Jakarta, CNBC Indonesia - Transisi energi kini telah populer di telinga rakyat Indonesia. Pemerintah kerap membuat heboh dengan gebrakan yang dilakukan dalam upaya agar ambisi ini berjalan secepat mungkin.
Hingga saat ini, pemerintah tengah memberikan perhatian penuh untuk terus mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan penerapan prinsip ekonomi hijau.
Di tambah lagi, Kebijakan dan Peraturan sudah dikeluarkan guna mengiringi transisi energi tersebut menjadi salah satu program utama yang diatur dalam Kebijakan Energi Nasional/KEN sesuai Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2014.
Keseriusan terus progresif sejak isu transisi energi masuk dalam salah satu topik Presiden G20 Indonesia tahun ini, sehingga energi baru terbarukan adalah sektor prioritas dalam pembangunan Indonesia di masa depan.
Biodisel Punya Peranan Penting
Dalam sebuah konferensi rangkaian Presidensi G20 Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pernah mengatakan bahwa pengembangan biodiesel yang merupakan salah satu sumber Energi Baru dan Terbarukan (EBT) memiliki peran strategis dalam berbagai aspek pembangunan. Salah satunya, berkontribusi dalam aksi perubahan iklim Tanah Air.
Jika kita melihat data Kementerian ESDM, nilai ekonomi dari implementasi B30 pada tahun 2021 mencapailebih dari US$4 miliardan berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e.
Melihat keberhasilan ini, pemerintah tentunya optimis menargetkan peningkatan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) menjadi 23% pada 2025 dari 11% saat ini. Melihat hal ini sektor energi memang tengah menjadi sektor prioritas pemerintah dalam penurunan emisi GRK. Bukan tanpa alasan, kontribusi energi terhadap emisi GRK bisa mencapai 36%.
Dengan demikian, biodiesel menjadi salah satu upaya pemerintah mewujudkan transisi energi. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), biodiesel menyumbang 4,1% dari total 11,7% bauran EBT nasional.
Pemerintah mencanangkan program mandatori biodiesel dengan campuran sawit sejak 2008. Bermula dengan kadar campuran 2,5%, kini persentase campuran biodiesel telah mencapai 30%.
Biodiesel memang berperan sebagai langkah awal Indonesia beralih dari energi fosil ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT), khususnya di sektor transportasi. Namun, mengingat berbagai risiko yang mungkin muncul, Traction menilai peran biodiesel di masa depan perlu dipertimbangkan.
Meski berperan dalam transisi energi, terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bahan bakar nabati ini.
Penyebabnya, pengembangan biodiesel dapat memunculkan sejumlah risiko jika tidak dikelola secara keberlanjutan. Hal ini justru akan kontradiktif dengan upaya Indonesia dalam menurunkan emisi GRK serta memberi sejumlah dampak negatif dari sisi lingkungan maupun sosial dan ekonomi.
Sebenarnya, dimana masalahnya?
Dari telusuran Tim Riset CNBC Indonesia, ternyata permasalahannya adalah emisi yang dihasilkan biodiesel berbasis CPO cukup besar. emisi biodiesel sudah dihasilkan sejak fase perkebunan sawit. Sumber emisi itu berasal dari proses alih fungsi lahan, pembibitan, pemupukan, penggunaan BBM untuk kendaraan pengangkut, hingga penggunaan listrik.
Sumber emisi dari tahap perkebunan CPO adalah sekitar 80-94 persen, khususnya jika dibuka di lahan gambut. Sebab itu, Adanya risiko yang ditimbulkan justru jadi kontradiktif dengan upaya penurunan GRK nasional.
Kalau berbicara berkelanjutan inilah permasalahannya, kecuali pemerintah beserta perusahaan ingin berbenah dari hulu-hingga hilirisasi perkebunannya.
Kalau kita lihat pada penelitian dari Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam laporannya yang berjudul "Critical Review on The Biofuel Development Policy in Indonesia" menyebutkan salah satu faktor terjadinya deforestasi adalah defisit lahan.
Maka dari itu, risiko tarik menarik kepentingan antara sektor energi dan pangan dalam penggunaan CPO dapat terjadi.
Itu jika kita lihat dalam jangka panjang, namun secara jangka pendek lagi-lagi usaha pemerintah ini tentunya sudah cukup signifikan serta merupakan upaya strategis untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM)sekaligus meningkatkan buaran energi baru terbarukan di Indonesia.
Apalagi, saat ini pemerintah sudah rampung menyelesaikan uji jalan (Road Test) penggunaan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel dengan campuran 40 persen (B40) pada kendaraan bermesin diesel.
Ini dilakukan sebagai langkah awal menekan impor bahan bakar minyak (BBM) yang dianggap merugikan negara dengan jumlah subsidi yang terbilang besar.
Baca Halaman Selanjutnya >>> Menguak Efektifnya Langkah yang Telah Dilakukan Pemerintah
Perkuat Infrastruktur Energi Terbarukan
Dalam komitmennya, Pemerintah melalui kementerian ESDM mengalokasikan APBN berfokus kepada alokasi pembangunan fisik di sektor ENTKE sebesar Rp 868,71 miliar untuk memperkuat infrastruktur sektor ESDM berbasi energi baru dan terbarukan (EBT).
Dari telusuran Tim Riset CNB Indonesia, anggaran tersebut terdapat penyesuaian anggaran dari PLTS Atap sebesar Rp94,44 Miliar untuk dialihkan ke PLTS Terpadu/PLTMH di daerah 3T dan sebanyak Rp500,94 miliar dialokasikan untuk Kegiatan Penerangan Jalan Umum - Tenaga Surya (PJU-TS).
Lalu, dana sebesar itu dikucurkan seberapa besar dampaknya terhadap transisi energi?
Ya, memang pembangunan dan pemasangan PJU-TS diharapkan mampu menjadi solusi efisiensi tenaga listrik untuk penerangan di masyarakat. Fasilitas ini juga bakal menghemat pengeluaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berasal dari pajak penerangan jalan. Manfaatnya sama dengan PLTS Rooftop, yakni mengurangi pembayaran tagihan listrik.
Pemilihan penerangan menggunakan PJU-TS sebagai alat bantu penerangan memiliki kelebihan yakni sifatnya yang stand-alone.
Fasilitas ini menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi listriknya, sehingga sangat cocok digunakan untuk jalan-jalan di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh listrik PLN dan juga daerah-daerah yang mengalami krisis energi listrik, terutama di daerah terpencil.
Program ini sudah pasti berdampak terhadap masyarakat terutama daerah-daerah pelosok yang bisa dikatakan masih tertinggal. Namun memang PR pemerintah cukup besar. Sebagai awalan memang ini sebuah langkah yang baik.
Namun lagi-lagi pemerintah harus bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) untuk bisa mendapatkan data daerah mana yang urgen untuk dibantu jika kesediaan dana terbatas. Pemerintah harus bisa memprioritaskan program tersebut agar lebih efektif.
Transfer Teknologi dan Permodalan Jadi Kendala
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan transfer teknologi dan permodalan menjadi salah satu kendala dalam transisi energi. Saat ini, menurutnya baru 50% teknologi yang bisa diakses untuk transisi energi.
Untuk mencapai itu, pemerintah membutuhkan budget sebesar US$ 131 triliun. Namun, tak sampai disini, angka investasi harus dikumpulkan dari berbagai lembaga keuangan dan sumber kreatif sehingga bisa didistribusikan kepada negara berkembang dan juga negara miskin agar bisa melakukan transisi energi.
Meski demikian rencana tersebut tidak mudah karena harus ada dukungan transfer teknologi. Dia menegaskan harus ada kerja sama dengan industri yang mampu memberikan akses pada pendanaan dan teknologi ini.
Berencana Memberikan Subsidi Bagi Motor & Mobil Listrik
Pemerintah berencana memberikan subsidi kendaraan motor listrik sebesar Rp 6,5 juta dan mobil listrik sebesar Rp 80 juta untuk setiap pembelian 1 unit mobil listrik.
Perlu diketahui bahwa insentif diberikan kepada pembeli mobil atau motor listrik dari produsen yang memiliki pabrik di Indonesia. Saat ini kebijakan pemberian insentif itu masih dalam tahap finalisasi.
Kendati demikian, baru saja kabar ini mencuat sudah muncul berbagai penolakan Memang, Pemberian insentif untuk kendaraan listrik dinilai sudah banyak dilakukan di negara lain demi menyokong kemampuan masyarakat memperoleh kendaraan elektrik. Kendati demikian, kebijakan itu menuai kritik. Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai rencana subsidi pemerintah itu sebagai langkah yang salah sasaran.
Sebenarnya, da lebih banyak jenis angkutan lain seperti angkutan basis bus dan rel, yang membutuhkan subsidi daripada pengemudi ojek online.
Jika pemerintah mengincar untuk menekan disparitas harga antara kendaraan listrik dan minyak, maka MTI mengimbau agar pemerintah menerapkan pajak karbon kendaraan yang menggunakan BBM.
Pajak karbon merupakan penerapan konsep polutan pay principle yang akan membuat para penggunaan kendaraan BBM diwajibkan membayar pajak akibat polusi yang diproduksi kendaraannya.
Selain itu, kalau memang kekeh untuk subsidi, masyarakat Indonesia bakal lebih banyak cenderung menggunakan motor listrik ketimbang mobil listrik. Dengan demikian, maka pemberian subsidi untuk kendaraan listrik setidaknya dapat lebih tepat sasaran.
Mengingat, fungsi dari kendaraan roda dua selama ini menyangkut hajat hidup banyak orang.
Ambisi Pemerintah Mendorong Peralihan ke Kompor Listrik
Berdasarkan telusuran Tim Riset CNBC Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bakal tetap melanjutkan program konversi kompor liquified petroleum gas (LPG) menuju kompor induksi berbasis listrik.
Untuk diketahui, prorgam ini sempat heboh dan banyak menuai penolakan saat usulan ini didorong beberapa bulan lalu.
Berdasarkan Peta Jalan Transisi Energi Menuju Karbon Netral yang disusun Dewan Energi Nasional (DEN), penggunaan kompor induksi ditargetkan mencapai 8,1 juta rumah tangga hingga akhir 2025 dan akan terus naik hingga 28,2 juta rumah tangga pada akhir 2035 mendatang.
PLN belakangan mengambil inisiatif program konversi itu lewat aksi korporasi perseroan untuk meningkatkan serapan listrik masyarakat. Selain itu, lelang pengadaan kompor listrik yang sempat digulirkan pada tahap awal program konversi bakal kembali dilanjutkan secara bertahap.
PLN telah menjaring 11 pabrikan penyedia kompor induksi domestik dengan komitmen produksi mencapai 300.000 kompor hingga akhir 2022 lewat market sounding. Setelah dilaksanakan proses lelang, maka didapat tiga pemenang yang semuanya adalah pabrikan lokal.
Produksi tahap pertama dari tiga pabrikan itu dijadwalkan terkirim sebanyak 105.000 unit pada bulan ini.
Inilah beberapa keseriusan pemerintah dalam mewujudkan sekaligus mempercepat target transisi energi. Sebagai catatan, upaya ini bukan ajang untuk keren-kerenan setiap kementerian/lembaga. Namun, upaya bersama bagaimana roadmap yang dibangun bisa berjalan lancar, dengan komitmen yang berkelanjutan.
TIM RISET CNBC INDONESIA