Internasional

Cerita 'Mal Hantu' & Silicon Valley Tetangga RI yang Meredup

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
03 January 2023 14:30
This picture taken on February 9, 2021 shows a couple eating dinner in their car outside the Padi House restaurant in Cyberjaya, outside Kuala Lumpur. - Lockdown-weary Malaysians have jumped at the chance for an unusual eating-out experience allowing them to enjoy restaurant food despite coronavirus curbs -- in-car dining. (Photo by Mohd RASFAN / AFP) (Photo by MOHD RASFAN/AFP via Getty Images)
Foto: Cyberjaya, Malaysia (Photo by MOHD RASFAN/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Cyberjaya di Malaysia yang mendapat julukan Silicon Valley di negara tersebut saat ini menjadi sebuah kota yang tak begitu banyak dihuni. Bahkan, sejumlah sudut bangunan yang diharapkan menjadi ramai oleh kegiatan masyarakat kini sepi.

Salah satunya adalah pusat perbelanjaan Malakat Mall. Pada Agustus lalu, seorang pembuat konten berusia 24 tahun bernama Aqlan Rosli membagikan video online yang viral di mana dia berjalan melalui mal yang tampak modern dipenuhi dengan toko-toko yang lengkap dan food court.

Namun, tak ada pengunjung yang datang. Mal tersebut seakan terlepas begitu saja dari perhatian masyarakat.

Video Aqlan mengumpulkan lebih dari 2.000 komentar, banyak diantaranya berasal dari penduduk setempat yang mengatakan mal itu sangat sepi karena toko-tokonya 'terlalu mahal', sementara yang lain mengatakan tidak ada alasan yang cukup untuk berkunjung.

Media lokal pun akhirnya menjuluki Mall Malakat sebagai 'mal hantu yang terbengkalai'.

Adapun, Cyberjaya dikembangkan pada tahun 1997 sebagai gagasan Perdana Menteri (PM) saat itu, Mahathir Mohamad yang ingin membangun 'ekonomi multimedia'. Kota ini direncanakan dapat sejajar dengan Silicon Valley di Amerika Serikat (AS).

Noor Azman Yusof, yang merupakan manajer keuangan korporat tim pengembangan awal Cyberjaya, memperkirakan biaya US$ 700 juta pada saat itu untuk membangun infrastruktur kota seluas 2.800 hektar.

Azman pun memegang berbagai peran dalam pembangunan Cyberjaya, termasuk memimpin pengembangan jaringan serat optik kota.

"Itu adalah awal dari gelembung dot-com, dan tolok ukurnya adalah Silicon Valley," kata Azman kepada Insider dikutip, Selasa (3/1/2022).

Cyberjaya telah digambarkan sebagai "kegagalan" oleh media dan sejumlah think-tank. Buktinya, sekitar dua dekade setelah kota itu diluncurkan, tidak banyak yang bisa ditampilkan.

Saat ini, Cyberjaya, dengan lebih dari 100.000 penduduknya, tidak memiliki startup unicorn dan kantor teknologi besar yang biasanya diasosiasikan dengan Silicon Valley.

Sebaliknya, ini adalah kota perumahan di mana harga sewa terjangkau dan penduduknya menikmati hidup dengan biaya rendah, hidup berdampingan dengan kantong-kantong ruang yang hampir sepenuhnya kosong.

Salah satu kekosongan ini tampak di CBD Perdana. Ada tiga kawasan yang dikembangkan sebagai bagian dari pusat bisnis itu.

Di ruang dekat Malakat Mall yang berukuran sekitar 14 lapangan sepak bola atau 13,8 hektare, deretan toko tutup. Setidaknya hanya terlihat satu bisnis yang beroperasi: taman kanak-kanak.

"Sepertinya selalu seperti ini dan tidak mengganggu siapapun," ujar salah seorang warga yang mengomentari sepinya kawasan itu.


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jangan Kaget! Silicon Valley Jadi 'Mal Hantu' di Tetangga RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular