Pensiun Massal, Pilihan PNS: Bertahan atau Berhenti

Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-undang (UU) Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) akan mengatur pensiun dini massal.
Sebelum sampai aturan tersebut dibahas, pemerintah akan mulai mendata jumlah ASN yang bakal berakhir kerjanya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan.
Setelah pendataan proyeksi jumlah ASN yang akan tidak lagi bekerja itu selesai, pemerintah akan mulai mengajukan dua pilihan bagi mereka, yaitu melanjutkan kerja sebagai abdi negara atau memutuskan berhenti. Dengan demikian, ini menjadi salah satu skema pengakhiran tugas mereka.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Abdullah Azwar Anas mengatakan, pendataan tersebut akan selesai paling lambat bulan ini. Mulai dari ASN yang akan pensiun, telah meninggal, terkena mutasi, hingga memang harus keluar dari keanggotaan sebagai ASN.
"Kita sedang membuat proyeksi sebetulnya, [untuk] 5-10 tahun ke depan. Insya Allah Desember ini sudah selesai datanya. Terkait data tadi, berapa yang pensiun, berapa yang berhenti, berapa yang meninggal dari seluruh ASN yang ada," kata Azwar, dikutip Sabtu (24/12/2022).
Azwar mengatakan, setelah data proyeksi itu selesai pemerintah akan mulai mengajukan dua pilihan bagi mereka, yaitu melanjutkan kerja sebagai ASN sampai batas waktu pensiun atau langsung memutuskan untuk pensiun dini.
"Kita akan kasih pilihan yang akan melanjutkan berkarir di ASN berapa, mereka yang akan membuat pilihan tidak di ASN ada berapa, dan kita juga sedang menghitung berapa biaya nya yang akan kita sampaikan ke Kementerian Keuangan," jelas Azwar.
Menurut Azwar, seluruh pilihan itu harus diajukan kepada mereka karena fokus pemerintah untuk ke depannya adalah merampingkan organisasi di pemerintahan pusat dan daerah. Sebab, di beberapa tempat, jumlah ASN saat ini terbilang terlalu besar.
"Karena kemarin kita lihat ada kota yang jumlah penduduknya di atas 3 juta itu SKPD (satuan kerja perangkat daerah)-nya cuma 35, tapi ada kota yang hanya 500 ribu SKPD-nya 46. Nah, ini lagi kita tata supaya ada efisiensi dan kita optimalkan kinerja birokrasi yang berdampak di daerah," tutur dia.
Azwar mengaku, proses pemetaan ini tidak akan mudah dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Namun, pelaksanaannya juga harus tetap dilakukan apalagi pemerintah sudah mulai melakukan perampingan untuk jabatan fungsional, seperti eselon 3 dan eselon 4.
"Eselon 3 eselon 4, kan, dipangkas supaya lebih agile, lebih lincah di bawah karena kalau semua mengisi kotak-kotak akan kurang terus orang, padahal sekarang trennya di luar, disrupsi ke pegawai, karena pegawai itu lebih lincah dan ini sedang kita beresin," ujar dia.
"Nah, kalau jabatan fungsional ini tuntas penataannya maka jumlah orang tidak harus terlalu besar banget karena bisa bergerak lincah di bawah sesuai skala prioritasnya. Kalau sekarang, kan, masih kerjanya kotak-kotak gitu. Jadi sedang kita beresin," tutur Azwar.
Sebagai informasi, RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara semakin menjadi sorotan masyarakat. Salah satunya karena RUU ASN tersebut mengatur tentangpensiun dini massal ASN.
Pensiun dini massal bagi para PNS dan PPPK itu diatur dalam pasal 87 ayat 5 RUU usulan DPR yang telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2023. Ayat 5 ini menjadi aturan tambahan dari UU ASN sebelumnya.
Pasal 87 ayat 5 itu berbunyi dalam hal perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini dilakukan secara massal, pemerintah sebelumnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR berdasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terungkap! Asal Mula Ide Pensiun Massal, PNS Banyak Tertarik
