
Biar Dolar Nyaris Rp16.500, Utang RI Dijamin Aman!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memastikan utang pemerintah yang berbentuk dolar Amerika Serikat tidak akan berdampak signifikan terhadap beban pembayaran utang dalam APBN, meskipun dolar sempat bergerak ke level Rp 16.470.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,3% di angka Rp16.390/US$ kemarin Senin (24/6/2024). Kendati menguat, mata uang Garuda masih dalam tren pelemahan. Rupiah sempat menyentuh titik terlemahnya yakni di level Rp16.470/US$. Sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah sudah melemah 6,1%.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto menjelaskan utang pemerintah relatif aman. Hal ini karena secara rata-rata pergerakan kurs rupiah secara tahun berjalan juga masih di level bawah Rp 16.000, di samping porsi utang dalam dolar yang terbilang rendah.
"Kewajiban utang valas tahun anggaran 2024 tentu dipengaruhi oleh pergerakan kurs. Asumsi kurs US$ dalam APBN 2020 adalah Rp15.000,- meskipun dalam beberapa waktu terakhir kurs USD melampaui Rp16.000,-, namun secara year to date per 19 Juni 2024, rata-rata kurs di level Rp15.866," ujar Suminto kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/6/2024).
Suminto menekankan, hingga kini porsi utang pemerintah masih didominasi mata uang rupiah sebesar 72% per Mei 2024. Sementara itu, yang berupa valuta asing atau valas hanya sebesar 28%. Pengadaan utang baru pun ia pastikan hingga kini juga mayoritas masih didominasi rupiah.
"Mengingat portofolio utang Pemerintah didominasi rupiah, yang per Mei 2024 rupiah sekitar 72% dan valas sekitar 28%, demikian pula pengadaan utang baru pada tahun anggaran 2024 didominasi rupiah, pengaruh depresiasi rupiah terhadap kewajiban utang relatif cukup terkendali," tutur Suminto.
Namun demikian, Suminto memastikan dampak depresiasi ini terus DJPPR cermati dan kelola dengan baik untuk memitigasi risikonya. Pemerintah ia jamin akan terus mengelola portofolio utang secara hati-hati, termasuk mengelola risikonya dengan baik.
"Risiko-risiko utang, seperti risiko nilai tukar, suku bunga, dan refinancing dijaga dengan baik," tegas anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu.
Sebagai informasi, saat total utang pemerintah per 30 April 2024 telah mencapai Rp 8.338,43 triliun, utang dalam dolar AS porsinya sebesar Rp 1.713,26 triliun, euro Rp 388,45 triliun, yen Jepang Rp 270 triliun, dan lainnya Rp 30,92 triliun. Mayoritas dalam bentuk mata uang rupiah sebesar Rp 5.935,42 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun sudah mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah minim menarik utang melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) atau pinjaman karena mengantisipasi tekanan kurs.
Untuk membiayai kebutuhan pembiayaan belanja negara dalam APBN 2024, Sri Mulyani mengaku lebih condong memanfaatkan sisa lebih pembiayaan anggaran atau SiLPA 2023 sekitar Rp 200 triliun.
"Kenapa kita saat tekanan ini bisa kurangi penerbitan SBN karena kita punya SiLPA tahun sebelumnya. Tahun ini kita narik Rp 200 triliun SiPA untuk pembiayaan," ucap Sri Mulyani saat konferensi pers di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Total pemanfaatan SiLPA yang sebesar Rp 200 triliun itu terdiri dari penarikan Rp 62,8 triliun pada Mei 2024, sisanya merupakan penarikan tahun berjalan hingga April 2024 dengan nilai sebesar Rp 146,6 triliun. Sedangkan catatan hingga Mei 2023 Rp 322,7 triliun.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Tarik Utang Baru Rp214,7 T di Semester I-2024