Menguak Proyek 'Harta Karun' RI yang Tak Kunjung Berjalan
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memang dianugerahi berbagai jenis sumber daya alam (SDA) komoditas energi yang begitu melimpah termasuk potensi cadangan Minyak dan Gas. Salah satu cadangan migas terbesar adalah di Maluku, yang dikenal Blok Masela.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian ESDM ternyata cadangan gas bumi terbukti paling banyak berada di wilayah Maluku, yakni 13.988 miliar kaki kubik persegi (billion square cubic feet/BSCF).
Maluku memiliki beberapa sumber daya migas yang baik yaitu cekungan hidrokarbon di bula juga blok Masela yang sudah sangat terkenal.
Jika dilihat kondisi geologi, provinsi Maluku terletak pada pertemuan 3 lempeng besar yaitu Lempeng Eurasia, pasifik, dan Australia. Tentu saja dengan adanya pertemuan lempeng tersebut menyebabkan adanya struktur-struktur geologi, salah satunya adalah cekungan.
Kendati demikian, cadangan migas yang besar tak melulu membuat blok-blok ini lancar. Blok Masela, proyek gas abadi yang dikenal tak kunjung berjalan.
Blok Masela: Proyek Gas Abadi yang Tak Kunjung Berjalan
Blok Masela sudah ditemukan lebih dari 20 tahun lalu, namun hingga saat ini proyek belum beroperasi. Padahal, proyek migas laut dalam ini merupakan salah satu proyek strategis nasional (PSN).
Blok Masela merupakan lapangan minyak dan gas terbesar di Indonesia. Lokasinya berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Secara geografis lokasi Blok Masela berbatasan dengan Timor Leste dan Australia.
Cadangan Blok Masela pertama kali baru diketahui pada 2000. Ketika itu sumur eksplorasi pertama yang dibor adalah sumur Abadi-1 yang terletak di tengah-tengah struktur Abadi dengan kedalaman laut 457 meter dan total kedalaman 4.230 meter.
Blok Masela memiliki potensi cadangan gas yang sangat besar, mencapai 10,73 triliun kaki kubik (Tcf). Karena itu, Blok Masela sering disebut sebagai lapangan gas abadi. Pemerintah mengklaim cadangan gas di Blok Masela tidak akan habis sampai 70 tahun ke depan.
Kemajuan proyek Abadi LNG Blok Masela terhenti usai mundurnya Shell Upstream Overseas pada Juli 2020. Hengkangnya perusahaan migas asal Belanda itu menghambat kemajuan proyek Masela senilai US$19,8 miliar atau sekitar Rp285 triliun, dan ditargetkan dapat berproduksi pada 2027.
Sebelum menarik diri dari proyek LNG Blok Masela, Shell menguasai 35% saham participating interest (PI). Sisanya dikuasai Inpex asal Jepang sebesar 65%. Mundurnya Shell membuat Inpex kesulitan mencari investor pengganti.
"Blok masela itu terus kita dorong, yang semula dulu sebetulnya sudah akan jalan Inpex kemudian Shell, tetapi karena saat itu harganya (minyak) rendah, sehingga ada yang mundur dan pengerjaannya juga ikut mundur," kata Presiden Joko Widodo dalam catatan CNBC Indonesia.
Ia berhadap konsorsium untuk pengembangan proyek tersebut segera terbentuk. "Supaya proyeknya bisa segera dimulai.
Baca Halaman Selanjutnya >>> Adanya Pro Kontra Hingga Kelanjutan Proyek
(aum/aum)