saat itu pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7%.

Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 19,87%. Diikuti oleh penyediaan akomodasi dan makan minum yang mencapai 11,97% (yoy).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan mengklaim, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2022 berlangsung kuat, dan masyarakat mulai bisa kembali beraktivitas secara normal.

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen ekspor barang dan jasa sebesar 16,28% (yoy). Sementara konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,93%.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono pun tak menampik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 salah satunya diuntungkan dengan tingginya harga komoditas ekspor unggulan di pasar global.

"Indonesia diuntungkan dengan tingginya harga komoditas ekspor unggulan di pasar global yang memberikan windfall dan mendongkrak ekspor," jelas Margo dalam konferensi pers kemarin, dikutip Selasa (7/2/2023).

Kondisi tersebut yang juga turut disoroti oleh sejumlah ekonom. Menilai, bahwa Indonesia tak selamanya bisa bergantung dari durian runtuh harga komoditas.

Ke depan dengan berbagai gejolak, serta perekonomian global yang diperkirakan akan melambat - harga komoditas unggulan diperkirakan tidak akan setinggi tahun lalu.

Meski secara keseluruhan, distribusi ekspor pada ekonomi 2022 tidak sebesar konsumsi. Namun, pemerintah juga perlu waspada, bahwa kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi mengalami tren penurunan.

Pada 2019 hingga 2021, rata-rata kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB adalah 56,2%. Rinciannya, pada 2019 adalah 56,63%, pada 2020 naik ke 57,65%, dan 2021 turun ke 54,42%.

Sementara pada 2022, kontribusi rumah tangga terhadap PDB hanya 51,87%, lebih rendah dari realisasi 2019-2021.

Adapun kontribusi pertumbuhan yang berasal dari ekspor hanya 24,49% pada 2022, kemudian 29,08% berasal dari PMTB. Serta 7,66% dari konsumsi pemerintah dan 1,17% dari konsumsi LNPRT.

Ekonom menilai, kekuatan ekonomi domestik harus menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, agar ekonomi terus solid di tengah berbagai tantangan dan ketidakpastian yang tinggi.

Sejumlah ekonom yang dimaksud yakni Senior Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Ada juga padangan dari Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana dan Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal.

1. Bank BCA

Senior Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada 2022 yang mencapai 5,31%, lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan hanya akan tumbuh 5,29%.

"Ini menjadi bukti ketahanan ekonomi domestik di tengah meningkatnya tantangan global," ujarnya dalam laporannya, dikutip Selasa (7/2/2023).

Kekuatan domestik dan global berkontribusi pada pertumbuhan, termasuk pemulihan konsumsi rumah tangga dan kegiatan bisnis karena PPKM dihentikan.

Sehingga meningkatkan harga dan permintaan komoditas global, akibat konflik Rusia-Ukraina dan krisis energi global.

Kendati demikian, Barra menyangkan bahwa kekuatan ekonomi domestik justru mulai melema pada kuartal IV-2022, karena adanya perlambatan ekonomi yang dipicu oleh adanya kekhawatiran resesi ekonomi. Sehingga konsumsi masyarakat jadi tertahan.

"Konsumsi rumah tangga domestik sebagai mesin utama perekonomian menunjukkan tanda-tanda perlambatan," jelas Barra.

Terlihat dari menurunnya impor barang konsumsi dalam beberapa bulan terakhir. Di mana pada kuarta IV-2022 impor barang konsumsi hanya tumbuh 4,48% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal III-2022 yang mencapai 5,39%.

"Karena konsumen bergulat dengan tabungan yang menipis dan kepercayaan yang memburuk," ujar Barra.

Penurunan konsumsi masyarakat, kata Barra tercermin dari bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pokok kesehariannya. Adapun kebutuhan rekreasi atau tersier juga mengalami penurunan yang lebih besar.

Kendati demikian, beberapa sektor, seperti hotel masih menunjukkan pertumbuhan yang sangat tinggi yakni 19,6%, karena adanya low based effect dari tahun lalu.

Sementara konsumsi belanja pemerintah yang mengalami kontraksi 4,51% pada 2022, menurut Barra menjadi catatan tersendiri, agar pemerintah bisa lebih banyak membelanjakan anggaran di paruh pertama tahun ini.

"Dibandingkan dengan membelanjakan di beberapa waktu terakhir di akhir tahun seperti yang biasa dilakukan. Ini untuk memberikan dorongan untuk pertumbuhan ekonomi (di tahun ini)," jelas Barra.

Pemerintah juga harus menyiapkan putaran stimulus fiskal berikutnya, jika mesin ekonomi lainnya melambat, seperti konsumsi dan investasi yang diperkirakan melambat dari perkiraan.

Kendati demikian BCA optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan relatif sehat, dengan pertumbuhan investasi yang kuat dalam mengimbangi potensi pelemahan konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah.

"Untuk saat ini, kami mempertahankan prospek pertumbuhan PDB kami untuk tahun 2023 sebesar 4,74% (yoy), dengan adanya potensi kenaikan yang mengejutkan," jelas Barra.

2. Bank Mandiri

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,31% pada 2022, menunjukkan ketahanan ekonomi tanah air di tengah gejolak ekonomi global.

Juga pencapaian pertumbuhan ekonomi berkat ditiadakannya PPKM dan penguatan kinerja ekspor. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan ekspor menurun pada kuartal IV-2022, namun keduanya masih menjadi kontributor pertumbuhan utama.

Pada kuartal IV-2022 pertumbuhan konsumsi rumah tangga menurun menjadi 4,48% (yoy), dari sebelumnya 5,39% (yoy) pada kuartal III-2022.

"Karena inflasi yang relatif tinggi menutupi dampak positif liburan natal dan tahun baru terhadap konsumsi," jelas Faisal.

Penurunan pertumbuhan juga disebabkan oleh base effect yang tinggi dari pertumbuhan kuartal IV-2021, di tengah pembukaan kembali ekonomi dari pembatasan varian Delta. Selama setahun penuh 2022, konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 4,93%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada 2021 yang mencapai 2,02.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2022 didorong oleh relaksasi PPKM yang mendorong mobilitas masyarakat sehingga permintaan secara keseluruhan, terutama pada konsumsi terkait mobilitas seperti transportasi, restoran, dan hotel jasa.

"Namun pertumbuhannya masih di bawah prapandemi karena mobilitas masyarakat belum sepenuhnya normal dan laju inflasi melonjak pasca keputusan pemerintah menyesuaikan harga BBM bersubsidi," jelas Faisal.

Ketidakpastian ekonomi global yang masih membayangi tahun 2023, meskipun mulai ada tanda-tanda mereda, namun menurut Faisal pertumbuhan ekonomi Indonesia harus didorong dari sektor domestik. Pasalnya, kegiatan ekspor diperkirakan akan melemah seiring dengan perlambatan ekonomi global.

"Pembukaan kembali ekonomi China memang dapat menopang permintaan, namun harga komoditas masih rentan berlanjut melemah di tengah prospek peningkatan pasokan dan penurunan permintaan di negara-negara Barat," ujarnya.

Dalam menjaga daya beli masyarakat, inflasi harus terus terkendali, di tengah pencabutan PPKM yang dapat meningkatkan mobilitas dan permintaan masyarakat.

Pengeluaran pemerintah yang mengalami kontraksi pada tahun 2022 di tengah menurunnya pengeluaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional diharapkan dapat kembali mencatat pertumbuhan pada tahun 2023. Termasuk persiapan Pemilu 2024.

Selain itu, sumber PMTB atau investasi tetap akan bergeser dari investasi nonbangunan & infrastruktur, khususnya investasi terkait komoditas, menjadi investasi bangunan dan infrastruktur.

Hal tersebut didukung oleh peningkatan anggaran infrastruktur pada APBN 2023, meningkat sekitar 7% dari kontraksi sebesar -13% pada tahun 2022. Termasuk yakni kelanjutan Proyek Strategis Nasional, proyek hilirisasi, dan pembangunan ibu kota baru ( IKN).

3. Bank Permata

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, kinerja pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31% perlu dicermati.

Josua menjelaskan, meskipun pertumbuhan ekonomi pada 2022 didorong oleh seluruh komponen dari sisi konsumsi rumah tangga dan investasi. Juga sejalan dengan pengendalian pandemi Covid-19 yang sangat baik.

Pertumbuhan ekonomi 2022 juga terdorong dari ekspor komoditas yang menggembirakan. Kendati demikian, juga harus melihat bahwa masih adanya risiko tensi geopolitik Rusia dan Ukraina dan masih terdapat faktor low based dari realisasi pertumbuhan 2021.

Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih rapuh dan belum sekuat seperti level prapandemi.

"Ini masih terdapat faktor low based pada 2021, di mana kondisi ekonomi Indonesia masih belum kembali normal," jelas Josua.

"Sehingga perlu kita cermati di 2023 ini, ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi akan melambat dibandingkan 2022," kata Josua lagi.

Adanya perlambatan ekonomi global tentunya akan mempengaruhi kinerja ekspor, sehingga durian runtuh yang didapatkan Indonesia tahun ini diperkirakan tidak akan setinggi seperti tahun lalu.

"Karena faktor dari harga komoditas global atau komoditas ekspor (unggulan) Indonesia, seperti CPO dan batubara diperkirakan akan terus melandai," ujarnya.

Di samping itu, dari volume ekspor akan cenderung melambat, sejalan dengan perlambatan ekonomi dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris.

Sehingga pertumbuhan ekonomi pada 2022, diperkirakan  akan berkisar dalam rentang 4,7% hingga 4,9%. "Cenderung lebih rendah dari 2022 yang mencatatkan 5,31%."

4. Bank Danamon

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana menjelaskan, konsumsi rumah tangga, khususnya transportasi, komunikasi, hotel dan restoran masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun 2022.

Adapun kontribusi rumah tangga sebesar 2,61% terhadap perekonomian secara keseluruhan. Sementara itu, investasi menempati posisi kedua, dengan kontribusi sebesar 1,24% - seiring dengan aktivitas manufaktur yang ekspansif, serta investasi publik yang lebih tinggi.

"Faktor domestik yang menggembirakan dilengkapi dengan kinerja ekspor yang kuat," jelas Wisnu kepada CNBC Indonesia.

Di mana kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi RI sebesar 0,81%. Karena adanya kenaikan harga dan volume ekspor nonmigas.

Dinamika permintaan tercermin di sisi penawaran. Empat kontributor terbesar berdasarkan sektor adalah manufaktur (1,01%), transportasi (0,73%), perdagangan (0,72%), dan TIK (0,48%).

"Hal ini menegaskan cerita kami tentang pemulihan permintaan domestik yang solid, yang kami perkirakan akan berlanjut tahun ini," ujarnya.

"Dukungan kuat dari tabungan domestik serta mobilitas akan membantu mencairkan permintaan yang terpendam," kata Wisnu lagi.

Bank Danmon optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan kembali tumbuh mencapai 5,3% pada tahun 2023.

5. Core Indonesia

Direktur Eksekutif Centre of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal juga memandang, bahwa capaian pertumbuhan ekonomi 2022 yang mencapai 5,31% didorong adanya faktor eksternal, dibandingkan dengan dorongan faktor domestik.

"Terutama ekspor yang mengalami lonjakan, karena harga komoditas mengalami peningkatan yang besar. Ini yang kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5%," jelas Faisal.

Sementara faktor domestik, seperti konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah, selama 2022 masih belum menunjukkan kekuatannya, dan belum sekuat seperti level prapandemi.

Konsumsi rumah tangga dan investasi mengalami pertumbuhan yang melambat pada kuartal IV-2022. Di mana pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya 4,48%, investasi 3,33%, sementara konsumsi pemerintah kontraksi atau -4,77%.

Sehingga, menurut Faisal ini bisa menjadi sebuah warning bahwa ekonomi domestik sedang tidak baik-baik saja. "Sebetulnya bisa jadi sebuah tanda-tanda bahwa ekonomi domestik sedang ada masalah," ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2022, kata Faisal tak lepas dari perkembangan terakhir ekonomi global, terutama di Amerika Serikat dan Eropa.

Disamping itu, pada kuartal IV-2022, kata Faisal, terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, sehingga menahan pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang paling berpengaruh adalah kenaikan harga BBM pada September 2022 yang meningkatkan inflasi.

"Adanya inflasi, kemudian berpengaruh kepada spending masyarakat dan pelaku usaha. Selain adanya kenaikan BBM, juga kondisi moneter lebih ketat. Sehingga ini menahan suku bunga di perbankan komersial, dan menyebabkan laju kredit tertahan," jelas Faisal.

Ekonom Core Yusuf Rendy Manilet juga memandang, bahwa pemerintah masih punya pekerjaan rumah, yakni menghadapi angka kemiskinan yang tinggi, yang terkena dampak terhadap daya beli, terutama kelompok menengah ke bawah.

"Artinya jika bantuan tidak presisi diberikan kepada kelompok yang membutuhkan maka potensi terganggunya daya beli akan semakin besar untuk terjadi," ujarnya.

"Jika daya beli terganggu maka ini akan berpotensi mempengaruhi potensi pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga di tahun ini," kata Yusuf lagi. 


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani: RI Kini Jadi The Bright Spot Gelapnya Dunia

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular