
Listrik Banyak 'Nganggur', PLN Bisa Kena Denda Sebesar Ini..

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia masih mengalami kelebihan pasokan listrik atau over suplai listrik dari pembangkit yang ada. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa perusahaan listrik pelat merah atau PT PLN (Persero) harus membayar porsi listrik karena kelebihan pasokan yang sampai saat ini tercatat hingga 6 Giga Watt (GW).
Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyebutkan bahwa dengan adanya kelebihan pasokan listrik yang ada di Indonesia, maka PLN sebagai perusahaan listrik dalam negeri harus membayar karena sistem Take or Pay (ToP).
Dadan menyebutkan bahwa jumlah yang harus dibayar oleh PLN bisa mencapai Rp 3,5 triliun untuk setiap 1.000 Mega Watt (MW) atau 1 Giga Watt (GW) per tahunnya.
"Take or Pay adalah komponen yang dibayar oleh PLN untuk substitusi pengembalian investasinya. Kira-kira per 1.000 MW itu angkanya di angka Rp 3 triliun sampai 3,5 triliun per tahun," ungkap Dadan saat Konferensi Pers, Jakarta, Selasa (31/1/2023).
Dadan menyebutkan, dengan sistem Take or Pay ini, ada kewajiban untuk mengembalikan investasi dengan tetap membayar porsi listrik walaupun tidak terpakai. "Jadi kita ini sifatnya kan Take or Pay, itu (listrik) dipakai atau nggak terpakai, listriknya itu ada porsi yang harus dibayar. Itu adalah porsi untuk pembagian investasi," jelasnya.
Saat ini, kata Dadan, pemerintah termasuk PT PLN (Persero) sedang mencari cara supaya over suplai listrik tersebut bisa ditekan. Salah satunya dengan melobi perusahaan listrik swasta atau Independen Power Producer (IPP) untuk menunda Commercial Operation Date (COD) pembakit listrik miliknya.
"Upaya mundur COD-nya ini sudah dilakukan, pembangkit yang masuk tahun ini itu seharusnya sudah masuk di tahun sebelumnya. Karena ini pakai take or pay, dipakai atau tidak listriknya tetap dibeli," ungkap Dadan.
Kelebihan suplai listrik tentunya akan membebani keuangan PT PLN. Dalam hitungan INDEF sebelumnya, dari kelebihan pasokan listrik 25% yang pernah dialami PLN pada tahun 2021, PLN menanggung beban hingga Rp 122,8 triliun.
Ekonom INDEF, Abra Talatov mengatakan, nilai tersebut berasal dari asumsi biaya pokok perolehan listrik itu Rp 1.333 per kWh, lalu jika dikonversi dengan over supply yang 26,3% pada 2021, maka diperoleh potensi pemborosan akibat over suplai sebesar Rp 122,8 triliun pada 2021.
Namun demikian, bila ini dibiarkan, maka menurutnya pada ujungnya juga bisa berdampak pada keuangan negara karena bagaimanapun pemerintah masih memberikan subsidi dan kompensasi listrik kepada PLN.
"Keuangan PLN akan bleeding atau berdarah-darah, sehingga cash flow yang terganggu akan menyebabkan pemerintah turun tangan dalam pemberian PMN (Penyertaan Modal Negara) yang lebih besar. Ini disebut sebagai risiko kontingensi terhadap APBN. Kalau dibiarkan terus, maka defisit APBN kembali melebar dan tanggungan masalah PLN berakibat pada menyempitnya ruang fiskal," jelasnya kepada CNBC Indonesia, beberapa waktu yang lalu.
"Ini persoalan serius, kalau ini dibiarkan, maka ini akan terus menjadi parasit dalam APBN kita. Jadi, over supply listrik ini secara langsung jadi parasit menghisap sumber daya fiskal kita untuk kompensasi listrik tadi," lanjutnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Akhir Tahun, Listrik RI Makin Luber!