Daerah Ini Produsen Beras Terbesar, Tapi Rakyatnya Kekurangan
Jakarta, CNBC Indonesia - Jawa Tengah menduduki posisi kedua provinsi penghasil beras terbanyak di Indonesia, satu tingkat di bawah Jawa Timur. Namun ironinya, provinsi ini justru mengalami defisit beras selama 6 bulan sepanjang tahun 2022.
Demikian disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah Rahmat Dwi Saputra dalam acara seminar nasional Strategi Menjaga Inflasi dan Ketahanan Ekonomi Daerah 2023 INDEF, Kamis (12/1/2023).
"Walaupun kita surplus (beras) sebesar 3,2 juta ton, namun kita defisit selama 6 bulan dalam 1 tahun, antara bulan Januari kita defisit, bulan Mei kita defisit, September, Oktober, November, dan Desember," ungkapnya.
Sedihnya lagi lanjut Rahmat, ternyata harga beras merupakan penyumbang terbesar tingginya angka inflasi di provinsi tersebut. Bahkan, kontribusi beras terhadap angka inflasi Jateng lebih besar dibandingkan gabungan antara bahan pokok lain seperti daging ayam, bawang, cabai, dan telur.
"Coba kita pikir ya Jawa Tengah itu sebagai lumbung pangan beras setelah Jatim, kenapa kok inflasinya tinggi kontribusinya beras? Di grafik bulat-bulat ini secara bobot maupun secara frekuensi kemunculan inflasinya setiap bulan beras paling tinggi," ujarnya.
"Kalau kita lihat bulatannya itu paling besar sendiri itu penjumlahan dari daging ayam ras, bawang merah, cabai merah, bawang putih dan telur, itu ditotal sama dengan bobot inflasi maupun frekuensi keseringan munculnya beras sebagai pemicu inflasi," lanjutnya.
Rahmat menilai kondisi ini seharusnya menjadi rambu-rambu ancaman pangan yang harus segera diatasi. Terlebih berdasarkan catatannya, inflasi beras bulan Desember 2022 lalu yang berada di angka 3,67% merupakan yang tertinggi selama 5 tahun terakhir.
"Kalau kita lihat ini mustinya jadi lampu merah kita bersama nih, alarm, bulan Desember inflasi beras itu 3,67% tertinggi selama 5 tahun terakhir. Lagi-lagi ini harus menjadi early warning kita kenapa kok beras bobotnya pertama dan terbesar 4,02% di antara seluruh komoditas pangan, dan kita bisa mengalami inflasi tertinggi pada bulan kemarin inflasi beras 3,67% selama dalam 5 tahun terakhir," katanya mengingatkan.
Setelah ditelusuri, Rahmat menemukan fakta bahwa penyebab dari dua masalah ini adalah banyak hasil panen beras di Jateng yang diangkut ke Jakarta. Ketika selesai panen, beras tersebut sudah ditunggu oleh truk-truk angkutan yang siap membawanya ke Jakarta.
Alhasil, banyak masyarakat Jateng yang tidak menikmati hasil alamnya sendiri. Bahkan sebagai imbasnya, mereka harus membeli beras dengan harga yang mahal karena harus membelinya dari Jakarta.
"Defisit beras itu karena kita musim tanam dan beras ketika dia panen truk-truk dari Jakarta sudah mangkal di situ langsung diangkut ke Jakarta. Artinya memang pasokannya di Jawa Tengah kita ngambil dari Jakarta padahal produksinya dari Jateng," jelasnya.
Berdasarkan data yang diterimanya, jumlah produksi beras Jawa Tengah di tahun 2022 sebanyak 5,5 juta ton. Namun lebih dari setengah sebanyak 3,2 juta ton dikirim ke daerah lain, dimana 51% dari 3,2 juta tersebut dikirim ke Jakarta.
Menurutnya, ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Pemerintah perlu memastikan agar produksi beras di Jawa Tengah ditahan dalam jumlah tertentu.
"Ini menjadi PR kita bahwa diperlukan suatu sistem yang bisa menahan minimal antara 10-15% produksi beras di Jawa Tengah supaya dia bisa beredar di Jawa Tengah langsung tanpa melalui Jakarta, karena kalau melalui Jakarta ongkos cukup tinggi, angkut ke Jakarta dan balik ke Semarang, itu jadi lebih tinggi harga berasnya," pungkasnya.
(mij/mij)