
Ramai BPJS Kesehatan Orang Kaya, Hapus Kelas & Iuran Baru

Kementerian Kesehatan berencana untuk menaikkan tarif jaminan kesehatan nasional (JKN) yang saat ini tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 dan Permenkes Nomor 52 Tahun 2016.
Revisi dilakukan terkait penyesuaian tarif kapitasi dan Indonesia case base Groups (INA-CBG's). Menkes Budi Gunadi menargetkan revisi dua aturan tersebut selesai di tahun ini.
Kenaikan tarif tersebut disebabkan karena sejak 2014, tidak ada penyesuaian tarif kapitasi dan sejak 2016 belum ada penyesuaian tarif INA-CBG's.
Budi juga mengatakan harga sejumlah barang saat ini sudah sangat berubah dan karena itu harus disesuaikan.
Perubahan harus dilakukan karena tarif saat ini dari sisi fairness atau equity antar fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) lebih banyak pelayanan di RS kelas A. Padahal, banyak pelayanan yang sudah bisa dilakukan di RS kelas C dan D.
Dengan memperhitungkan jumlah populasi di masing-masing daerah, nilai kapitasi pun kemungkinan tidak akan sama. Misalnya, Yogyakarta yang memiliki jumlah populasi usia tua paling banyak akan memikul beban lebih tinggi ketimbang di Bali yang lebih banyak populasi usia muda.
Besaran kapitasi yang naik juga diikuti dengan perbaikan indikator pembayaran kapitasi berbasis kinerja untuk mengontrol mutu pelayanan.
Lebih rinci, dalam revisi Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 tentang standar tarif JKN dengan memperbaiki formula perhitungan tarif sesuai dengan yang dipakai di beberapa negara.
"Yaitu Relative weight x Base weight x Adjustment factor," jelas Budi. Adjustment factor yang dimaksud dalam rumus tersebut mempertimbangkan regionalisasi antara fasilitas kesehatan.
Kendati demikian, Budi memastikan bahwa iuran BPJS Kesehatan kepada masyarakat, dipastikan akan tetap hingga 2024 mendatang. Kebijakan itu dilakukan atas arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Memang secara politik susah menerima (kenaikan premi BPJS), sehingga bapak presiden yang minta kalo bisa jangan naik sampai 2024, jadi kita jaga bener posisi politik pemerintah agar ini tidak naik," jelas Budi saat melakukan rapat kerja dengan Komisi IX DPR November silam, dikutip Rabu (28/12/2022).
Mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan, bahwa besaran iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.
1. Peserta PBI
Iurannya sebesar Rp. 42.000 dibayarkan oleh pemerintah pusat, dengan kontribusi pemerintah daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.
2. Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) atau Pekerja Formal
Yang dimaksud peserta PPU/pekerja formal seperti ASN, TNI, POLRI dan pekerja swasta.
Besaran iuran sebesar 5% dari upah, dengan rincian 4% dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja.
Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta.
Bila seorang pekerja memiliki gaji di atas Rp 12 juta, Rp 13 juta misalnya, maka iuran yang dibayarkan tetap 5% dari Rp 12 juta.
3. Peserta Bukan Pekerja (BP) atau Pekerja Informal
Kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran BPJS sesuai yang dikehendaki.
- Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan
- Kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan
- Kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang per bulan
Untuk iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sebenarnya sebesar Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000.
(cap/cap)