Ada Durian Runtuh, RI Tak Lagi Tambah Utang Banyak-banyak!
Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit APBN 2022 diperkirakan hanya mencapai 2,49% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, pemerintah tak perlu banyak menarik utang untuk menutup defisit tersebut.
Perkiraan defisit APBN 2022 yang mencapai 2,49% terhadap PDB tersebut pertama kali diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023 yang berlangsung pada 21 Desember 2022 di Jakarta.
Proyeksi kepala negara atas defisit APBN 2022 tersebut lebih rendah dari target awal Kementerian Keuangan yang sebesar Rp 840,2 triliun atau 4,5% dari PDB.
Adapun, realisasi pembiayaan melalui penerbitan utang hingga 14 Desember 2022 telah terealisasi sebesar Rp 540,3 triliun atau turun 24,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 713,8 triliun.
Penerbitan utang sampai dengan 14 Desember, terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 531,4 triliun dan melalui pinjaman (neto) sebesar Rp 8,9 triliun.
"Penerbitan SBN melalui lelang tahun 2022 telah selesai dilakukan pada minggu I Desember 2022," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita edisi Desember 2022, dikutip Rabu (28/12/2022).
Seperti diketahui, pemerintah menerbitkan utang senilai Rp 854,87 triliun hingga Selasa (6/12/2022). Utang tersebut diserap melalui penerbitan SBN, private placement, maupun bookbuilding pada penerbitan SBN berdenominasi valuta asing (valas). Termasuk dalam utang tersebut adalah obligasi ritel yang dijual kepada masyarakat umum.
Penawaran yang masuk sepanjang tahun ini menembus Rp 1.785,02 triliun. Jumlah utang masih akan bertambah karena pemerintah akan memenuhi sisa target Surat Keputusan Bersama (SKB) III dengan Bank Indonesia senilai Rp 128,6 triliun.
Artinya, penerbitan utang tahun ini bisa mencapai Rp 983,47 triliun. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan pada dua tahun sebelumnya.
Penerbitan utang (bruto) mencapai Rp 1.541,3 triliun pada 2020 dan Rp 1.352,8 triliun pada 2021. Namun, tetap lebih besar dibandingkan periode pra-pandemi seperti pada 2019 yang tercatat Rp 921,5 triliun.
(cap/cap)