
Negara-Negara Tempat Pelecehan Gambar Nabi Muhammad Terjadi

Jakarta, CNBC Indonesia - Seorang Profesor dari Universitas Hamline bernama Erika Lopez Prater harus menghadapi gugatan dari mahasiswanya karena memunculkan sikap Islamofobia. Prater dengan sengaja menunjukkan lukisan yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Menurut presiden Asosiasi Mahasiswa Muslim Hamline, dikutip Al Jazeera, tindakan tersebut sangat menghancurkan hati umat muslim. Sebab, bagi umat Islam, penggambaran visual Nabi Muhammad dilarang keras dan dipandang sebagai pelanggaran iman.
Kejadian ini menambah panjang catatan tentang propaganda Islamofobia yang beberapa kali pernah terjadi di negara lain. Pada dasarnya mereka melakukan hal tersebut atas nama kebebasan berpendapat yang terkadang menabrak batas-batas aturan suatu kepercayaan.
Berikut beberapa kasusnya.
Prancis: Kasus Charlie Hebdo
Kisah paling terkenal dari Prancis datang dari koran Charlie Hebdo. Sejak berdiri pada 1992 koran ini konsisten membuat konten satir dengan beragam topik, mulai dari politik, ekonomi, sampai agama, termasuk menyinggung agama tertentu, khususnya Islam.
Dilansir Deutsche Welle, konten yang selalu diungkit oleh Charlie Hebdo adalah publikasi karikatur Nabi Muhammad. Redaksi berdalih ingin mengangkat isu intoleransi dan represi tentang ekstremis Islam yang mengancam demokrasi. Semua dilakukannya atas nama iklim kebebasan berpendapat Prancis, meski pada sisi lain melewati batas-batas wajar suatu kepercayaan.
Pada akhirnya, tindakan tersebut harus dibayar mahal. Buntutnya memicu serangan teror dan pembunuhan. Paling tragis terjadi pada 2015 ketika terjadi penembakan orang-orang yang bekerja di Charlie Hebdo. Ada 12 korban jiwa dalam kejadian ini.
Dilansir Euronews, terbaru pada 2020 terjadi pemenggalan terhadap guru sekolah bernama Samuel Paty. Paty dipenggal oleh remaja Muslim usai menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di Charlie Hebdo untuk menjelaskan kebebasan berekspresi.
Meski demikian, rentetan peristiwa berdarah itu justru membuat Charlie Hebdo mendapat simpati. Setelah diserang pada 2015, koran itu berhasil terjual selama 8 juta eksemplar di seluruh dunia.
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, juga bereaksi atas sikap ini. Alih-alih mengkritik Charlie Hebdo, dia justru malah mengutuk radikalisme dan separatisme Islam untuk menciptakan kesetaraan di Prancis.
"(Paty) dibunuh karena para Islamis menginginkan masa depan kita ... Mereka tahu bahwa dengan adanya pahlawan dalam kesunyian seperti [Paty], mereka tidak akan pernah dapat memilikinya," ucap Macron di Paris, 21 Oktober 2020, seperti dilaporkan Reuters.
Belanda: Politikus Rasis Geert Wilders
Dari Negeri Kincir Angin ada politikus Partij Voor de Vrijheid (PVV), Geert Wilders. Pria keturunan Sukabumi ini tercatat punya rekam jejak rasis. Dia anti-imigran sekaligus anti-Islam. Dalam laporan Koen Damhuis di Brookings, Wilders menganggap Islam sebagai ancaman.
"(Islamisasi) merupakan ancaman eksistensial terhadap identitas kita, kebebasan kita," kata Wilders.
Pada 2011, dikutip AlJazerra, Wilders pernah menyamakan Islam dengan Nazi dan meminta publik untuk melarang Al-Quran. Serangan Wilders terhadap Islam didasarkan oleh motif politik.
Lewat cara itu, PVV dan Wilders sendiri mendapat tempat dan naik pamor. Kasus Charlie Hebdo, misalkan, dia jadikan "bahan bakar" untuk menyulut api perselisihan di Belanda kalau imigran Muslim adalah biang masalah dan tidak dapat hidup di masyarakat.
Masih mengutip laman yang sama, terbaru dia berulah lagi dengan menyerukan aktivitas Ramadhan lewat akun Twitter pribadinya. "Stop Islam. Stop #Ramadan. Freedom. No Islam," katanya di akun Twitter pada 12 April 2021.
India: Kasus Nupur Sharma
Nupur Sharma adalah politisi sekaligus juru bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), salah satu partai nasionalis penguasa di India. Dilansir BBC, komentar Sharma soal Nabi Muhammad dilontarkan dalam perdebatan kasus Masjid Gyanvapi.
Dengan berasal dari sayap kanan, Sharma melakukan penghasutan terhadap umat Muslim dan Nabi Muhammad selama perdebatan di TV. Masalahnya, posisinya saat itu sebagai juru bicara partai membuat orang marah. Sebab, banyak yang memandang kalau hasutan itu termasuk pandangan partai bukan personal.
Dalam perwartaan Aljazeera, hasutan ini membuat hampir 20 negara memanggil duta besar India untuk meminta penjelasan. Demonstrasi besar-besaran juga dilakukan di dalam dan luar negeri.
(mfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tunjuk Gambar Nabi Muhammad, Ini Nasib Profesor AS Sekarang..