BI Buka-bukaan Soal 3 Serangkai yang Bikin Ekonomi Dunia Lesu

Jakarta, CNBC Indonesia - Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluoyo mengungkapkan bahwa BI kini semakin waspada terhadap permasalahan ekonomi dunia yang terus berlanjut hingga tahun depan. Penggunaan kata waspada ini katanya menandakan gejolak ekonomi global telah semakin berbahaya.
"Jadi memang kalau dikatakan ekonomi global gejolak itu sudah meningkat dari kalimat sebelumnya dinamis. Awalnya kita menyebutnya dinamis tapi karena tekanannya semakin meningkat, sudah menuju ke kalimat yang lebih strong yaitu gejolak," kata Dody dalam acara Siniar Prospek Perekonomian dan Arah Bauran Kebijakan Bank Indonesia 2022, Jumat (2/12/2022)
Menurut Dody, gejolak ini harus semakin diwaspadai karena dampak rambatannya bisa semakin menekan perekonomian domestik, terutama akibat dampaknya yang akan memengaruhi harga barang dan pasokan barang.
Semua ini kata dia disebabkan oleh dampak Pandemi Covid-19 yang belum selesai dirasakan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, namun sudah tercipta masalah lain, yaitu perang antara Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan rantai pasokan global terganggu.
"Memang yang pertama adalah kita melihat dampaknya ke harga barang dan pasokan barang. Pandemi ditambah perang membuat gangguan terhadap ketersediaan barang. Mau bicara makanan, maupun energi, ujungnya kepada harga," ujar Dody.
Jika harga-harga sudah naik, Dody melanjutkan, bank sentral di berbagai negara mau tidak mau akan menempuh kebijakan moneter yang agresif, ditandai dengan menaikkan suku bunga acuannya. Ini karena sudah menjadi mandat bank sentral untuk menjaga stabilitas.
"Dengan kebijakannya suku bunga mulai dinaikkan karena mandat banyak bank sentral adalah stabilitas, enggak boleh itu inflasi tinggi, nilai tukar bergejolak, lakukan stabilitas," ujar Dody.
Dengan naiknya suku bunga acuan bank sentral di berbagai belahan dunia itu, tentu dampaknya akan membuat pertumbuhan ekonomi melambat.
"Artinya sudah tiga serangkai ini, inflasi naik, suku bunga tinggi, bahkan suku bunga ini bisa panjang karena inflasi juga masih tetap tinggi dan ketika dampak pertumbuhan yang melambat bahkan menuju ke konteks resesi," kata Dody.
Dampak lainnya ketika pertumbuhan ekonomi sudah melambat adalah pada pasar keuangan. Ditandai dengan nilai tukar negara-negara berkembang yang semakin melemah, aliran modal asing yang keluar, sehingga membuat pasokan likuiditas dolar semakin mengering.
"Otomatis likuiditas dolar akan cenderung berkurang, mengering di negara-negara yang ditinggalkan oleh aliran modal tadi. Lima kombinasi ini kita katakan tekanan yang meningkat dan gejolak pada 2022 dan 2023 dan itu dirasakan seluruh dunia," ucap Dody.
[Gambas:Video CNBC]
Intip Kengerian Stagflasi 1970-an, Bisa Terulang Tahun Ini?
(haa/haa)