
Jokowi Mau Setop Ekspor Bauksit, Begini Reaksi Antam

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akhirnya buka suara atas rencana pemerintah menyetop keran ekspor bauksit pada tahun depan atau 2023. Selaku perusahaan pelat merah yang juga memproduksi serta mengekspor bauksit tentunya kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi perusahaan.
Direktur Pengembangan Usaha PT Antam (Tbk) Dolok Robert Silaban menilai rencana pemerintah menyetop keran ekspor bauksit pada tahun depan masih dalam bentuk wacana. Alhasil, kebijakan tersebut masih belum bisa dipastikan apakah akan mempengaruhi kinerja perusahaan ke depan.
Pihak ANTM juga belum menghitung secara pasti bagaimana rencana itu akan berpengaruh pada perusahaan. "Kami melihatnya masih dalam bentuk wacana ya, sehingga kami belum sempat menghitungnya secara jelas. Nanti setelah kami hitung baru kami akan sampaikan," jelas Dolok saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
"Nanti kita lihat dulu itu terkait dengan beberapa sektor," ujarnya.
Sejatinya, untuk mendukung rencana pemerintah menyetop keran ekspor bauksit itu, pihaknantam juga sudah menyiapkan pengembangan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit untuk menuju alumina.
"Yang punya Antam, smelter atau refining alumina itu, kalau refining kita baru satu," pungkasnya. Kelak, pihaknya juga akan pengembangan smelter untuk persiapan menuju hilirisasi bauksit. Salah satunya smelter grade alumina di Mempawah, Kalimantan Barat.
Untuk diketahui, Presiden mengatakan, hilirisasi pertambangan adalah sesuatu yang konsisten dan harus terus dilakukan untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi negara ini. Setelah kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020 lalu, dalam waktu dekat pemerintah akan melarang ekspor bauksit.
Kebijakan Jokowi untuk melarang ekspor bauksit ini tak lain agar Indonesia menerima nilai tambah yang berlipat ganda dari komoditas ini. Presiden memerintahkan agar komoditas yang dijual sudah diolah terlebih dahulu di dalam negeri, sehingga dijual dengan harga jauh lebih tinggi dan bukan hanya dalam bentuk mineral mentah.
Bila produk yang dijual atau diekspor telah diolah menjadi alumina, maka nilai tambah yang akan diperoleh negara ini bisa naik delapan kali lipat.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif menyebut, nilai tambah ini dengan asumsi harga alumina jauh lebih tinggi dibandingkan harga bauksit.
Dia menyebut, harga bijih bauksit pada 2021 sekitar US$ 24-30 per ton, sementara harga jual alumina sekitar US$ 200-300 per ton.
Dengan asumsi penjualan pada volume yang sama, penerimaan negara diperkirakan bisa melejit menjadi US$ 5 miliar atau sekitar Rp 79 triliun bila menjual dalam bentuk alumina.
"Dengan harga bijih bauksit itu kira-kira US$ 24 - US$ 30 per ton itu kemarin tahun 2021. Kita menjual sekitar 23 juta ton itu sekitar US$ 628 juta. Itu sedemikian rupa, begitu angka ini akan melesat apabila kita berhasil menjadi alumina dari bijih bauksit dalam proses smelter bauksit grade alumina," paparnya kepada CNBC Indonesia beberapa waktu lalu.
"Ini harga jualnya dapat menjadi sekitar US$ 200 - US$ 300 per ton. Anda bisa bayangkan delapan kali kurang lebih ya," ucapnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Ini Proyek Pabrik Feronikel Antam di Haltim Beroperasi!