Utang RI di Era Jokowi & Ramalan ke Depan

Maesaroh, CNBC Indonesia
Selasa, 29/11/2022 15:05 WIB
Foto: Infografis/ APBN 2022/ Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketidakpastian global dan kenaikan suku bunga di tingkat global menjadi risiko terbesar dari pembiayaan utang tahun depan.

Merujuk pada APBN 2023, pembiayaan utang ditetapkan sebesar Rp 696,31 triliun. Salah satu sumber pembiayaan utang datang dari penerbitan Surat Berharga Netto (SBN) yakni sebesar Rp 712,93 triliun sementara pinjaman netto sebesar Rp 16,62 triliun.

Besaran pembiayaan utang untuk 2023 turun sekitar 8,1% dibandingkan pembiayaan 2022 yang diperkirakan akan mencapai Rp 757,56 triliun. Sementara itu, penerbitan SBN netto naik 0,19% dibandingkan outlook 2022 sebesar Rp 711,57 triliun.


Defisit APBN pada 2023 ditetapkan sebesar Rp 598,15 triliun atau 2,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB).  Seperti diketahui, defisit APBN dikembalikan ke bawah 3% dari PDB pada tahun depan setelah dilonggarkan pada 2020-2022. Pada periode tersebut defisit diperbolehkan di atas 5% dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pengelolaan pembiayaan utang terutama SBN Neto untuk tahun depan akan menghadapi tantangan besar.

"Ini adalah bagian yang paling mendapatkan dampak global di mana tren suku bunga, inflasi, dan nilai tukar akan sangat mempengaruhi sisi pembiayaan," tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Kamis (24/11/2022).

Sri Mulyani menjelaskan salah satu strategi yang diambil pemerintah untuk menekan dampak global kepada pengelolaan utang ke depan adalah dengan "menumpuk" Silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) pada tahun ini untuk kemudian dimanfaatkan pada tahun depan.

Hingga Oktober 2022, Silpa sudah tercatat Rp 270,4 triliun. Silpa kemungkinan akan bertambah karena pemerintah belum memanfaatkan secara maksimal pembelian SBN melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) III. Sisa target SKB III untuk tahun ini masih mencapai Rp 128,6 triliun yang dijadwalkan akan diterbitkan pada Desember,

"Faktor pembiayaan 2021 perlu diminimalkan risikonya melali kemampuan kita menjadi cash buffer. Jika kita melihat silpa (yang besar) itu memang by design. Itu untuk mengelola risiko bagi tahun anggaran berikutnya," tutur Sri Mulyani.




(mae/mae)
Saksikan video di bawah ini:

Video: APBN Mei 2025 Defisit Rp 21T, Menkeu Klaim Masih Kecil

Pages