Terungkap! Begini Jurus Jokowi Lawan Kekalahan Gugatan di WTO
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa akan mengajukan banding atas kekalahan RI dalam gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait penghentian ekspor produk bijih nikel.
Meski begitu, pemerintah sadar Badan Banding (Appellate Body) sebagai pengadilan banding sistem penyelesaian sengketa di WTO tidak berfungsi menyusul kekosongan hakim uji dan blokade atas penunjukan hakim baru oleh Amerika Serikat.
"Jadi ada salah satu pihak yang punya kewenangan dan kapasitas tapi dia tidak ada di situ, ini akan jadi bahan kita juga untuk jadi bahan banding. Kalau majelis tidak lengkap, ini kan bukan seperti sidang ya, beda ya. Ini panel. Jadi ada semacam beberapa konsekuensi," kata dia ditemui di gedung Kementerian ESDM, Senin (5/12/2022).
Selain itu, pemerintah kata Idris juga tengah menyusun substansi untuk pengajuan banding yang didalamnya terdapat Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM. Oleh sebab itu, ia berharap agar Kementerian ESDM mempunyai peran lebih mengenai atas pengajuan banding ini.
"Tentunya saya harap ada peran lebih dari Kementerian ESDM, ini kan ESDM berinteraksi karena mereka atasi perdagangan dan sebagaimana mereka yang berinteraksi dengan WTO. Saya harap sih Dirjen Minerba punya peran lebih lah termasuk biro hukumnya," kata dia.
Sebelumnya Wakil Menteri Perdagangan RI (2011-2014) Bayu Krisnamurthi menilai setelah adanya putusan dari WTO, setidaknya ada beberapa jalur yang dapat ditempuh pemerintah dalam menghadapi gugatan tersebut. Pertama, pemerintah dapat pergi ke suatu badan bernama Appellate Body untuk meninjau ulang kembali.
"Tapi badan ini mati sekarang tidak berfungsi karena Amerika Serikat yang secara statuta dari WTO punya peran strategis dia tidak mau lagi terlibat di situ tidak mau memberikan pengganti orang yang ada di situ. Badan ini sebenarnya badan yang ideal tapi dia tidak bisa berfungsi," ujarnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Kamis (1/12/2022).
Kemudian melalui cara kedua yakni dengan banding arbitrase dengan sistem Multi-Party Interim Appeal Through Arbitration (MPIA). Adapun sistem ini sendiri merupakan alternatif dari Appellate Body.
Meski begitu, sistem ini sangat tergantung pada negara-negara mana yang mau terlibat, negara-negara mana yang mau menjadi penengah dan negara-negara mana yang tidak mau. "Itu ada lobi politik ada lobi macam-macam yang mungkin ini bisa membuat waktunya jadi bisa setahun bisa dua tahun," katanya.
Berikutnya cara yang terakhir adalah penyelesaian secara bilateral. Pemerintah Indonesia bisa melakukan pendekatan dan membuat diplomasi dengan saling tukar menukar nota legalitas.
"Bisa kemudian juga saling memberikan argumentasi ekonomi karena terkadang, ok ini tidak sesuai dengan kesepakatan tetapi memberi manfaat bukan hanya bagi Indonesia tapi juga bagi negara yg menggugat atau bahkan bisa pakai pendekatan politik dengan berbagai macam cara diplomasi," ujarnya.
(pgr/pgr)