
Sst! Ada Gelagat Aneh Impor Beras RI 500 Ribu Ton

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 6 Desember 2022 lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan, telah memberikan izin impor beras sebanyak 500 ribu ton kepada Perum Bulog.
Padahal, di sekitar bulan Juni 2022, ramai diberitakan sejumlah negara meminta akses impor beras dari Indonesia. Berawal dari pernyataan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait permintaan impor 2,5 juta ton beras oleh China. Namun, ditolak oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mendag Zulkifli Hasan sendiri mengatakan, secara prinsip tak setuju dengan impor beras, tapi sudah hasil rapat kabinet. Pasalnya, Bulog sudah berupaya menyerap beras petani dengan harga fleksibel. Namun, tetap tak bisa memenuhi target cadangan beras pemerintah (CBP) sebanyak 1,2 juta ton di akhir tahun 2022.
Selanjutnya, BUMN pangan itu akan merealisasikan izin impor secara bertahap. Yaitu, 200 ribu ton sampai akhir tahunn 2022 dan 300 ribu ton lainnya di awal tahun 2023 sebelum masuk musim panen raya.
"Dari 500 (ribu ton), 200 (ribu ton) sudah kontrak. Kalau sudah kontrak biasanya akan terealisasi. Tinggal proses masuk saja," kata Kabag Humas Bulog Tomi Wijaya kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/12/2022).
"Diberikan penugasan, mencari, diterbitkan izin, kontrak. Kira-kira gitu prosesnya. Prosesnya sejak diberikan penugasan," tambahnya.
Sekitar 10 hari sejak pernyataan Mendag tersebut, pada 16 Desember 2022, kapal perdana membawa 5.000 ton beras impor asal Vietnam masuk Indonesia lewat pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Selain itu, menurut Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas), di saat bersamaan 5.000 ton beras asal Vietnam masuk lewat pelabuhan Merak, Banten.
Tak hanya itu.
Wacana potensi impor beras dilontarkan pertama kali oleh Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dan Budi Waseso saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI pada 16 November 2022.
Pada 18 November 2022, Buwas mengungkapkan, pihaknya telah mempersiapkan cadangan beras di luar negeri.
"Total stok yang kami punya sekarang sudah hampir 1,2 juta ton yang tersimpan di gudang-gudang Bulog di seluruh Indonesia. Ditambah stok beras komersil hasil kerja sama di luar negeri. Stok beras di luar negeri ini bisa kapan saja kami tarik jika memang stok dalam negeri sudah habis. Intinya untuk stok beras tidak ada masalah," kata Budi Waseso dalam keterangan resmi.
Anehnya, di saat bersamaan, Buwas tetap mengklaim pasokan beras nasional yang dikuasai pemerintah dalam jumlah yang aman untuk enam bulan ke depan (sejak 18 November 2022).
"Masyarakat jangan khawatir, Bulog menjamin kebutuhan beras tersedia di masyarakat dengan harga terjangkau walau di pasaran ada sedikit kenaikan harga. Kami melakukan pemantauan secara terus menerus di tengah situasi saat ini agar tetap terkendali," kata Budi.
Aneh dan Mendadak
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, impor beras kali ini aneh. Apalagi, impor dilakukan pada akhir tahun.
"Kalau alasannya untuk kesiapan stok jelang libur Nataru (Natal dan Tahun Baru), harusnya sudah impor sejak Oktober," kata Bhima kepada CNBC Indonesia dikutip Rabu (21/12/2022).
Alasan sebenarnya impor beras, lanjutnya, untuk menjaga stabilitas harga pangan di tahun politik. Sebab, ada kekhawatiran inflasi pangan meningkat karena porsi beras terhadap sumbangan inflasi dan garis kemiskinan cukup besar.
"Semacam menjaga stabilitas ekonomi sehingga legacy pak Jokowi dalam menjinakkan inflasi dapat dilakukan," tukasnya.
"(Impor) terlalu buru buru dan menimbulkan kejanggalan. Harusnya ada perencanaan sesuai data valid produksi dan proyeksi kebutuhan. Kalau di luar rencana artinya ada masalah serius soal tata kelola pangan," kata Bhima.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menduga, rencana impor memang sudah dipertimbangkan sejak harga beras di dalam negeri menunjukkan tren menanjak.
"Sebetulnya solusi impor sudah bisa diputuskan sejak Bulog sudah menyebut cadangan berasnya belum mencapai batas aman. Sebelumnya juga sudah ada kenaikan harga beras walau tipis," kata Hasran.
"Impor beras ini adalah suatu tindakan yang wajar mengingat belum tercukupinya stok beras nasional, yang mengancam ketahanan pangan nasional," tambahnya.
Di sisi lain, dia mengatakan, impor idealnya tidak dilakukan secara reaktif. Impor dapat direncanakan dari jauh hari dengan mempertimbangkan pergerakan harga dan ketersediaan beras.
"Impor yang dilakukan secara mendadak dan reaktif sebenarnya juga merugikan Indonesia. Karena dari segi harga, beras yang didapat lebih mahal dibandingkan dengan impor yang dilakukan secara terencana," jelas Hasran.
"Impor juga solusi logis mengingat harga beras nasional cenderung masih lebih mahal dibandingkan di pasar internasional. Termasuk di beberapa negara tetangga seperti Filipina dan Thailand," katanya.
Dia menambahkan, pemerintah harus fokus memiliki satu data pangan yang akurat dan terintegrasi dengan semua institusi.
"Kebijakan yang diambil berdasarkan data yang tidak akurat berpotensi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah," imbuhnya.
"Parameter harga yang menunjukkan ketersediaan komoditas pangan dapat menjadi salah satu pertimbangan. Sambil melihat potensi masalah lain, misal persoalan pada distribusi dan faktor eksternal yang memengaruhi, seperti kenaikan harga BBM," pungkas Hasran.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Bulog 'Dikeroyok' DPR Soal Rencana Impor Beras