
RI Bisa Tiru Thailand, Tahan Dolar Eksportir 1 Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah disarankan mewajibkan para eksportir untuk bisa menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di tanah air selama 6 bulan sampai 1 tahun, seperti yang sudah sukses dijalankan di Thailand.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mendukung agar pemerintah dapat memberlakukan kewajiban para eksportir untuk memarkirkan lebih lama DHE di tanah air.
"Kalau coba ditahan lewat peraturan ini sebenarnya bagus, karena untuk membuat cadangan devisa kuat dan memperbaiki kinerja rupiah," jelas Fithra kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/1/2023).
Menurut Fithra, best practice yang bisa ditiru dari kebijakan DHE dengan melihat kebijakan di Thailand. Bank sentral Thailand beberapa kali melakukan revisi terhadap rezim devisa mereka.
Tidak hanya ekspor barang, Negara Gajah Putih juga menerapkan rezim bebas mereka kepada ekspor jasa.
Pada Maret 2021, bank sentral Thailand menaikkan batas DHE yang tidak harus direpatriasi menjadi US$ 1 juta dari sebelumnya US$ 200.000. Di atas US$ 1 juta maka DHE harus direpatriasi ke baht.
Repatriasi dilakukan paling terlambat 360 hari setelah mendapat pembayaran. DHE juga diwajibkan mengendap dan baru bisa ditransaksikan lagi setelah 360 hari.
"Dari sisi best practice, Thailand DHE mereka antara 6 bulan sampai 1 tahun. Mereka sudah best practice, kita pun untuk melakukan itu gak masalah," jelas Fithra.
Kendati demikian, kata Fithra pemerintah perlu merencanakan dengan matang. Sebab jika terlalu gegabah, berisiko dapat membuat justru terjadi adanya capital outflow.
Para eksportir akan mempengaruhi perhitungan cost and benefit dalam konteks penempatan DHE. Jadi, pemerintah harus dengan matang bagaimana cara mengantisipasinya.
"Karena biar bagaimanapun, investasi atau ekspor dalam perdagangan internasional, mereka (eksportir) akan selalu membandingkan," jelas Fithra.
"Ketika ini dianggap terlalu ketat, mereka akan pindah ke tempat yang lebih cair. Ini jadi pertimbangan utama," kata Fithra melanjutkan.
Atau jika, pemerintah dan otoritas tidak mau terlalu ekstrem dengan mengharuskan eksportir menahan DHE 6 bulan sampai 1 tahun, bisa dengan melakukan mekanisme pasar.
Fithra mencontohkan, valas yang dipegang perbankan bisa kemudian dialihkan ke Bank Indonesia (BI) untuk melakukan operasi moneter.
Kalau sudah digunakan untuk operasi moneter valas, pasti return yang akan didapatkan oleh perbankan juga bisa lebih tinggi. Sehingga, perbankan bisa memberikan insentif yang untuk perbankan.
Dengan begitu, perbankan akan bisa lebih memperhitungkan berapa suku bunga valas yang pas dan menarik kepada eksportir.
"Jadi, on top dari perbankan ada semacam tambahan dari mekanisme pasar. Itu untuk memberikan insentif untuk tetap stay di dalam negeri," jelas Fithra.
Apabila dalam kebijakannya nanti perbankan diharuskan untuk menaikan suku bunga pinjaman valas, tanpa ada insentif yang menyertai, ini akan menjadi beban tersendiri untuk perbankan.
"Kalau dilakukan secara terburu-buru, ini bisa memunculkan risiko sistemik. Jadi, ini tidak bisa secara gegabah juga," ujar Fithra.
"Salah satu alternatifnya adalah memberikan mekanisme pasar, dan diberlakukan secara bertahap, jika nanti diharuskan DHE-nya untuk stay longer di dalam negeri," kata Fithra lagi.
Seperti diketahui, pemerintah berencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Dalam PP ini, terdapat empat sektor meliputi pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang diwajibkan memasukkan devisa hasil ekspor ke dalam sistem keuangan Indonesia.
Pemerintah berencana akan menambahkan manufaktur sebagai sektor yang juga wajib memasukkan devisa hasil ekspor ke dalam negeri.
Mengenai sektor yang harus diwajibkan menempatkan DHE-nya di dalam negeri, kata Fithra juga harus diperhitungkan. Tidak semua sektor diharuskan untuk menahan DHE-nya lebih lama di dalam negeri.
"Tidak bisa dilakukan secara generate ke semua sektor. Sektor-sektor yang memang tergantung pada SDA. DHE ini, sedikit banyak menjadi semacam barrier (penghalang) ekspor SDA secara berlebih-lebihan. Dalam konteks itu saya sepakat," jelas Fithra.
(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak! Begini Saran Ekonom Agar Dolar AS Betah di RI