Resesi Seks di China, Korsel, Jepang & Thailand, RI Gimana?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 January 2023 09:30
Bendera China dan Korea Selatan
Foto: Bendera China dan Korea Selatan (Photo by Feng Li/Getty Images)

Resesi seks saat ini telah menjangkiti Korea Selatan dan China. Berikut cerita resesi seks yang terjadi di Korea Selatan dan China, dilansir dari berbagai sumber: 

Korea Selatan

Korea Selatan (Korsel) saat ini sedang dihantui dengan 'resesi seks' atau penurunan populasi manusia. Hal itu karena, warga Korsel menolak untuk memiliki keturunan.

Mengutip AP News, berdasarkan data pemerintah Korsel, Negeri Ginseng ini hanya mencatat tingkat kesuburan 0,81% pada 2021. Idealnya, satu negara harus memiliki tingkat kesuburan 2,1% untuk menjaga populasi.

Tak hanya enggan menikah, warga Korea Selatan yang sudah berumah tangga enggan memiliki keturunan atau hamil.

Hal ini dialami oleh Yoo Yeung Yi (30). Neneknya punya enam anak. Ia sendiri dua bersaudara. Namun, Yoo memutuskan tidak akan memiliki anak.

"Suami saya dan saya sangat menyukai bayi... tetapi ada hal-hal yang harus kami korbankan jika kami membesarkan anak-anak," kata Yoo kepada AP News.

"Jadi ini menjadi masalah pilihan antara dua hal, dan kami sepakat untuk lebih fokus pada diri kami sendiri," sambungnya

Ada banyak orang seperti Yoo di Korea Selatan yang memilih untuk tidak punya anak atau tidak menikah. Negara maju lainnya memiliki tren serupa, tetapi krisis demografi Korea Selatan jauh lebih buruk.

Tidak ada angka resmi berapa banyak warga Korea Selatan yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki anak. Namun catatan dari badan statistik nasional menunjukkan ada sekitar 193 ribu pernikahan di Korea Selatan tahun lalu, turun dari puncaknya 430 ribu pada tahun 1996.

Data badan tersebut juga menunjukkan sekitar 260.600 bayi lahir di Korea Selatan tahun lalu, sementara puncak kelahiran di negara tersebut mencapai 1 juta pada tahun 1971.

China

China dilaporkan tengah mengalami 'resesi seks', karena dalam satu dekade terakhir angka kelahiran turun ke tingkat terendah sejak tahun 1960-an.

Saat ini angka kelahiran di di China pada 2020 lalu merupakan terendah dalam 43 tahun terakhir.

Dalam pemberitaan media resmi China, Global Times, Biro Statistik Nasional China mengumumkan tingkat kelahiran pada tahun 2020 tercatat 8,52 per 1.000 orang.

Selain itu, badan resmi pemerintah itu mencatat bahwa tingkat pertumbuhan alami populasi menyumbang 1,45 per 1.000, nilai terendah dalam 43 tahun.

Mengutip The Strait Times yang melansir Bloomberg, tak ada alasan langsung mengapa angka kelahiran turun.

Namun, angka-angka baru mengkonfirmasi pertumbuhan populasi di ekonomi nomor dua dunia itu melambat secara dramatis, bahkan diperkirakan akan semakin turun, sebagaimana ditegaskan sejumlah pejabat sejak Juli 2021.

Sementara itu, beberapa pakar demografi menyebut bahwa hal ini diakibatkan oleh rendahnya wanita yang menginginkan kehamilan.

Pada Oktober lalu, Liga Pemuda Komunis China mengeluarkan publikasi yang mencatat hampir setengah atau 50% dari wanita muda yang tinggal di perkotaan negeri itu enggan menikah.

Ada beberapa alasan yang menyebabkan keengganan untuk menikah ini. Mulai dari tak punya waktu hingga biaya keuangan pernikahan dan beban ekonomi memiliki anak.

"Mereka yang disurvei mengatakan tidak punya waktu atau energi untuk menikah," kata laporan tersebut.

Sepertiga responden juga mengatakan mereka tidak percaya pada pernikahan. Bahkan dalam persentase yang sama, mereka juga mengatakan tidak pernah jatuh cinta.

Dari seluruh alasan itu, ada juga satu alasan terkait kultur bekerja 9-9-6. Budaya ini adalah posisi bekerja di mana warga bekerja 9 pagi sampai 9 malam, enam hari seminggu.

(cap/cap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular