Kesuksesan Hilirisasi Nikel RI Dinodai Tragedi Berujung Maut

Verda Nano Setiawan & Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
16 January 2023 19:14
nikel
Foto: Presiden Jokowi Resmikan Pabrik Smelter Nikel PT. GNI, Kab. Konawe, 27 Desember 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dinilai sukses dalam menjalankan program hilirisasi komoditas tambang, khususnya nikel, di dalam negeri. Meski harus melarang ekspor bijih nikel pada 2020 lalu, namun nyatanya kebijakan ini berhasil mendorong berkembangnya industri hilir nikel di Tanah Air.

Dengan pelarangan ekspor bijih nikel itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyebut bahwa Indonesia mendapatkan lompatan nilai tambah yang signifikan. Dari yang sebelumnya hanya berkisar Rp 17 triliun per tahun menjadi Rp 360-an triliun pada tahun 2021.

Pada 2022 bahkan nilai tambah dari komoditas nikel semakin meningkat menjadi sebesar US$ 33 miliar atau sekitar Rp 514 triliun.

Tak tanggung-tanggung, pada 2023 ini nilai tambah dari industri nikel diperkirakan bisa semakin meningkat lagi hingga US$ 38 miliar atau Rp 592,2 triliun (kurs Rp15.585 per US$). Hal tersebut sempat diungkapkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Septian Hario Seto.

"(Tahun ini) sekitar US$ 35-38 miliar," beber Seto kepada CNBC Indonesia, saat ditanya mengenai target nilai tambah hilirisasi nikel tahun 2023, dikutip Rabu (11/1/2023).

Dia juga menyebutkan bahwa melonjaknya target nilai tambah hilirisasi nikel pada tahun ini dipicu oleh bertambahnya volume ekspor produk hasil turunan nikel.

Kesuksesan hilirisasi nikel RI ini juga diakui oleh Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI). Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, program hilirisasi atau pemurnian komoditas nikel menunjukkan keberhasilan yang besar.

Bahkan, menurutnya keberhasilan hilirisasi nikel dalam negeri sudah terlalu "over".

"Kalau kita review dulu, sejak pemberhentian ekspor (bijih nikel) di tahun 2020 awal yang akhirnya kita dapat gugatan WTO. Sebenarnya, program hilirisasi nikel ini sudah teramat berhasil. Malah bagi kami ini terlalu over," tuturnya dalam Mining Zone CNBC Indonesia, dikutip Jumat (13/1/2023).

Keberhasilan hilirisasi nikel ini menurutnya dibuktikan dengan banyaknya pabrik pengolahan nikel yang bermunculan.

Meidy menyebutkan bahwa diperkirakan ada 43 pabrik pengolahan nikel hingga 2023 ini. Bahkan, jumlah ini diperkirakan akan semakin meningkat lagi. Pada 2025, dia memperkirakan akan terdapat 136 pabrik pengolahan nikel beroperasi di Indonesia.

"Pabrik industri nikel yang sudah berproduksi di Indonesia dan yang akan berproduksi itu yang saat ini sampai tahun 2023 saja sudah sekitar 43 pabrik pengolahan nikel. Nanti tahun 2025 dan seterusnya itu akan terbangun 136 pabrik," jelasnya.

Meidy mengatakan, keberhasilan hilirisasi nikel juga dibuktikan dengan konsumsi bijih nikel dalam negeri yang akan terus bertambah. Pada tahun ini konsumsi bijih nikel di Indonesia diperkirakan bisa mencapai 145 juta ton bijih nikel.

Tak berhenti di situ, bahkan sampai tahun 2025, konsumsi bijih nikel di dalam negeri diperkirakan akan semakin meroket hingga 400 juta ton per tahun.

"Di tahun 2025 sendiri itu, (Indonesia) akan mengkonsumsi sekitar 400 juta ton bijih nikel per tahun. Tahun ini saja, tahun 2023 akan mengkonsumsi sekitar 145 juta ton bijih nikel. Kita lihat bahwa hilirisasi nikel sudah sangat amat berhasil," tambahnya.

Dengan begitu, Meidy menilai bahwa pengusaha nikel sangat dan akan terus mendukung program pemerintah dalam hilirisasi komoditas nikel.

Namun sayangnya, di tengah kabar baik berkembangnya industri hilir nikel di Tanah Air, ada kabar tak sedap yang mewarnainya. Dalam dua bulan terakhir ini secara berturut-turut telah terjadi insiden kebakaran dan juga memakan korban jiwa pada salah satu perusahaan smelter nikel di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Setidaknya dikabarkan empat orang meninggal dunia dari dua tragedi selama dua bulan terakhir ini.

Insiden ini terjadi pada smelter nikel milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah.

Kejadian pertama, sebuah tungku di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bijih nikel menjadi Nickel Pig Iron (NPI) PT GNI di Morowali Utara meledak dan terbakar pada pukul 03.00 dini hari Kamis (22/12/2022).

Akibat kejadian itu, dua karyawati operator alat berat di smelter tersebut dikabarkan menjadi korban meninggal dunia.

Belum sebulan sejak tragedi tersebut, tragedi serupa kembali terjadi. Pada Sabtu malam (14/01/2023), terjadi bentrokan antara pekerja berstatus Warga Negara Asing (WNA) dan pekerja lokal di area smelter.

Dari kejadian bentrokan ini juga dikabarkan memakan korban jiwa, setidaknya dua orang dikabarkan meninggal dunia. Dari kedua korban meninggal tersebut, satu merupakan WNI dan satu WNA.

"Ralat untuk korban meninggal hanya dua orang, satu orang TKA dan satu orang pekerja lokal," kata Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto mengutip CNN Indonesia, Senin (16/1/2023).

Kejadian ini pun akhirnya menjadi buah pembicaraan publik, bahkan sempat menjadi trending di lini Twitter pada Senin pagi (16/01/2023).

Banyaknya sorotan publik terhadap kejadian ini akhirnya membuat Direksi PT GNI buka suara. Melalui pernyataan resmi perusahaan, Direksi PT GNI menyampaikan sangat prihatin atas peristiwa demonstrasi yang berakhir ricuh. Pasalnya, hal tersebut tidak hanya berdampak bagi perusahaan melainkan juga juga masyarakat sekitar.

"Perusahaan bersama-sama dengan aparat penegak hukum langsung melakukan investigasi yang mendalam dan mengusut tuntas seluruh kejadian yang menimbulkan kerugian bagi semua pihak baik kerugian materiel, imateriel, hingga jatuhnya korban jiwa," ujar Direksi PT GNI, dikutip Senin (16/1/2023).

Selama investigasi berlangsung, perusahaan meminta seluruh pihak dapat menahan diri dan berpikir jernih dalam mengolah informasi yang beredar. "Khususnya mengenai pemberitaan yang simpang siur, yang berpotensi menimbulkan persepsi yang keliru atas peristiwa yang terjadi," ujar Direksi.

Perusahaan pun mengajak semua pihak untuk menjaga keberlangsungan investasi GNI. Mengingat GNI telah memberikan manfaat bukan hanya untuk kepentingan perusahaan, namun juga untuk masyarakat sekitar dan negara.

"Oleh karena itu, perusahaan berharap agar ke depannya hal-hal seperti ini tidak terulang lagi, sehingga perusahaan dapat terus memberikan manfaat bagi semua pihak," katanya.

Perlu diketahui, PT GNI ini berdiri sejak 2019. Ini merupakan perusahaan pengolah bijih nikel menjadi Nickel Pig Iron (NPI). Adapun kapasitas produksi NPI mencapai 1,9 juta ton per tahun.

Operasional smelter nikel PT GNI ini sempat diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 27 Desember 2021. Adapun teknologi yang digunakan yakni Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dengan mengembangkan 25 jalur produksi.

Lantas, siapakah pemiliknya?

Setelah ditelusuri CNBC Indonesia, ternyata PT GNI ini dimiliki oleh perusahaan baja China, yakni Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd.

Investor asal China Jiangsu Delong Nickel Industry ini ternyata perusahaan stainless steel dan terbentuk sejak Agustus 2010 lalu di Kawasan Ekonomi Industri Xiangshui, Kota Yancheng, Provinsi Jiangsu, China.

Jiangsu Delong Nickel ini tercatat memiliki 9.300 karyawan, termasuk 2.470 pekerja di smelter Indonesia. Selain itu, perusahaan juga mempekerjakan 500 insinyur dan teknisi.

Perusahaan mencatatkan penjualan sebesar 95 miliar yuan pada 2020 dan mencetak laba sekitar 3 miliar yuan. Pada 2020, perusahaan ini dinobatkan sebagai perusahaan dengan peringkat ke-231 dari 500 perusahaan swasta terbaik di China pada 2020.

Melihat kejadian ini, Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum Asasi Manusia, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan sudah mengirim tim, terkait kejadian kerusuhan antara pekerja asing dengan warga lokal di area smelter milik PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.

"Saya gak bisa menjelaskan untuk menyangkut soal keamanan dulu ya. kalau substansinya menyangkut Menteri Ketenagakerjaan dan Investasi. soal keamanannya biar Polisi dulu," kata Mahfud, saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (16/1/2023).

Mahfud mengatakan dia belum mau komentar lantaran belum berbicara dengan tim yang diutus untuk mendalami kasus ini. "Udah, saya sudah utus pak Rudolf, deputi saya untuk mendalami ini. dan segera memberikan laporan paling update untuk saya," kata Mahfud.

Selain Mahfud MD, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah juga turut buka suara mengenai kejadian ini. Ida mengatakan, pihaknya sudah melakukan mediasi dengan para pekerja dan perusahaan. Dia menyebut, kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan.

"Dan hari ini sudah dilakukan dua-duanya, sudah melakukan mediasi, dicapai kesepakatan. Berikutnya, kami akan implementasi dari kesepakatan tersebut," kata Ida Fauziyah, saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (16/1/2023).

Ida menyebut akar masalah dari insiden ini karena adanya tuntutan dari pengunjuk rasa yang belum direspons oleh pihak pengusaha.

"Akar masalah ada beberapa tuntutan, yang disampaikan kepada perusahaan yang belum direspons, sehingga memicu terjadinya unjuk rasa yang berakhir pada anarkis. Jadi, ini pada persoalan yang belum direspons dengan baik oleh pihak perusahaan," kata Ida.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) pun buka suara terkait kejadian ini.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenkomarves Septian Hario Seto menyayangkan kejadian bentrok di PT GNI. Oleh sebab itu, ia mendorong agar komunikasi dua arah yang lebih baik antar serikat pekerja dan pihak perusahaan ditingkatkan.

"Perusahaan juga perlu lebih memperhatikan tuntutan Serikat Pekerja (yang sudah Official), diskusi dan diambil konsensus bersama," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (16/1/2023).

Seto juga menyayangkan terdapat para provokator yang memicu aksi kekerasan. Adapun para provokator tersebut saat ini sudah diamankan dan akan ditindak sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular